Malam itu, Rain pergi ke klub malam tempat Jeanna bekerja dan menunggu di sebuah ruangan dengan penerangan redup. Ia tadi sempat melihat Jeanna yang sedang sibuk mengantarkan minum ke salah satu meja, hingga gadis itu tak memperhatikan kehadiran Rain.
Cih, dasar gadis tidak berguna! Dia bahkan tak tahu jika Rain ada di sini. Rain bahkan bisa langsung menemukan Jeanna di tengah banyaknya orang di klub itu hanya dengan sekali lihat. Rain juga memperhatikan jika kaki Jeanna sepertinya sudah pulih karena gadis itu bahkan sudah bisa setengah berlari karena buru-buru untuk menerima panggilan pesanan dari salah satu pengunjung.
Pikiran Rain akan Jeanna terputus ketika terdengar suara ketukan di pintu itu. Lalu, pintu itu terbuka dan Noah masuk. Sementara, di belakang Noah ada wanita bernama Silla yang mengikuti.
Melihat pakaian terlalu pendek dan terbuka yang dikenakan wanita itu, Rain bisa menebak apa niatannya. Dia pikir, dia bisa menggoda Rain dengan hal seperti itu?
"Lain kali kau mengatakan kebohongan menjijikkan seperti itu pada Jeanna, aku benar-benar akan membuatmu menyesal," Rain berkata dingin begitu wanita itu berdiri di depannya, di seberang meja.
Silla mengerutkan kening. "Maksud Tuan …?"
Rain menatap tepat ke mata Silla. "Kau mengirim chat seperti itu kan, pada Jeanna?" sebutnya. "Seolah aku benar-benar tertarik pada tubuhmu." Rain menatap Silla dari atas ke bawah, lalu mendengus meledek. "Tapi … aku tidak pernah menggunakan barang murah, apa kau tahu?" Rain mendengus. "Berani sekali kau merendahkanku seperti itu."
Silla seketika tampak pucat. Wanita itu langsung berlutut dan menunduk dalam. "Maaf, Tuan, saya tidak bermaksud untuk merendahkan atau menyinggung Tuan dengan hal itu, saya hanya …"
"Dan aku tak butuh penjelasanmu," sela Rain. "Aku juga tak ingin mendengar alasanmu. Tapi, kau tahu apa yang tidak seharusnya kau lakukan, kan?"
Silla masih menunduk ketika mengangguk. "Saya tidak akan pernah melakukan hal seperti itu lagi, Tuan," ucapnya takut-takut.
Rain menghela napas. "Sekarang, tunjukkan padaku apakah informasi yang kau berikan senilai dengan harga yang kau minta," perintah Rain.
Silla menatap Rain dan mengangguk kuat. "Jadi, alasan kenapa Jeanna harus tinggal dan bekerja untuk ayah tirinya itu karena …"
Rain mengangkat satu tangan, menghentikan cerita wanita itu. "Aku sudah tahu tentang itu. Aku juga membacanya sendiri dari percakapan kalian di chat. Beri aku informasi lainnya."
Wanita itu mengerjap. Rain bisa melihat otaknya berputar cepat. "Ah, adik tirinya," sebut wanita itu.
Rain mengerutkan kening, lalu teringat sosok anak kecil yang tumbuh dengan sifat iblis karena dibesarkan oleh para iblis itu.
"Adik tirinya … yang sakit itu?" tanya Rain.
Wanita itu mengangguk. "Jeanna juga yang harus membiayai pengobatan adik tirinya itu selama ini."
"Jika itu, aku sudah tahu. Itu juga alasan yang dia berikan ketika mau bekerja padaku," ungkap Rain.
"Tapi … sebenarnya itu juga bukan atas keinginan Jeanna," ucap Silla. "Jeanna bilang, sebelum dia bisa memberikan sejumlah uang yang diminta ayah tirinya, dia harus memenuhi kebutuhan keluarga tirinya itu. Termasuk, kebutuhan belanja barang-barang mewah ibu tirinya dan juga pengobatan adik tirinya."
Rain mendengus. Gadis itu benar-benar diperbudak keluarga ayah tirinya itu, rupanya. Gadis bodoh.
Lalu, Rain teringat sesuatu. "Lalu, tentang gadis itu yang ternyata mendapat beasiswa di kampusnya, apa itu benar?" singgung Rain. "Kenapa dia sampai berpura-pura dan memalsukan dokumen tentang dirinya seperti itu?"
"Ah, itu karena yang Tuan cari … adalah gadis bodoh …"
"Tapi, dia benar-benar seperti orang bodoh. Apa benar dia mendapatkan beasiswa untuk kuliahnya?" Rain meragukan.
Wanita itu mengerjap kaget sesaat. "Meski Jeanna sangat ceroboh, tapi dia adalah gadis yang pintar, Tuan," klaim wanita itu.
Rain menyipitkan mata. Entahlah. Ia ragu tentang itu. Gadis itu benar-benar bodoh dan merepotkan. Hanya itu yang Rain tahu.
***