webnovel

Jangan Bermain Api (2)

"Uhuk . . . Uhuk . . ." Ditya tersedak mendengar perkataan Randy.

Randy dengan sigap mengambilkan segelas air untuknya. "Minum dulu, Dit, pelan-pelan."

Ditya meminum air yang diberikan oleh Randy, lalu dia berkata "You know what, brother? If you said like this to another girl, I'm absolutely sure that she would misunderstood and think you are falling in love with her." tawa Ditya.

"Is that your thought?" tanya Randy.

Ditya mengangguk, "He'em . . . But you're lucky it is me. So, I know better that you're just kidding me."

Randy tersenyum, 'Just a kidding? Aku sendiri bahkan tidak tahu apakah ini hanya sebuah lelucon atau perasaan ku yang sebenarnya.'

"Tapi, Kak . . ." lanjut Ditya, " . . . jangan pernah mengatakan hal itu kepada perempuan lain kalau kakak nggak benar-benar mencintai dia. Karena akan menyakitkan bagi dia kalau dia mengetahui kenyataannya."

"Ok, adikku sayang." kata Randy sambil menepuk-nepuk kepala Ditya. "Aku rasa kamu hanya takut kehilangan aku kalau sampai itu terjadi." tawa Randy.

"Ya ampun, Kak. Sejak kapan kakak jadi over-confident seperti ini?" Ditya tertawa terbahak-bahak. Randy yang dia kenal adalah seseorang yang cool dan tidak pernah memuji dirinya sendiri. Karena tanpa itupun semua orang sudah tau bahwa dia itu tampan, pintar dan sangat mengagumkan.

"Ya udah, lanjutin lagi makannya." kata Randy.

-------------------------------------------------

-- Di Jurusan Ilmu Komunikasi --

Di dalam kelas, Levia terlihat sedang menerima telepon dari seseorang.

📞 Halo . . .

📞 Hei, Lev. Kamu masih di kampus?

📞 Iya nih. Kamu lagi di mana?

📞 Aku lagi kumpul sama teman-teman. Nanti malam kita jadi nonton kan?

📞 Jadi dong. Aku kangen kamu.

📞 Aku juga kangen kamu, Lev.

📞 Ok, sampai ketemu nanti ya. Sebentar lagi dosen aku datang.

Levia menutup teleponnya sambil tersenyum. Tanpa dia sadari, Putra masuk ke dalam kelas dan melihat ekspresi Levia saat menutup telepon.

"Kamu nelepon siapa?" tanya Putra curiga.

"Bukan siapa-siapa, kok. Cuma teman aja." jawab Levia kaget.

"Kamu kelihatannya senang sekali. Ada apa?"

"Aku mau kumpul sama teman-teman SMA aku. Ada yang ulang tahun, katanya dia mau traktir. Jadi aku senang akhirnya bisa kumpul lagi sama mereka." Levia berbohong.

"Oh, begitu. Teman kamu perempuan semua? Ada laki-lakinya?"

"Memangnya kenapa, sih, Put? Kenapa kalau aku pergi dengan laki-laki?" tanya Levia kesal.

"Nggak kenapa-kenapa. Aku kan cuma tanya." kata Putra. "Oh ya, nanti malam kamu mau nonton film nggak? Tadi aku searching di website ada film bagus."

"Bagaimana kalau lain kali?" tanya Levia. "Besok mungkin. Malam ini aku mau bantu teman kosan aku. Katanya dia ada tugas kuliah."

"Oh, ok." jawab Putra kecewa.

"Kamu nggak marah, kan?" tanya Levia manja sambil merangkul tangan Putra.

"Nggak kok, sayang." kata Putra sambil memegang tangan Levia.

-- Di Kontrakan Ditya --

Setelah Ditya selesai makan bubur, Randy membawa wadah kotor ke dapur.

"Kak, biar aku aja yang bawa ke dapur" Ditya langsung bangkit dari tempat duduk dan menyusul Randy.

"Udah kamu duduk aja biar aku yang cuci. Kan, aku udah bilang hari ini aku akan merawat kamu sampai teman-teman kamu datang."

"Kak, kalau cuma cuci piring aku juga bisa." kata Ditya sambil mencoba merebut mangkok dari tangan Randy.

Tapi Randy memegang piring itu dengan kencang. Lalu dia berkata, "Kalau kamu mau bantu aku, kamu temani aku aja di dapur. Biar aku ada teman ngobrol."

"Ok." kata Ditya setuju.

Randy dan Ditya pergi ke dapur. Ditya menarik kursi dan duduk di samping Randy yang sedang mencuci piring.

"Kak, terimakasih ya." kata Ditya.

"Untuk apa?"

"Karena udah merawat aku selama ini. Kakak selalu perhatian sama aku." kata Ditya.

Randy berhenti sejenak dan menatap Ditya sambil tersenyum.

Ditya menjadi salah tingkah karena sikap Randy. Bagaimanapun Randy adalah seorang laki-laki dewasa yang memiliki wajah tampan dan senyum yang manis. Dan siapapun yang melihatnya seperti ini pasti akan jadi salah tingkah.

"Kenapa kakak melihatku seperti itu?" tanya Ditya.

"Kamu masih demam ya?" tanya Randy sambil memegang kening Ditya. Ditya menggelengkan kepala. "Kenapa kamu jadi melankolis seperti ini?" tawa Randy.

"Ahh.. kakak!" rengek Ditya, "Aku serius."

"Kadang aku membayang kalau seandainya kakak memiliki adik, apakah kakak masih bersikap seperti ini kepadaku?" tanyanya sedih.

Randy meletakkan piring bersih ke rak piring dan mengeringkan tangannya dengan serbet. Dia lalu menarik kursi yang satu lagi dan duduk dihadapan Ditya.

"Kenapa kamu berpikir seperti itu?" tanya Randy.

"Entahlah, Kak. Aku sendiri bingung. Tapi setiap kali kakak bersikap baik sama aku, aku berpikir sampai kapan kakak akan bersikap seperti ini. Apakah suatu hari nanti kakak akan berhenti memperhatikan aku."

Randy mendengarkan dengan seksama. Ditya terlihat serius dengan setiap kata yang dia ucapkan.

"Mungkin karena aku udah terbiasa dengan semua perhatian yang kakak berikan. Jadi aku takut suatu hari akan kehilangan itu semua." kata Ditya. "Sepertinya aku udah bergantung pada kakak." Ditya sedikit tertawa.

Setiap kata yang diucapkan oleh Ditya membuat Randy senang dan tersenyum sendiri. "Walaupun aku punya adik, aku akan tetap bersikap seperti ini sama kamu. Dan sampai kapanpun, kamu akan menjadi salah satu orang yang paling berharga untuk aku. Jadi kamu nggak usah khawatir."