webnovel

Jangan Bermain Api

Keesokan harinya, demam Ditya belum juga turun. Akhirnya, setelah dibujuk oleh teman-temannya, Ditya memutuskan untuk tidak ke kampus hari ini.

Sementara itu, di Jurusan Ilmu Komunikasi, Putra dan Desta baru saja keluar dari kelas Komunikasi Massa dan Media. Lalu mereka pergi menuju KOPMA untuk membeli camilan sambil menunggu kelas berikutnya.

Setelah membeli beberapa makanan dan minuman, mereka duduk di salah satu taman yang ada di kampus. Disini cukup teduh karena begitu banyak pohon besar nan rindang di sekitar taman, mengingat usia kampus ini sudah sangat tua. Di sekitar taman ada beberapa tempat duduk dan area Wi-Fi, sehingga mahasiswa bisa mengakses internet disini.

Ketika Desta dan Putra sedang makan camilan, mereka melihat Niar, Yuni, Anisa dan Triana melewati jalan yang ada diseberang mereka.

"Des, bukannya itu teman-temannya Ditya ya?" tanya Putra.

"Iya. Kok, Ditya nggak ada? Kemana ya, dia?" tanya Desta begitu dia menyadari ketidakhadiran Ditya.

"Apa mungkin dia masih sakit, ya?" tanya Putra.

"Darimana kamu tahu dia sakit?"

'Duh, kan, nggak mungkin aku cerita kalau kemarin aku mengantar Ditya pulang ke kontrakannya. Nanti Desta cerita sama Levia lagi." kata Putra dalam hati.

"Hmm. . . kan kemarin waktu di bis Niar bilang kalau Ditya badannya panas. Masa kamu lupa, sih?" tanya Putra sambil tertawa.

"Oh, iya, benar juga ya." kata Desta saat mengingat hal itu. "Bagaimana hubungan kamu dengan Levia?" tanya Desta mengubah topik pembicaraan.

"Baik-baik aja, kok."

"Apa dia masih menghindar dari kamu, Put?"

"Nggak. Kemarin kami baru aja jalan bareng." kata Putra santai.

"Oh ya, kapan?"

"Sepulang dari acara kemarin dia menghubungi aku. Dia minta aku mengantarnya mencari beberapa referensi untuk tugas Pak Handoko. Jadi sorenya kami ketemuan lalu pulangnya kami makan malam bersama." jelas Putra.

"Baguslah. Kalau begitu kamu harus jaga baik-baik hubungan kalian. Jangan bermain api dengan mendekati wanita lain." kata Desta sambil memakan keripik kentang.

"Apa maksud kamu? tanya Putra.

"Aku tahu kalau kamu sebenarnya mengerti maksud perkataanku. Jauhi Ditya, jangan melibatkan dia dalam hubungan kamu dan Levia." kata Desta, "Kamu harusnya bisa belajar dari pengalaman sebelumnya ketika hubungan kamu dan Syahira harus putus di tengah jalan karena kehadiran Levia."

"Ditya?" tanya Putra dengan ekspresi terkejut, "Jangan bilang kalau kamu berpikir aku suka sama Ditya?!"

"Entahlah." kata Desta singkat.

"Ya ampun Desta! Bagaimana kamu bisa berpikiran seperti itu. Kamu kan, tahu selera aku seperti apa." kata Putra sambil tertawa.

"Lalu kenapa kamu terus mengganggu Ditya?" tanya Desta.

"Itu karena dia bersikap menyebalkan."

"Bahkan saat Ditya diam pun kamu selalu berusaha menyulitkannya." kata Desta tidak mau mengalah.

"Apa kamu tidak menyadari betapa menyebalkannya dia di hadapan aku? Dia selalu bersikap baik di hadapan kamu tapi sebaliknya. Dia selalu bersikap kasar di hadapan aku dan tidak sopan." jelas Putra berusaha meluruskan kesalahpahaman Desta, "Ketika semua junior bersikap manis kepadaku, hanya dia yang bersikap dingin dan selalu mencari masalah denganku."

"Itu artinya Ditya memiliki mata yang jernih yang mampu melihat diri kamu yang sebenarnya." tawa Desta.

"Wah, ngajak ribut nih orang." kata Putra sambil tertawa.

"Ya, semoga aja apa yang kamu katakan ini benar." kata Desta dengan tenang walaupun sebenarnya dia masih menyimpan kecurigaan terhadap Putra.

Putra hanya tersenyum menanggapi perkataan Desta.

--------------------------------

Suhu badan Ditya masih cukup panas. Tadi pagi dia sudah mencoba makan sesuatu tapi yang ada malah perutnya terasa mual sehingga dia harus memuntahkan kembali makanan yang sudah masuk.

Tepat pada saat itu Randy menelepon Ditya dan mengetahui keadaan Ditya yang sedang sakit. Kira-kira 30 menit kemudian, Randy datang dengan membawakan bubur buatan neneknya.

Ketika Randy tiba di depan kontrakan Ditya, dia meneleponnya.

📞 Halo, Dit. Aku ada di depan kontrakan kamu, nih. Pintunya dikunci, nggak?

📞 Kakak di depan rumah?

📞 Iya, aku bawa bubur buatan nenek untuk kamu.

📞 Ok, aku ke depan sekarang, soalnya pintunya tadi aku kunci.

Ditya langsung bergegas menuju pintu depan dan membukakan pintu untuk Randy. Randy masuk ke dalam rumah mengikuti Ditya.

"Kamu udah makan belum?" tanya Randy.

"Udah kak, tapi keluar lagi. Perut aku mual banget."

"Apa kamu mau aku antar ke dokter?" tanya Randy khawatir.

"Nggak usah kak. Aku minum Paracetamol aja untuk menurunkan demamnya. Nanti juga sembuh." kata Ditya.

"Kalau kamu nggak mau ke dokter, kamu harus makan, ya. Nenek sengaja buatkan kamu bubur begitu aku bilang kamu sedang sakit."

"Tuh, kan. Lagi-lagi aku membuat nenek repot." kata Ditya sedih.

"Nenek nggak merasa seperti itu kok. Dia kan, sayang sama kamu seperti sayang kepada cucunya sendiri. Jadi kamu harus makan bubur yang dibuat oleh nenek ya!" bujuk Randy.

"Iya, deh. Kalau begitu kakak tunggu sebentar ya disini. Aku mau ambil sendok."

"Eittss.. Kamu tunggu aja disini biar aku yang ambil sendok." Randy pergi ke dapur dan kembali dengan membawa sendok. "Sekarang kamu bersandar aja di kursi. Biar aku yang suapi kamu makan."

"Nggak perlu kak. Aku bisa makan sendiri, kok." kata Ditya merasa canggung.

"Udah kamu nurut aja. Pasien itu harus dirawat dengan baik. Ayo sekarang buka mulut kamu." kata Randy sambil menyendokkan bubur ke mulut Ditya. Akhirnya dengan ragu-ragu, Ditya membuka mulutnya dan memakan bubur itu.

Randy merasa senang karena bisa merawat Ditya saat dia sedang sakit seperti ini. Dan itu membuatnya tersenyum.

"Bagaimana rasa buburnya? Enak?" tanya Randy.

"Enak kak. Masakan nenek kan selalu enak karena dibuat dengan cinta." Ditya tertawa.

"Dan kamu juga disuapi dengan penuh cinta." kata Randy, "Jadi rasa buburnya jauh lebih enak lagi."