webnovel

Berbadan Dua

Dewanata sejak tadi terus memperhatikan Dya, putri sahabat karibnya itu tiba-tiba saja datang mengunjungi rumahnya setelah jam makan malam.

"Aku udah minta ayah dan Adri untuk menyusul kesini, kita tunggu sebentar ya om?"

"Oh tentu, kita punya banyak waktu. Jadi, santai saja." Dya menjawab dengan satu senyum simpul.

Semua orang di keluarga Wardana sibuk menebak-nebak alasan kedatangan Dya, tapi Yudistira sepertinya tau jawabannya. Karena sejak tadi, laki-laki itu memperhatikan Dya sembari mengelus bibirnya yang kehitaman karena terlalu sering menghisap nikotin.

"Lo baik-baik aja?" Arjuna bertanya.

"Baik." Jawab Dya singkat, keheningan di ruang keluaga itu berakhir ketika Sadam dan Dewi datang, pasangan suami istri itu langsung menghampiri Dya dengan cemas.

"Ada apa Dya, kenapa kamu minta ayah nyusul kamu ke sini?" Sadam membiarkan istrinya memeriksa keadaan Dya sementara laki-laki itu bertanya lewat tatapan kepada temannya. Dewanata yang sama kebingungannya hanya bisa menggedikan bahu.

"Dya enggak apa-apa bunda."

Adri datang tidak lama setelahnya, laki-laki yang masih mengenakan pakaian kerja lengkap itu sama paniknya dengan Sadam dan istrinya. Adri langsung menghampiri Dya dan memperhatikan kembarannya itu lekat.

"Aku enggak apa-apa." Jawaban singkat itu membuat Adri menghela napas, laki-laki itu bahkan harus melonggarkan dasinya agar bisa mulai bernapas dengan leluasa.

Dya menyesap tehnya sekali lagi sebelum memperhatikan orang-orang yang sudah berkumpul di ruang keluarga, ia tahu mereka semua penasaran dan sedang berusaha menahan diri. Dya tidak lagi ingin mengulur waktu, karena itu ia ambil kotak kecil yang sejak tadi berasa di dalam tas tangannya, begitu tutupnya terbuka Dya bisa mendengar suara orang-orang terkesiap.

"Astaga!" Briani yang paling keras bersuara.

"Dya.. i..ini.." Dewi mengambil alat tes kehamilan yang di tunjukan oleh anaknya dengan tangan bergetar, air matanya sudah tumpah membayangkan bagaimana kehidupan putrinya itu nanti.

"Dya.."

Dya mengangguk mantap, tatapannya tidak ragu ketika menatap mata orang tuanya dan juga Adri. "Iya, aku hamil."

Dewi langsung memeluk suaminya dan terisak di sana, sedangkan Adri tidak bisa menahan diri untuk mengumpat sampai kemudian laki-laki itu merasa ada sesuatu yang janggal.

"Kenapa harus di rumah Wardana?" semua orang sekarang menatap Adri.

"Kenapa kamu harus ngasih tau masalah sepenting ini di rumah Wardana?"

Dya berusaha tidak gugup, keputusan sudah bulat. Perempuan itu tidak lagi peduli jika di cap sebagai orang yang egois dan tidak tau malu.

"Karena ayah si bayi ada di rumah ini." Dya kembali mendengar suara orang-orang terkesiap, Briani bahkan harus di pegangi oleh pelayan agar tidak terjatuh.

"Siapa?" Dewanata bertanya dengan dingin."

"Pa-"

"Arjuna." ucap Dya cepat, ia tidak akan membiarkan Yudistira mengambil kesempatan.

"Ayah anak ini Arjuna."

Keadaan ruang keluarga Wardana mendadak ramai, tiba-tiba saja Arjuna sudah tergelak di lantai dan Adri mengajarnya dengan membabi buta. Dewi menangis sesegukan sedangkan Briani sudah tidak sadarkan diri dan harus di bawa ke kamarnya, sedangkan Yudistira menatap Dya dengan tajam.

"Lo harusnya ngaku dari awal, bangsat!" Adri sama sekali tidak memberikan kesempatan bagi Arjuna untuk berbicara.

"Dia adik gue Jun, bangsat emang lo!"

"Dya bohong." Desis Yudistira tajam.

"Bukan Arjuna pah, tapi aku. Yudis adalah ayah dari anak yang ada di kandungan Dya sekarang." Dewanata menatap anak tirinya dengan raut tidak terbaca. Tinju Adri bahkan langsung terhenti begitu mendengar ucapan Yudistira.

"Aku laki-laki yang kalian cari." Desis laki-laki itu tajam, pandangannya tertuju kepada Dya yang juga sedang menatapnya.

"Dya cuma terlalu benci Yudis sampai nekat melempar kesalahan ke Juna."

Dewanata bisa melihat kesungguhan di mata Yudistira, laki-laki itu juga bisa melihat tatapan kebencian yang dengan terang-terangan Dya arahkan untuk anak tirinya. Dewanata mengerti, tapi ia tidak bisa membiarkan Yudistira mendapatkan keinginannya dan membahayakan status putra kandungnya.

"Yudis, papa tau kamu ingin sekali menikahi Dya. Tapi ini bukan siapa yang jauh lebih cocok untuk Dya, Arjuna harus mempertanggunga jawabkan perbuatannya."

"Pa!" Dewanata menatap anaknya dengan dingin.

"Kamu harus menikahi Dya, Juna. Segera." Kepala keluarga itu kemudian bangkit, menghampiri Sadam dengan berani.

"Aku minta maaf Dam, sesuai janji aku. Juna akan mempertanggung jawabkan perbuatannya karena dia bersalah." Dewanata kemudian menaiki tangga setelah mengelus kepala Dya pelan, laki-laki mengabaikan teriakan protes Arjuna dan juga tatapan penuh kecewa dari Yudistira.

***

Medda mengusap air matanya dengan kasar, ia langsung pergi ketika mendengar Dya mengumumkan Arjuna sebagai ayah dari anak yang di kandungnya. Perempuan itu tau kalau hal itu tidak benar, tapi Medda bisa menebak kalau Dewanata tetap akan menikahkan Dya dan Arjuna.

"Ya ampun Medda." Medda berusaha menghentikan tangisannya ketika teman-temannya datang, mereka semua pasti sudah mendengar beritanya.

"Ck..ck..ck.. kasian sekali kamu, pada akhirnya kamu di buang tuan Arjuna kan." Medda memilih diam.

"Haaah, setelah ini enggak akan ada lagi perlakuan istimewa hahaha."

"Bener, non Dya pasti enggak akan ngebiarin kamu dekat sama tuan Arjuna lagi."

Teman-teman sesama pelayannya masih terus bergunjing, Medda yang tidak lagi sanggup mendengarnya memilih untuk pergi.

"Makanya Medda, mimpipun ada batasnya. Sadar diri, orang-orang kaya kita ini cuma akan jadi mainannya tuan muda!" Medda mempercepat larinya, tangannya menggenggam alat tes kehamilan yang sebetulnya ingin ia berikan kepada Arjuna setelah makan malam.

Medda terisak kecang, di belainya perut ratanya dengan tangan gemetar. Ia tidak mungkin bisa menyampaikan kabar kehamilannya kepada Arjuna karena Dewanata pasti akan mengusahakan segala cara untuk menikahkan putranya dengan putri dari keluarga Aksara tersebut.

"Medda." Lagi-lagi pelayan tersebut berusaha menyembunyikan tangisnya.

"Medda.." Pelayan itu menarik napas beberapa kali sebelum akkhirnya memberanikan diri untuk berbalik.

"I.. iya non?" Medda menuduk, tidak sanggup memandang Dya lama meski nona baik hati itu jelas-jelas merasa bersalah.

"Aku minta maaf Medda." Dya berkata lirih.

"Kamu pasti tau kebenarannya, tapi aku bener-bener mohon sama kamu untuk diam. Jangan kasih tau siapa-siapa kalau anak yang aku kandung ini bukan anak Arjuna." Medda meremas alat tes kehamilannya dengan kencang.

"Aku butuh Arjuna Medda, aku butuh dia. Jadi, aku mohon kamu tetap diam ya." Medda menatap Dya lama kemudian menganggukan kepala.

"Iya, saya.. ngerti non." Bisik perempuan itu lirih.

"Saya enggak akan larang kamu untuk dekat sama Arjuna Medda, saya janji. Saya enggak akan melarang hubungan apapun yang ingin kalian jalani nantinya." Dya menggenggam tangan Medda erat.

"Saya hanya butuh status Arjuna sebagai suami saya, itu aja." Medda lagi-lagi mengangguk. Dya yang kesenangan langsung menarik Medda kedalam pelukannya dan mengucapkan banyak terimakasih. Nona kaya itu sama sekali tidak meyadari kebingungan Medda, pelayan perempuan itu tidak mungkin bisa tetap berada di dekat Arjuna dengan keadaannya yang sekarang berbadan dua.