webnovel

Dua Malaikat Lainnya.

BRUUK.

Riel terjatuh. Tubuh beratnya tidak mampu gadis bertubuh kurus itu menahannya. "Riel!" Teriak Alicia, menolong Malaikat maut itu. Namun sayangnya, bobot berat tubuh Riel tidak bisa di tahan Alicia, gadis itu pun ikut terjatuh dalam keadaan duduk.

"Riel ... Riel sadarlah!" teriak Alicia menggoncang-goncangkan tubuh Riel. Ia memeriksa denyut nadinya, masih ada getaran. Alicia masih penasaran dengan napas Riel, ternyata, hembusan napasnya masih terasa di kulit jari-jarinya. "Dia pingsan lagi!" bisik batinnya.

Namun, tak lama ada yang berbeda dengan kulit tubuh Riel. Ada garis-garis merah menjalar cepat memenuhi tubuh Riel. Tubuh Malaikat maut itu mengejang, sedikit terangkat dengan kepala mendongak. Racun itu sudah merusak sel darah merah Riel saat ini.

"Riel?" Alicia mendadak menjadi sangat cemas melihat perubahan Riel itu. "Ada apa dengan tubuh Riel? Kenapa tubuhnya mendadak menjadi merah semua!"

Darah yang menjalar dari pembuluh darah terus naik ke leher dan kini sudah sampai ke dagu Riel. Malaikat maut itu meringis kesakitan saat cairan merah berbentuk layaknya ranting pohon yang bercabang itu terus menjalar ke pipi.

"Aaagh!" Suara Riel terdengar pelan. Ia terlihat sangat menderita.

"Aku harus menolongnya, tapi dengan apa dan bagaimana?" tanya batin Alicia. Ia kebingungan sendiri. "Aaargh ... kenapa dia keras kepala banget sih? Seharusnya dia dengerin aku untuk dirawat di rumahku! Sekarang, aku jadi susah sendiri, 'kan?" Alicia benar-benar kebingungan menghadapi kejadian ini. Gadis introvert, sekali bertemu seorang laki-laki ia harus bertemu dengan seorang malaikat dan Iblis. Dan ia harus menghadapi itu sendirian.

Alicia berpikir keras, kemudian terdiam memperhatikan Riel yang tergeletak dengan keadaan yang sangat mengerikan. "Kekuatan itu!" pikirnya melihat telapak tangan. "Sesaat tadi muncul kekuatan dari tanganku, 'kan? Apa mungkin kekuatan ini bisa menyembuhkan Riel?" lanjutnya berpikir keras dengan perasaan menebak-nebak tentang kekuatan yang sempat muncul dari telapak tangannya.

"Baiklah, aku akan mencobanya!" Alicia, kemudian tangannya ia letakan ke dada Riel. Mata gadis itu pelan-pelan terpejam, sangat rapat. Dahinya mengkerut, alisnya sedikit menyatu, berkonsentrasi.

Tak lama, seberkas cahaya itu muncul menyelimuti diri Alicia. Cahaya yang terang menderang, semua cahaya kecil yang muncul dari dadanya. Lambat laun mulai menyelimuti seeluruh tubuh Alicia. Cahaya itu kemudian menjalar ke bagian tangannya terus menjalar sampai ke telapak tangan Alicia dan cahaya itu mulai menyebar ke seluruh bagian dada dan tubuh Riel

Cahaya itu, lambat laun mulai masuk ke tubuh Riel. Seolah menghilang tertelan tubuh Malaikat maut itu. Alicia, keringat sebesar biji jagung mulai memenuhi jenjang leher dan dahinya. Sekuat tenaga ia mengerahkan kekuatannya untuk menyembuhkan Riel. Malaikat maut yang hampir membawanya ke akhirat.

"Wow ... rupanya kalian di sini!" Suara yang amat gadis itu kenal terdengar dari belakang. Rupanya ia sudah kembali ke dunia untuk menemukan Alicia dan Riel dan membuat perhitungan atas terlukanya Orthus. "Aku beruntung sekali bisa menemukan kalian berdua di goa yang sempit ini. Bukan, tapi dunia ini yang benar-benar sempit hingga aku sangat mudah menemukan kalian di sini!" lanjutnya.

Alicia mengangkat tangannya, tubuh Riel terangkat dan kemudian turun kembali ke tanah. Garis-garis merah kehitaman mulai menjalar kembali ke daerah wajah Riel. Alicia menoleh ke Asmodeus. "Asmodeus?" sebut Alicia. Iblis itu selalu saja menemukan dirinya berada.

"Halo cewek bodoh!" Asmodeus melangkah mendekati Alicia yang ketakutan itu, ia melihat kearah Riel. Malaikat maut itu mengejang dan garis-garis merah itu sudah kembali ke wajah Riel.

"Riel?" Alicia bingung. Ia tidak punya kekuatan lain untuk menyerang Asmodeus atau sekedar menghalangi Iblis di hadapannya itu. "Sial, Iblis ini tidak tau tempat dan waktu," pikir Alicia.

"Kini waktunya kau mati, Alicia!" kata Asmodeus menakut-nakuti. Tetapi Alicia tetap saja takut dengan ancaman dan tatapan mata Asmodeus yang terlihat lebih menakutkan.

"K-kau ingin membunuhku?"

"Ya, atas apa yang telah elu perbuat dengan anjing kesayangan gue!"

Mata Alicia melotot tajam. Ia mengingat kejadian yang baru saja terlewati olehnya. "Anjing itu? Itu benar yang menyakiti aku, tapi apakah anjing itu mati?" pikir Alicia benar-benar cemas.

Iblis itu kemudian mengeluarkan tongkat trisulanya itu. "Sekarang, waktunya elu mati, Cewek bodoh!" pekik Asmodeus mengayunkan tongkat.

Wuush.

Bluntang.

Tongkat milik Iblis itu terlepas dan terjatuh dari genggaman tangan. Asmodeus cukup berang saat pekerjaannya harus diganggu. "Sial!" katanya geram. "Siapa yang berani mengganggu gue!" Ia pun mendongak. Di hadapannya dua malaikat berdiri tegap dengan sangat gagah menghalangi Asmodeus. "Rafael ... Mikael? Kalian ...." sebut Iblis itu sangat terkejut mendapati siapa yang menghalangi keinginannya untuk membunuh Alicia.

"Ya, ini kami, Asmodeus!" ujar Rafael.

Alicia terkejut melihat kehadiran dua Malaikat yang belum pernah ia lihat sebelumnya. "M-malaikat lainnya?" bisik batin Alicia seolah menjadi patung. Diam dan tak bergerak. "S-sedang apa mereka di sini? Apa mereka ingin menolong Riel?" pikir Alicia tetap memandang dua mahluk bersayap di hadapannya itu.

"Hei ... kenapa bengong? Kau lanjutkan saja mengobati Riel!" kata Mikael membuyarkan lamunan Alicia yang masih terkejut dengan Malaikat lain yang sama tampannya dengan Riel. Gadis itu mengangguk dan kemudian berkonsentrasi kembali. Alicia mulai mengeluarkan kekuatannya saat tangannya sudah berada di dada Riel.

Iblis itu cukup kaget saat melihat gadis itu sedang mengobati Riel dengan kekuatan dari telapak tangannya. "Bagaimana gadis itu bisa mengeluarkan kekuatan sihir seperti para Iblis dan Malaikat? Apa jangan-jangan kekuatannya berasal dari bola kristal kehidupan itu?" tanya Asmodeus dalam hatinya.

"Hei, lawanmu ada di sini!" Rafael menyerang secara tiba-tiba dan membuat pedangnya mengenai sedikit di bagian lehernya. Setetes darah berwarna hitam legam keluar dari luka itu.

"Ngeh ... ternyata, ini cara Malaikat mengalahkan musuh-musuhnya? Bermain keroyokan?"

"Hei ... jaga mulutmu Iblis terkutuk!" Mikael terlihat sangat marah sambil menunjuk Asmodeus.

Iblis itu tersenyum simpul. "Kalau kau berani, hadapi aku satu-satu. Jangan keroyokan kayak bocah ingusan." Asmodeus mengeluarkan senjatanya.

"Kau yang meminta, Iblis jelek!"

Mikael dan Rafael juga bersiap-siap dengan senjatanya. Pedang dan panahan. "Maju kau iblis jelek!" pekik Mikael yang sudah terbawa emosi. Ia dan Rafael mengeluarkan jurus-jurus. Kedua Malaikat itu menyerang bersamaan.

Asmodeus tak gentar untuk melawan mereka berdua. Ia sangat yakin bahwa dirinya akan menang mengalahkan kedua malaikat itu dan bisa menculik Alicia dari tangan Riel. Mereka bertiga saling memainkan senjatanya, saling mengayun dan lalu mengarahkan untuk melukai lawannya. Namun, ketiganya bisa saling menangkis kala senjata mereka masing-masing hampir melukai Asmodeus, Rafael maupun Mikail.

Suara bising senjata Asmodeus, Rafael dan Mikael. Tetap saja mengganggu Alicia yang sedang mengobati Riel. Bukan telingannya tak mendengar apa yang sedang terjadi di dekatnya itu, tetapi gadis itu benar-benar sedang berkonsentrasi mengobati Riel dan berusaha mengabaikannya. "Aduuh! Kalau begini, luka Riel tidak akan pernah bisa sembuh!" bisik batin Alicia.

Akan tetapi,

Ohoooak.

Riel muntah cukup banyak. Darah berwarna hitam keluar dari dalam tubuhnya. Ada bercak putih di antara darah yang keluar itu, sepertinya, racun di dalam tubuh Riel sudah keluar sedikit.

Lalu,

Oohooak.

Riel memuntahkan sekali lagi. Kali ini bercampur busa putih yang berbau pekat.

****

Bersambung.