webnovel

Love Rain

Ara. Seorang gadis yang memiliki sebuah penyakit turunan dari sang ibu, ia harus melakukan hal lain, untuk dapat mengingat sesuatu. Lalu, sebuah mimpi buruk tiba-tiba hadir di malam-malam tidurnya. Mimpi buruk yang selalu membuatnya merasa ketakutan saat terbangun. Juna. Teman masa SMA Ara. Ia menyukai Ara sejak kelas 1 SMA, tapi sampai ia dewasa, ia tak pernah bisa mengungkapkan perasaannya ke Ara. Apalagi, Ara telah memiliki kekasih. Lalu, sebuah kenangan masa lalu, membuat diri Juna selalu diliputi perasaan bersalah dan marah. Dewa. Teman kuliah Ara. Dia anak lelaki yang tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu. Lalu disaat dirinya memiliki kekasih, cinta lamanya kembali hadir. Kembali mengusik percintaan Dewa. Lalu, dapatkah Ara mengetahui tentang penyebab mimpi buruk yang selalu mendatanginya? Dan dapatkah Juna akhirna bisa menyatakan rasa sukanya ke Ara? lalu bagaimana ia menghadapi rasa bersalah dan rasa marahnya akan kenangan masa lalunya? Dan untuk Dewa, bisakah ia menghadapi godaan cinta masa lalu yang tiba-tiba hadir di tengah kisah percintaannya? Sebuah takdir yang akan menuntun mereka, entah mereka mampu menerima atau tidak dalam memperoleh jawaban yang mereka cari selama ini. Karena semua bukan hanya tentang jawaban, tapi tentang cara kita menerima akan sebuah jawaban itu.

Caira_Asmara · Urban
Not enough ratings
397 Chs

Si Kecil yang Ingin Melindungi

"Sammy? Ngapain di sini?" tanya Ara.

"Emm, nyusulin kak Ara." Jawab Sammy sambil duduk di samping Ara.

"Nyusulin gue? Buat apa?"

"Buat ngerokok bareng kakak."

"Haisss, masih belum ngasilin duit jangan coba-coba ngerokok." Ucap Ara sambil mematikan putung rokok yang masih terlihat panjang.

"O iya, lu dianterin sama temen sampai lantai parkir apartemen? Bukannya lebih enak turun di Lobby?"

"Hmmm, tadi rencananya temen mau mampir kak, tapi gak jadi." Jawab Sammy sambil membuka bungkus rokok.

"Hey, ngerokoknya nanti! Lebih enak begini kan, obrolan tanpa asap." Ucap Ara sambil menahan tangan Sammy yang hendak merokok.

"Oke deh kak."

"Gue tahu lho kalau lu udah ada mobil buat aktifitas keseharian lu."

"Seriusan kak? Dari kapan kak?" ucap Sammy dengan ekspresi kaget.

"Dari hari kedua lu nebeng. Gue kira lu udah gak nebeng lagi setelah lu ada mobil, tapi ternyata malah makin sering nebeng." ucap Ara sambil tertawa.

"Kok ketawa kak?"

"Aneh aja, Sam. Pertama, lu tiba-tiba dateng ke apartemen gue dan ngasih bingkisan berupa makanan kesukaan gue. Dan kedua, lu selalu nyari alasan buat selalu bisa nebeng bareng gue, padahal lu ada mobil yang jauh lebih nyaman daripada motor gue. Hmmmm, pasti ada something ya?"

"Kak Ara kenal dokter Fredy Sebastian kan? Walau kecil kemungkinan buat kak Ara ingat beliau saat ini sih," ucap Sammy menjadi lebih serius.

"Dokter Fredy?"

"Iya kak, ponsel kakak mana?" pinta Sammy.

"Buat apa?"

"Sini, aku pinjem sebentar kak."

"Nih" ucap Ara sambil memberikan ponsel ke Sammy.

"Nanti kalau kak Ara udah ingat tentang dokter Fredy Sebastian, kakak telfon aku aja. Nanti aku bakal langsung nemuin kakak, sekarang kita naik aja! udah malem kak," ajak Sammy.

"Oh oke Sam, awas aja lu ngerjain gue."

"Enggak kak, percaya deh sama aku. Yaudah yuk naik?" ajak Sammy lagi.

"Oke." ucap Ara singkat.

***

Ara POV.

"Night, kak."

"Oh. Iya, Sam."

Gue masih memandangi Sammy dengan tatapan penuh tanya, sampai gue terdiam cukup lama di depan pintu apartemen melihat Sammy menghilang di balik pintu 11d.

"Pasti ada sesuatu," batin gue.

Lalu gue bergegas memasuki apartemen dan menuju secret room. Mencari sebuah box yang mungkin mampu membuat gue ingat tentang kalimat Sammy tadi. Ada beberapa box bertulis kan masa putih biru, putih abu-abu, masa kepergian dan masa perawatan. Gue memutuskan membuka box bertuliskan masa perawatan.

Ditumpukan pertama gue melihat sebuah foto, ada 4 orang di dalam foto tersebut termasuk gue. Lengkap dengan stiker nama disetiap orang yang terfoto.

Ada seorang pria dewasa berperawakan tinggi dan bermata indah dengan stiker bertuliskan papa dengan symbol love. Lalu wanita manis berrambut panjang dengan senyum indah merangkulkan kedua tangannya di pundak seorang gadis kecil dengan stiker nama bertuliskan mama dengan symbol love juga.

Lalu seorang pria berjubah dokter dengan wajah oriental yang terlihat tampan dan gagah dengan stiker bertuliskan dokter Fredy. Ternyata dokter yang disebut oleh Sammy tadi adalah dokter yang dulu sempat ngerawat gue. Bergegas gue ambil ponsel lalu mendial ulang panggilan keluar yang sempat Sammy lakuin tadi.

"Hallo," ucap seorang pria yang Ara tahu pasti Sammy

"Sam."

"Kak Ara?"

"Gue yang ke sana atau lu yang mau ke sini?"

"Aku yang ke sana aja kak." ucap Sammy.

"Oke," belum sempat Ara mematikan sambungan telfon, bunyi bel apartemen sudah berbunyi.

Bergegas Ara menuju pintu sambil mematikan telfon.

"Masuk Sam!"

"Iya, kak."

"Mau minum apa?" tawar gue.

"Kakak gak mau langsung nanya sesuatu ke aku?" ucap Sammy.

"Setidaknya harus ada minuman di obrolan ini Sam, gue juga butuh minum."

"Oh, oke kak."

Lalu gue beranjak ke dapur untuk membuat dua gelas hot choco, menaruh tas yang masih berada di pundak dan mencuci muka di zink dapur. Setelah hot choco tersaji, gue dan Sammy duduk di sofa menghadap jendela besar yang memperlihatkan kerlip lampu malam di jalanan dan pemukiman ibukota.

"Lu, kenal dokter Fredy Sebastian dari mana, Sam?"

"Kak Ara udah ingat?"

"Udah."

Sammy mencoba menyesap sedikit hot choco lalu perlahan mulai membuka kembali obrolan.

"Sebenernya, aku anak dari dokter Fredy Sebastian kak?"

"Anak? Jangan ngaco deh Sam."

"Aku seriusan kak, aku Sammy Raharja Sebastian anaknya Fredy Sebastian."

"Terus alasan lu ada di sini kenapa? Buat ngawasin gue?" tanya Ara.

"Iya kak."

"Apa yang lu tahu tentang gue selama ini?"

"Semuanya kak."

"Semuanya? Apa pak dokter cerita semuanya tentang kelainan gue ke elu?" ucap Ara sedikit emosi.

"Itu bukan kelainan kak, kak Ara pasti bisa sembuh."

"Sembuh dalam artian apa, Sam?"

"Sembuh dalam artian bisa sama seperti orang lain, kak."

"Berarti gue emang punya kelainan kan, Sam? Dan penyakit gue bukannya hampir sama seperti demensia? Yang ada, kedepannya gue bukan sembuh Sam, tapi malah makin lupa segala hal." ucap gue sedikit kesal.

"Bukan gitu kak maksud aku," jawab Sammy sedikit frustasi untuk menjelaskan.

"Berarti, pas awal kita ketemu lalu gue minta foto bareng itu, lu udah tahu alasannya?"

"Udah kak."

"Terus, kenapa lu bisa tahu gue ada di sini? Padahal gue udah memutuskan untuk berhenti perawatan 3 tahun yang lalu, bahkan mengganti nomer ponsel, email dan pindah rumah."

"Papa minta bantuan orang ahli kak, karna papa udah dapat amanah buat jagain kak Ara."

"Amanah? Dari siapa?"

"Entah aku gak tahu, kak. Karna papa gak menceritakan detailnya."

"Terus?"

"Sebenernya papa minta orang lain untuk ngawasin kakak, tapi aku yang ngajuin diri buat ngawasin kakak."

"Alasan lu buat ngajuin diri, kenapa?"

"Awalnya aku gak percaya soal cerita papa tentang konsisi kakak, tapi entah kenapa aku jadi penasaran kak."

"Ohh, karna penasaran ada orang seaneh gue ya? Lalu, sejauh ini apa yang udah lu dapet dari pengawasan lu itu?"

"Aku gak anggap kak Ara aneh, kak. Dan sejauh ini, menurut aku kak Ara baik-baik aja."

"Makasih karna gak anggap gue aneh, Sam. Dan gue bakal baik-baik aja Sam, sampai kapan pun itu," ucap gue bersemangat.

Padahal gue tahu, Sammy masih menganggap gue aneh dan tidak baik-baik aja. Terlihat jelas di sorot matanya, tapi setidaknya gue harus tetep bersyukur karna dokter Fredy masih memikirkan kondisi gue sampai saat ini. Entah amanah dari siapa, yang jelas bertambah satu orang yang mengetahui rahasia gue.

"Yaudah kalau gitu, sana pulang! Besok sekolah kan?"

"Iya kak, aku pulang ya kak?"

"Oke Sam, thanks ya."

"Iya kak," jawab Sammy sambil bergegas menuju pintu apartemen.

Tinggal beberapa langkah menuju pintu, Sammy membalikkan badan lalu berucap.

"Kak?"

"Hmm."

"Kak Ara percayakan sama Aku?"

"Iya, gue percaya kok sama elu. Kenapa emangnya?"

"Panggil aku disaat kakak butuh bantuan ya?"

"Hahaha, iya Sam iya. Yang ada malah elu Sam yang butuh bantuan gue."

"Ini seriusan kak, aku gak lagi bercanda" ucap Sammy tegas.

"Iya Sam iya. Kalau gue inget, pasti gue bakal panggil elu. O iya, karna lu udah tahu rahasia gue, berarti lu harus tanggung jawab ya buat jaga rahasia itu!"

"Iya kak pasti, yaudah aku balik kak?"

"Oke Sam."

"Night kak."

"Night too, Sam."

Apakah diantara kalian ada yang merokok? Jika ada, dalam kondisi seperti apa sih yang ngebuat kalian pengen banget merokok?

Caira_Asmaracreators' thoughts