Silla berusaha tetap tenang melihat ekspresi marah pria di depannya ini. Silla merangkul lengannya manja dan bertanya,
"Apa yang Tuan inginkan malam ini?"
Namun, Silla terkejut ketika tangannya diempas kasar.
Pria itu menggeram kesal. "Apa-apaan gadis itu …"
Sepertinya, dia benar-benar marah karena Jeanna.
"Maaf, Tuan, dia anak baru. Dan dia memang tidak bisa melayani pelanggan dengan baik. Dia …"
"Apa kau tahu banyak tentang dia?" tanya pria itu tajam.
Silla berpikir cepat. Apa yang diinginkan pria ini dari Jeanna?
"Katakan padaku semua hal yang kau tahu tentang dia," perintah pria itu. "Aku akan membayarmu sebanyak yang kau inginkan."
Mendengar itu, Silla antusias. Ketika pria itu kembali duduk di sofa, Silla sudah akan duduk di sebelahnya, tapi pria itu mengedik ke depan.
"Berdiri di sana dan beritahukan semua yang kau tahu tentang gadis itu," perintah pria itu.
Silla mengangguk menurut dan berdiri di depan pria itu dengan meja membatasi mereka. Saat itulah, Silla memperhatikan wajah pria itu. Wajah tampan itu … dia adalah pria yang kemarin. Pria yang membeli nyawa Jeanna. Lalu, kenapa Jeanna melarikan diri dari pria itu?
"Gadis itu … namanya Jeanna. Dia tinggal dengan keluarga ayah tirinya. Setelah ayah kandungnya meninggal, ibunya menikah dengan ayah tirinya, tapi ketika Jeanna SMP, ibunya meninggal. Ayah tirinya menikah lagi dan punya anak dengan istri barunya.
"Namun, adik tiri Jeanna itu sakit dan sering berobat ke rumah sakit. Jeanna membutuhkan uang untuk membiayai pengobatan adiknya itu. Karena itu, dia melakukan pekerjaan apa saja …"
"Apa saja?" dengus pria itu. "Kau yakin tentang itu?"
"Oh, itu … kecuali menjual tubuhnya," terang Silla.
"Dan kenapa begitu?" tanya pria itu.
Silla terbungkam. Sejujurnya, ia juga tak tahu apa alasan Jeanna tentang itu. Mungkin, gadis itu punya trauma. Mungkin … entahlah.
"Kau bahkan tak tahu banyak tentang gadis itu, rupanya," sinis pria itu.
Silla membungkuk dalam. "Maaf, Tuan. Apa perlu saya carikan informasi tentang gadis itu lebih jauh?" Silla mendongak untuk mengecek ekspresi pria itu.
Pria itu tampak berpikir.
"Baiklah. Tapi, jangan sampai dia tahu." Pria itu mengeluarkan dompet dan mengeluarkan kartu nama dari sana. Hubungi nomor itu. Dia akan mengirimkan uang yang kau minta." Pria itu lantas berdiri. "Aku akan kemari minggu depan. Pastikan kau sudah mendapat informasi tentang gadis itu. Jika tidak," pria itu menatap Silla tajam, "kau akan menanggung akibatnya."
Silla menelan ludah, lalu mengangguk kuat.
Ketika pria itu berjalan melewatinya, Silla membungkuk hormat padanya, dan baru menegakkan tubuh setelah orang itu keluar dari ruangan itu. Silla mengusap dadanya lega.
"Wajahnya tampan, tapi … dia benar-benar mengerikan. Bagaimana Jeanna menghadapi orang itu?" gumam Silla. Ia tak bisa membayangkan Jeanna yang menghadapi pria itu.
***
Rain menyipitkan mata ketika melihat seorang pria di salah satu meja tempat Jeanna sedang mengantarkan pesanan, menyelipkan tangannya ke bagian belakang rok pendek Jenna. Gadis itu tidak tampak panik dan menepis tangan itu, lalu mundur.
Berbeda. Tindakannya di sini dan di kantor sangat berbeda. Jika itu hanya demi uang untuk membiayai pengobatan adik tirinya … sungguh tidak masuk di akal Rain. Terlebih setelah Rain melihat sendiri bagaimana keluarga ayah tiri gadis itu memperlakukannya.
Rain segera menuruni tangga ketika melihat Jeanna pergi ke belakang dengan pria yang menyentuhnya tadi mengikuti. Rain berhenti di sisi koridor menuju ruangan-ruangan lantai bawah. Begitu Jeanna melewatinya, Rain keluar dan menghadang jalan pria yang mengikuti Jeanna tadi.
Pria itu terkejut ketika melihat Rain. Namun, dia mendesis kesal dan mendorong dada Rain, tapi Rain menangkap tangannya dan memelintir tangannya. Seketika, orang itu berteriak kesakitan, mengundang perhatian seluruh pengunjung di sana.
Manajer klub itu bergegas menghampiri mereka dan hendak melerai, tapi ketika Rain menatapnya tajam, dia urung melerai dan hanya berbicara,
"Maaf, Tuan, ada masalah apa di sini?" tanya manajer klub itu.
"Aku tidak tahu apa masalahnya, tapi dia tiba-tiba menyerangku!" adu pria yang tangannya dipiting Rain.
"Lihat CCTV." Rain mengedik ke kamera CCTV yang menyorot ke titik itu. "Pria ini mendorongku lebih dulu dan aku hanya membela diri. Dia mungkin mencoba mencopet atau bahkan membunuhku."
"Apa yang kau katakan?! Aku tidak melakukan itu. Aku hanya mendorongmu …"
"Kau sudah mengakui jika kau mendorongku," Rain menyela.
"Apa? Tunggu …"
"Dan kau juga membawa senjata tajam." Rain mengeluarkan pisau lipat dari saku belakang celana pria itu.
"Apa? Tidak! Itu bukan punyaku!" seru pria itu.
Rain menatap manajer klub malam itu. "Jika aku melihatnya lagi di sini, kau tahu akibatnya," Rain berkata. Ia lantas melepaskan tangan pria yang dipitingnya dan mendorongnya. Pria itu memegangi lengannya yang tadi dipiting Rain.
"Aku akan melaporkanmu untuk penyerangan," ucap Rain pada pria itu.
Pria di depannya itu tampak pucat.
Rain menoleh pada manajer klub itu. "Tahan dia. Asistenku akan membereskan sisanya."
Setelah mengatakan itu, Rain pergi diiringi teriakan pria tadi yang berkeras jika dia tidak bersalah, tapi bodyguard klub malam itu sudah meringkusnya dan membawanya pergi. Rain sempat bertemu tatap dengan Jeanna yang berdiri di samping meja bartender, sebelum Rain melengos kasar.
Ck. Benar-benar merepotkan.
***