7 7 – Hati yang Terluka

Jeanna menunduk menatap jas di pangkuannya. Sebelum ini, Jeanna sering mendapat perlakuan buruk dari pelanggan klub malam karena Jeanna menolak rayuan mereka, tapi selalu ada Silla dan karyawan lain yang membela dan membantunya. Namun, kali ini Jeanna harus menghadapinya sendiri dan ia tak tahu apa yang begitu salah dari tindakannya tadi?

Apa yang dia lakukan itu begitu salah di mata Rain? Jeanna berniat baik, ingin mengembalikan jas pria itu. Mana Jeanna tahu jika Rain sudah membuang jas itu? Yang Jeanna tahu, pria itu meminjamkan jasnya pada Jeanna. Tidak ada kata-kata pria itu membuangnya. Kenapa dia menyalahkan Jeanna seperti ini?

Jeanna mengusap tetes air matanya di jas di pangkuannya. Padahal, ini pasti jas mahal. Jeanna bahkan semalam harus pulang mengendap-endap agar ayah tirinya atau istrinya melihat jas ini. Jika mereka melihat jas mahal ini, tentu mereka sudah mengambilnya dari Jeanna.

Sementara, Rain semudah itu membuang barang yang bisa menjadi rebutan bagi orang lain. Pria itu pasti tidak akan tahu bagaimana rasanya membeli baju bekas atau menerima baju bekas pemberian orang lain.

Jeanna mengomeli dirinya sendiri karena berpikir bodoh seperti itu. Kenapa ia menyalahkan Rain untuk hidupnya yang menyedihkan ini? Pria itu tak punya tanggung jawab atas hidup Jeanna yang menyedihkan. Malah, pria itulah yang akan menjadi penyelamatnya dengan memberikan uang yang banyak agar Jeanna bisa segera terbebas dari ayah tirinya.

Dengan pikiran itu, Jeanna menguatkan hati dan menghapus air matanya. Ia melipat jas di pangkuannya, tapi kemudian tersadar, roknya sepertinya terlalu pendek, jadi ia kembali memakai jas itu di pangkuannya.

Jeanna menarik napas dalam, lalu mengangkat kepalanya.

***

Ibunya dan para direktur di pihak ibunya, datang menemui Rain untuk membicarakan tentang mereka yang ingin Rain memimpin salah satu anak perusahaan Grup HY, HY Tech. Mereka mengakhiri pembicaraan ketika tiba waktu makan siang. Rain menolak halus ketika ibunya mengajak makan siang bersama rombongan para direktur itu, beralasan ada hal penting yang harus ia urus segera.

Setelah ibunya pergi, Rain keluar dari ruangannya dan melihat Jeanna yang tampak fokus menatap laptop, tapi tiba-tiba berdiri ketika melihat Rain.

"Ada yang harus saya lakukan, Pak?" tanya gadis itu.

"Ayo pergi." Setelah mengatakan itu, Rain berjalan lebih dulu.

Didengarnya langkah Jeanna mengikutinya di belakangnya. Ketika mereka masuk ke lift, Rain hendak menekan tombol lobi bersamaan dengan Jeanna, membuat tangan mereka bertemu. Namun, gadis itu segera menarik diri dan berkata,

"Lobi, Pak."

Rain mengernyit kecil. Kenapa mendadak ia merasa menjadi sekretaris gadis itu? Meski begitu, Rain menekan tombol yang sudah akan ditekannya dan menoleh pada Jeanna, menatap gadis itu tajam. Tatapannya lantas turun ke rok yang dikenakan gadis itu.

Apa itu … rok tenis?

"Kenapa kau tidak memakai rok yang lebih pendek lagi?" sarkas Rain.

Jeanna menunduk lama. "Maaf, Pak. Saya pikir, ini sudah cukup pendek." Jawaban gadis itu membuat Rain kaget.

Seolah itu belum cukup, gadis itu semakin mengejutkan Rain dengan menaikkan roknya. Kontan Rain melotot kesal dan membentak, "Kenapa kau menaikkan rokmu, hah?! Siapa yang ingin kau goda?!"

Jeanna terlonjak kaget dan menatap Rain panik. "Ta-tadi, Pak Rain bilang, rok saya … kurang pendek …"

"Kapan aku bilang begitu?!" bentak Rain.

"Kenapa kau tidak memakai rok yang lebih pendek lagi?" Jeanna mengulangi kata-kata Rain tadi.

"Itu sarkasme! Apa kau juga tidak paham sarkasme?!" Rain mendelik galak.

Jeanna segera menurunkan roknya, menarik-nariknya agar rok itu lebih panjang, meski percuma.

"Maaf, Pak. Nada bicara Pak Rain selalu sama, jadi saya selalu berpikir jika Pak Rain memarahi saya," ucap gadis itu.

Rain memijat pelipisnya mendengar alasan gadis itu. Mau marah pun percuma. Rain semakin yakin, informasi yang didapat orangnya kemarin adalah informasi palsu!

***

avataravatar
Next chapter