webnovel

Masa Mudaku Kisah Cintaku

Aku jatuh cinta. Cinta terlarang dengan teman sekelas. Seseorang dengan semua perbedaan yang banyak dan sulit. Bisakah aku mempertahankan cinta ini? Tidak banyak angsa pelangi di kelas buaya karena ada satu dua rubah betina dari planet lain yang suka merundung junior mereka. Bukankah itu hal biasa dalam sekolah? Atau masalah utamanya ada pada Anggi sendiri? Bagaimana rasanya setiap tahun berpindah sekolah? Itu adalah yang selalu dirasakan Anggi, ngenes kata orang. Lalu, ketika kamu sudah merasa telah menemukan kehidupan baru dan memiliki beberapa teman yang mengerti dan nyaman akan hal itu. Tiba-tiba kamu harus pindah sekolah lagi? - cover is mine

Ningsih_Nh · Urban
Not enough ratings
314 Chs

MKC 34 Cum Suis 

...

Bagi ibu, Anggoro yang berumur sembilan tahun kini tidak memerlukan mainan lagi. Selain membuang duit juga apa yang Anggoro minta selalu saja aneh-aneh, yang pada akhirnya berujung dengan perusakan terhadap mainan tersebut karena rasa penasaran adik gue yang super akut. Contohnya, bulan kemarin ibu pulang membawa mobil remot dan hanya dalam tiga  hari mobil remot tersebut sudah menjadi puing layaknya terkena bom granat. Tidak ada mainan yang bertahan lebih dari tiga hari ditangan Anggoro.

"Ro...kalo sudah besar kuliah teknik aja deh yah." saran gue ke ayah melihat kelakuan bocah itu yang sedang bermanja jijai, berbanding terbalik dengan daya rusak yang ditimbulkan.

"Benar Nggi. Adikmu makin menjadi." desah ayah lebih karena lelah dan mengantuk.

Sesampainya di rumah, nenek memeluk gue penuh rindu. Enam bulan gue tidak pulang berasa cukup digantikan sebuah pelukan hangat dari nenek.

"Teteh kenapa ikut sih?" olok Anggoro.

"Gue juga masih cucu nenek kakek. Kenapa lo selalu sensi kalo gue pulang?" sungut gue.  Baru pulang juga sudah ngajak berantem ajah.

"Cucu yang terbuang gitu bangga." ejek Anggoro lalu pergi mencari ibu di kamar. Pasti mau minta kelon itu anak.

"Dasar bocah kurang ajar. Sudah sunat juga masik sok manja-manja." desis gue. Memastikan hanya Anggoro saja yang mendengar. Kalau ada orang dewasa mendengar bisa ditendang gue.

Namun Anggoro tidak menggubris. Gue juga terlalu lelah untuk beramtem atau sekedar adu mulut. Rasa kantuk yang terjeda meminta dilanjutkan kembali ke alam mimpi dan merebahkan diri diatas dipan, meluruskan otot yang sejak tiga hari lalu sibuk bekerja keras membanting otak hingga mengebul panas. Senyum dibibir tanpa sadar mengembang begitu saja, akhirya gue bisa pulang juga. Sidang DPR RI dipercepat dan segera memutuskan Ujung Berung adalah kampung halaman Anggi Sekar Arum,  si cewek stasiun.

Rumah nenek sederhana tetapi adem. Perpaduan antara tembok bata dengan kayu plistur warna alami dimana ruang tamunya dibuat lebar, hampir sepertiga bagian rumah, yang mana biasa digunakan untuk pengajian pekanan atau arisan kelompok petaninya kakek. Rumah tidak pernah sepi dari acara kumpul-kumpul, membuat selalu kangen pulang.

Gue sedang duduk dikursi baca milik kakek, niatnya melepas lelah sebentar setelah perjalanan jauh. Dan melihat pekarangan depan yang luas, dipenuhi aneka pohon buah dan tanaman jamu hanya mengingatkan gue akan rumah Budi yang mirip. Ada sedikit rasa kangen teman sekelas.

Lalu gue membuka ruang obrolan grup. Ramai dengan foto selfie anak-anak yang tengah berlibur.

Stefie berswa foto di Anyer.

Ana bersama kakaknya di Parangtritis.

Duo R sibuk membantu acara hajatan keluarga di Cilacap.

Andi tampak sedang manggung di resepsi pernikahan entah siapa.

Amad ikut abi-nya ke Pekanbaru.

Trio PS masih setia dengan stik PSnya di rumah Wawan, Budi juga ikut nyempil diketek  Firman.

Abdi baru pulang dari Semarang, kondangan keluarga besar.

Ade, Affan, Lukman sibuk di Remaja Masjid.

Lainnya tidak ada kabar, juga trio kibul yang mungkin sedang di antartika atau di bulan.

Gue mengambil sebuah foto kuncup bunga mawar di halaman lalu mengirimnya ke grup dengan caption -KampungGueSudahdisahkahDPRRI- dan langsung dibalas oleh Budi.

Budi : amiin...kalo gak kasihan gue liat muka lo yang nunggu keajaiban dunia ke delapan...wkwkwkwk

Anggi : makasih doanya ⚡

Ana : gue pesen peyem 3 besek ya...

Abdi : gue juga 1 besek

Stefie : helow...kalian masih hidup di jaman apa? hari gini ada yang doyan gituan? ☁

Anggi : nggak usah provokasi deh...yang udah balik ke habitat ⚡

Stefie : ada yang marah nih. Kabur....🐾

Tanpa sadar gue menelan ludah, menahan kesal. Stefie kalau sudah dengan yang lain memang suka nyinyirin gue. Walau pun gue tahu banget itu hanya bercanda tapi apa dia tidak ingat kalau gue satu-satunya yang selalu menjadi harapan terakhirnya? Atau itu adalah watak asli anak Jakarta?

Dulu, gue pernah tinggal di daerah sekitar Pasar Senen, sekolah disana. Cuman enam bulan, tidak lama memang. Waktu itu gue baru delapan tahun dan hampir tidak punya teman kecuali beberapa anak laki dan bapak penjaga sekolah. Gue sudah tidak ingat lagi bagaimana kerasnya hidup di kota bernama Jakarta. Yang jelas gue ingat waktu itu adalah ayah segera meminta pindah tugas ketika mengetahui gue dirundung oleh sekelompok kakak kelas perempuan karena suatu hal yang sampai saat ini gue juga tidak tahu.

Perundungan bukan hal baru buat gue. Itu juga yang membuat gue menjadi seperti ini, yang kata ibu anak perempuan tanpa klasifikasi. Tomboy tidak, feminim tidak. Gue juga nggak paham, yang gue tahu kalau sekarang gue nyaman dengan gue yang sekarang.

"Teteh, itu HPnya baru ya?" suara Anggoro yang sudah berdiri disebelah gue.

"Hmmm." sahut gue malas.

Dua hal yang dengan suka cita Anggoro lakukan adalah mengganggu apapun yang gue lakukan atau mengadukan gue untuk suatu hal yang jadi salah dia alih-alih adalah salah gue. Kali ini pasti yang pertama. Mata Anggoro tertuju tajam kearah HP yang gue pegang.

"Boleh pinjam Teh?" pinta Anggoro dengan nada semanis gula kadaluarsa.

"Nanti, lagi dipake kan lo lihat?" oceh gue enggan.

"Ya udah." lalu Anggoro pergi begitu saja. Gue tahu kalau itu hanyalah trik. Seperti macan yang bersiap mengintai buruan.

Tapi gue tidak peduli. Bolehkan tenang satu hari ini saja. Liburan gue disini cuman lima hari dan sudah dipotong satu hari. Sekali pun itu adik kandung gue yang mengganggu...gue tidak akan tinggal diam.

Tapi gue ketiduran dikursi. Saat bangun HP sudah tidak ada ditangan. Sudah berpindah ke tangan bocah delapan tahun setengah yang baru sunat kemarin. Asyik mengutak-atik layar HP. Sebenarnya gue tidak keberatan Anggoro pinjam HP, toh tidak ada bagian dari isiannya yang penting. Tetapi, bisakan dia ijin dulu?

"Eh, teteh sudah bangun. Tadi mau jatuh jadi pinjam dulu ya." kata Anggoro hanya melirik sebentar lalu sibuk lagi.

"Iya. Jangan lupa di cas kalo baterai habis. Kebiasaan lo itu nggak ilang-ilang juga." ujar gue meninggalkan Anggoro sendiri.

Anak itu hanya mengangguk tanda setuju.

Mengantuk itu bikin lapar. Mencari ada makanan apa di dapur itu mutlak. Dan yang gue dapat isi tudung saji kosong membuat gue ingat kalau hari ini Kamis. Orang rumah puasa. Ayah dan ibu pasti pergi keluar cari makan sendiri. Pantas saja Anggoro tingkahnya aneh begitu seperti kucing ditinggal induknya dan beneran.

Tenaga sisa yang ada, gue gunakan untuk memcari satu dua bahan yang bisa dimasak. Dalam hati gue menggerutu hebat, dimana-mana kalau ada cucu kesayangan pulang pasti akan dibuatkan makanan yang enak-enak. Pada kenyataan yang gue alami tidak begitu. Orang rumah entah kemana pergi semua, menyisakan gue dengan Anggoro seorang.

-TBC-

cerita Masa Mudaku Kisah Cintaku versi lengkap hanya ada di Webnovel dengan link berikut ini: https://www.webnovel.com/book/masa-mudaku-kisah-cintaku_19160430606630705

Terima kasih telah membaca. Bagaimana perasaanmu setelah membaca bab ini?

Ada beberapa cara untuk kamu mendukung cerita ini yaitu: Tambahkan cerita ini ke dalam daftar bacaanmu, Untuk semakin meriah kamu bisa menuliskan paragraf komen atau chapter komen sekali pun itu hanya tulisan NEXT, Berikan PS (Power Stone) sebanyak mungkin supaya aku tahu nama kamu telah mendukung cerita ini, Semoga harimu menyenangkan.

Yuk follow akun IG Anggi di @anggisekararum atau di sini https://www.instagram.com/anggisekararum/