webnovel

Senjata Baru

"Latihan selanjutnya adalah mengontrol penggunaan mana." Kata ibuku yang bergerak ke tengah ruangan, aku mengekorinya dari belakang. "Seperti yang aku jelaskan padamu sebelumnya, sekarang coba alirkan seluruh manamu ke seluruh tubuh."

Aku mengangguk, lalu mencoba untuk merasakan mana yang mengalir dalam tubuh. Aku menyebarkan mana itu ke setiap bagian tubuh tanpa terkecuali. Aku dapat merasakannya, aliran yang begitu deras dan sangat kuat dari bagian perut sampai kepala, tapi di bagian pinggul ke bawah aku hampir tidak bisa merasakan aliran mana sama sekali.

Aku berusaha mendorong mana di bagian atas menuju ke bagian bawah, saat aku berhasil melakukannya malah terjadi sebaliknya. Lalu aku mencoba membayangkan sesuatu yang setidaknya mampu membantuku dalam mengalirkan mana.

Aku membayangkan banyak pipa yang saling terhubung tanpa ada ujung. Pipa-pipa itu mengelilingi seluruh bagian tubuh dan terpasang secara terstruktur. Lalu aku membayangkan air yang keluar dari pipa bagian atas-kepala.

Air itu perlahan mengalir jatuh ke bawah melalui sebagian pipa yang disediakan. Hampir tidak ada ruang yang kosong sampai pada akhirnya air itu sudah menyentuh pipa bagian bawah-telapak kaki. Lalu aku mengatur kembali air itu agar naik ke atas melalui jalur pipa yang berbeda.

Aku mengulangi siklus itu secara bersamaan, di setiap inci dinding pipa aku atur untuk menyerap sebagian air sebagai cadangan saat nanti air itu habis aku gunakan. Tidak hanya itu saja, aku menambahkan kran air di pipa bagian atas yang bersumber dari luar.

Ide ini muncul secara tiba-tiba di kepalaku, aku tidak tahu apakah cara ini berhasil untuk menambah stok mana. Karena aturannya mana itu berasal dari dalam tubuh, bukan dari luar tubuh.

Tapi di luar dugaan, kran yang aku bayangkan tadi mengeluarkan air walaupun sedikit. Itu berarti ada cara untuk menciptakan atau menyerap mana baru dari luar, tapi dari mana sumber mana itu? Apa ada penjelasan khusus tentang ini?

Sebelum aku memikirnya jauh lebih dalam lagi, aku mendengar suara ibu menyebut namaku. Aku baru menyadarinya bahwa tubuhku mengeluarkan cahaya berwarna biru tua, atau ini biasa disebut sebagai aura.

"Bagaimana caramu melakukannya Light?" Tanya ibuku dengan nada penasaran.

"Aku hanya membayangkan mana yang mengalir di dalam tubuhku, dan juga aku menambahkan sebuah kran untuk mengeluarkan mana yang sumber entah dari mana." Jelasku, dengan berharap ibuku memahaminya dan menambahkan sesuatu.

"Membayangkan? Kran? Dan itu muncul begitu saja?"

Aku mengangguk, aku bingung dengan ekspresi kebingungannya, bukannya ini hal yang umum buat para pengguna?, pikirku.

'Ini adalah kekuatan spesial dari Pathermu, kamu beruntung mendapatkanku.' Jelas Mirach di pikiranku.

"Apa kamu sudah mempelajari teknik-teknikmu sebelumnya Light?" Kata ibuku.

"Iya, kata Patherku cukup bayangkan sesuatu maka itu akan muncul, asalkan itu masih berhubungan dengan mana." Jawabku, dari perkataan Mirach tadi, kelihatannya Patherku sangat berbeda dengan milik ibu. Selain bentuknya, apakah memang setiap Pather ada jenisnya? Keunikannya? Tapi jika itu memang ada kenapa tidak dipelajari waktu di sekolah dulu?

"Bahkan membayangkan teknik sekali pun?"

"Iya, tapi walaupun aku bisa membayangkan teknik sebaik apapun, aku butuh mempelajarinya dan melatihnya dulu, seperti teknik peluru petir tadi."

"Jadi saat kamu berinteraksi dengan Pathermu, kamu tidak mendapatkan dan memilih teknik-teknik yang didapat?" Ibuku mengeluarkan sebuah buku catatan kecil dari saku, dia terlihat sedang menulis sesuatu. "Ini kasus yang unik, rahasiakan ini dari siapapun, oke?"

Aku mengangguk dua kali sebagai tanda untuk menjawab kedua pertanyaan yang dia lontarkan sekaligus. Aura di sekitar tubuhku mulai meredup, tapi walaupun begitu aku masih bisa merasakan mana yang mengalir secara teratur dan lebih stabil di seluruh tubuh.

"Jangan khawatir, aura itu muncul saat kamu berhasil membuka Ultivorld tahap pertama." Jelas ibuku sambil memasukkan kembali bukunya ke dalam saku.

"Ultivorld?" Tanyaku kebingungan.

"Setiap pengguna yang sudah mampu menguasai mana di dalam dan di luar tubuhnya, akan bisa membuka aliran mana yang baru." Ibu memasang mode berpikirnya, "Lebih tepatnya, mereka tidak akan pernah kehabisan mana selama memakai aliran mana yang baru, itulah yang disebut Ultivorld. Walaupun begitu ada batas waktunya juga, yaitu sekitar 2 menit dan bisa bertambah jika penggunanya bisa mencapai ke tahap yang lebih tinggi."

"Ah... aku mengerti, aku akan mempelajarinya lebih dalam lagi saat di akademi nanti."

"Sayangnya itu tidak akan pernah diajarkan di akademi, karena yang berhasil mencapai Ultivorld Cuma sedikit. Apa yang terjadi padamu adalah hal yang unik, entah itu berasal dari dirimu sendiri atau dari Pathermu." Ibu kembali melanjutkan langkahnya dan berhenti di tengah ruangan. "Kamu bisa mempelajarinya secara otodidak, atau bisa meminta bantuanku dan orang lain yang bisa mengaksesnya. Tapi untuk sekarang aku hanya akan melatihmu teknik dasar pengguna petir, untuk Ultivorld masih ada lain waktu, karena akan butuh waktu yang lama."

"Begitu ya." Kataku dengan nada sedikit kecewa, tapi memang benar bahwa Ultivorld terlalu awal untuk diriku sekarang. Yang harus aku lakukan terlebih dulu adalah mampu menguasai teknik dasar yang sudah ada, atau bahkan menciptakan beberapa teknik baru yang efisien dalam penggunaan mana.

Selain itu, aku harus memahami lebih dalam tentang Mirach, banyak hal yang tidak aku ketahui tentangnya, dan mungkin ada beberapa fitur-fitur unik lainnya.

"Oke, keluarkan teknik peluru petir yang sama saat aku lakukan tadi. Tapi... kombinasikan dengan apa yang kamu pelajari barusan." Ibu menunjuk ke arah tembok yang masih bersih. "Tembak ke arah tembok itu."

"Siap." Aku mulai mengarahkan tangan kiri ke arah tembok tadi, aku membayangkan bola petir yang lebih kecil tapi mencoba dengan tidak mengurangi kepadatan mananya.

Aku langsung menembakkan peluru petir ke arah tembok, tidak hanya itu aku langsung mengisi ulang lagi dan menembakkannya, aku mengulanginya cara itu berulang kali.

Peluru petir keluar secara beruntun dari tangan kiriku sehingga menciptakan kerusakan yang sangat parah di tembok, jauh lebih parah dari punyaku sama ibu sebelumnya. Ini merupakan kemajuan bagiku, memperkecil dan mempercepat waktu isi ulang peluru petir tanpa mengurangi daya kerusakan yang dihasilkan.

Bahkan ibu yang berada di sampingku terlihat sangat terkejut, dia langsung menatap ke arahku dan menatap kembali ke arah tembok yang rusak. "Setiap generasi selalu mengejutkan, aku percaya itu."

Ibu kembali menoleh ke arahku, dia memintaku untuk melakukannya kembali. Aku menuruti keinginannya dan menembak ke arah samping tembok yang rusak tadi. Aku berhasil melakukannya dengan daya kerusakan yang sama dengan sebelumnya.

"Aku mengerti sekarang." Kata ibuku dengan nada yang terlihat senang, "Kalau begitu kita beralih ke latihan selanjutnya."

Ibu menjentikkan jarinya, seketika atap terbuka dan sinar matahari mulai masuk menyinari seluruh ruangan. "Aku pernah bilang kalau pengguna petir sangat mengandalkan pertarungan yang sesingkat mungkin kan?"

Aku mengangguk mengerti, lalu aku melihat ke atas dan menebak-nebak latihan apa yang akan ibu berikan padaku.

"Teknik ini merupakan salah satu keunggulan pengguna petir, kita bisa bergerak secepat mungkin asalkan itu masih dalam jangkauan kita. Dengan bantuan Pathermu, kamu harus menyalurkan mana ke sesuatu yang tersedia di alam ini." Kata ibu, aku mengerti.

Elemen dasar adalah elemen yang pada umumnya memang berasal dari alam itu sendiri, itulah sebabnya kenapa elemen-elemen ini bisa diakses dengan mudah. Pengguna hanya perlu menggunakan mananya untuk disalurkan ke elemen yang cocok, tapi karena tubuh manusia itu sangat terbatas dalam hal ini maka diperlukannya Pather, yaitu alat yang membantu menstabilkan tubuh pengguna, mana, dan alam agar bisa bersatu.

"Coba lihat ini." Ibu mengambil pulpen yang terselip di saku dadanya, lalu dia melemparkan pulpen itu jauh ke atas dan seketika tubuh ibuku berpindah ke tempat pulpen itu berada. Dia melayang sesaat di udara dan jatuh ke bawah dengan anggun.

Tangan kanannya memegang pulpen yang dia lempar tadi, lalu dia berjalan ke arahku. "Petir adalah bagian dari alam, ada 2 teknik kecepatan yang bisa kamu pelajari. Teknik pertama adalah melalui perantara, yaitu sama seperti yang aku lakukan tadi... kamu memindahkan sedikit mana petirmu ke suatu benda dan benda itu akan menjadi perantaranya, kamu bisa memakai banyak benda sebagai perantara sekaligus dan itu sangat membantu dalam pertempuran yang sesungguhnya nanti.

"Yang kedua adalah tanpa perantara, ini adalah teknik kelas tinggi dan butuh kontrol mana yang baik. Kamu bisa berpindah sesukamu tanpa harus perantara asalkan kamu masih bisa melihat tempat yang ingin kamu tuju, ini adalah teknik yang mengandalkan indra penglihatan. Cara kerjanya adalah kamu harus melepaskan banyak mana petirmu dan membiarkannya bersatu dengan alam, lalu kamu fokuskan sebagian mana yang lain ke kedua mata dan lihat ke tempat yang ingin kamu tuju. Tapi untuk sekarang, aku akan mengajarimu teknik yang pertama saja." Tambahnya.

"Baiklah. Tapi kalau aku bisa menguasai teknik kelas tinggi itu, bakal terlihat keren kan bu?" Kataku dengan nada sedikit bercanda, berharap dia mengerti maksudku dan mau mengajarinya juga.

"Jika masih ada sisa waktu nanti, aku akan mengajari teknik itu juga. Tapi sekarang selesaikan dulu dasarnya." Ibuku berjalan ke arah tembok yang hancur tadi, dia mengambil beberapa serpihan tembok dan membawanya ke arahku. "Gunakan ini untuk membantumu latihan."

Aku mengambil salah satu serpihan itu, merasakan kembali manaku dan berusaha untuk mentransfernya sedikit ke serpihan kecil yang aku pegang. Saat sebagian kecil manaku berhasil berpindah, tiba-tiba serpihan kecil itu hancur menjadi debu atau pasir.

Aku melihat ke arah ibu, dia tersenyum dan menodongkan kembali serpihan lainnya. "Tidak semua orang bisa melakukan sesuatu secara instan, silahkan coba lagi."

Aku mengambil salah satu serpihan yang ada di tangan ibu, kali aku mencobanya dengan sesuatu yang berbeda. Aku tidak akan langsung mentransfernya begitu saja, tapi harus aku lakukan secara perlahan dengan bantuan keunikan membayangkan sesuatu milikku, Patherku.

Aku membayangkan sedotan di setiap kedua telapak tangan yang menghubungkan aliran mana di dalam tubuh dengan sesuatu di luar tubuh, apapun itu.

Hal ini berbeda dengan konsep kran yang aku bayangkan sebelumnya, jika kran akses keluar masuknya bisa dibuka tutup sesuka hati, sedangkan sedotan tidak bisa melakukan hal itu, hanya saja sedotan memperlambat keluar masuknya mana dengan dibutuhkannya sedikit tarikan.

Tentu saja tarikan yang aku maksud berasal dari gravitasi milik benda kecil yang aku pegang. Aku mengerti gravitasi saja tidak cukup, jadi aku juga memanfaatkan mana alam sekitar untuk ikut membantu menariknya.

Contohnya mana alam sekitar adalah sisa-sisa mana yang berasal dari teknik yang aku dan ibu keluarkan barusan, seperti yang aku pelajari sebelumnya elemen dasar berasal dari alam itu sendiri, yang berarti mana ikut terlibat dalam penciptaan elemen dasar dan bisa berkeliaran di alam, teknik kelas tinggi biasanya memanfaat mana dari alam.

Mana yang aku pindahkan melalui sedotan berjalan dengan baik, tidak terlalu banyak sehingga tidak membuat serpihan itu hancur. Saat aku merasa sudah cukup, aku menghentikan transfer itu dengan cara memutus sedotannya, jika aku ingin mentransfernya lagi tinggal menyambungkannya dengan cara membayangkannya lagi.

Aku melemparkan serpihan itu ke udara dan memfokuskan mana yang mengalir di seluruh tubuh agar bisa merasakan manaku yang berada di serpihan tadi. Seketika aku dapat merasakan mana kecil yang berada jauh di atas, tiba-tiba tubuhku melayang dan aku dapat melihat serpihan yang aku lempar tadi tepat di hadapanku.

Aku berhasil menangkap kembali serpihan itu tapi tidak dengan mengontrol tubuh di udara, aku terjatuh tidak epik dengan kaki dulu yang mendarat secara tidak seimbang lalu aku jatuh tersungkur ke depan.

Aku melihat ibu menertawakanku sambil bertepuk tangan, seolah-olah aku adalah badut yang berhasil menghiburnya. Aku berdiri sambil membersihkan debu-debu yang menempel di pakaianku, walaupun aku tahu nanti pasti akan kotor kembali. Aku melakukannya karena aku tidak tahu harus bersikap bagaimana.

"Bisa berhenti menertawakanku bu?" Kataku sambil berjalan mendekatinya tetapi dengan pandangan menuju ke arah yang lain.

"Itu percobaan yang hampir sempurna Light." Kata ibu sambil menurunkan intensitas tertawanya, dia lalu mengambil serpihan yang berada di bawahnya dan memberikannya kepadaku. "Ini, coba lagi."

"Oke, tapi jangan tertawa?" Kataku.

"Iya-iya, oh ya... saat kamu sudah berada di atas jangan lupa untuk mengombinasikannya dengan peluru petir. Oke?"

"Bagaimana aku bisa mengombinasikannya kalau mendarat saja masih belum menguasainya." Gerutuku.

Ibu hanya tersenyum, aku kembali ke tempat semula lalu mengulangi teknik yang sama. Di percobaan kedua dan ketiga aku gagal dalam melakukan pendaratan, di percobaan ke empat aku malah menghancurkan serpihannya lagi.

Aku melakukan hal-hal itu secara berulang kali dan tanpa sadar hari sudah siang. Ruangan terasa sangat panas karena atapnya dibuka tadi, ibuku berteriak dari tepi ruangan untuk menyuruhku beristirahat.

"Sebentar!" aku kembali mencoba teknik ini, mungkin aku harus memberi nama setiap teknik yang aku pelajari, akan aku pikirkan nanti malam saja.

Di percobaan yang entah ke berapa, akhirnya aku berhasil melakukannya. Aku mampu mendarat dengan lancar ditambah dengan penggunaan mana yang tidak terlalu berlebihan.

Aku mencobanya sekali lagi, kali ini dengan mengombinasikannya dengan peluru petir. Di percobaan perdanaku itu berhasil, aku berhasil menembakkan peluru petir sambil melayang di udara, aku juga mampu mengontrol tubuhku saat mendarat. Untuk memastikannya sekali lagi, aku melakukan hal yang sama secara berulang-ulang dan tidak pernah gagal.

Aku melihat jam tangan di tangan kanan dan di situ tertulis waktu dan apa saja kesalahan yang aku lakukan selama ini. Saat aku melihat data dari teknik peluru petir, aku melihat bahwa mana yang aku buang tidak terlalu banyak, berarti yang kurang dariku selama ini adalah stamina.

Ibu menghampiriku sambil membawa dua buah roti di tangan kanannya, dan di tangan kirinya dia menarik sebuah koper yang cukup besar.

"Selamat!" Kata ibu sambil menawarkan roti, aku langsung mengambil salah satu roti itu lalu mengambil posisi duduk.

"Sebagai hadiah karena kamu telah mempelajari dua teknik selama setengah hari saja," Ibu duduk tepat di depanku, dia menaruh kopernya di antara kami. "Dan sebagai hadiah ulang tahunmu walaupun itu sudah lewat."

Ibu membuka koper itu, dia berusaha memosisikan koper itu agar bisa terlihat sama aku juga. Saat dia membukanya, terlihat dua buah senjata yang berupa pisau belati dengan bentuk yang berbeda.

Ibu mengeluarkan salah satunya dan mengangkatnya ke atas sampai aku bisa melihat sepenuhnya. Pisau itu memiliki panjang sekitar 18 inci, mempunyai dua sisi tajam yang berwarna biru metalik, gagangnya berwarna biru tua dengan corak bergelombang di tepinya yang berwarna kuning keemasan, di tengah gagang itu tercetak tulisan XV yang warnanya mengikuti corak lainnya.

"Ini adalah Pather jenis senjata model Daggers ke 15. Hanya ada 2 di daratan ini dan kamu berhak memiliki salah satunya." Ibu memberikannya padaku, lalu dia mengeluarnya pisau satunya.

Pisau itu memiliki bentuk yang berbeda dengan sebelumnya, memiliki dua sisi tajam yang bergelombang dan tidak lurus seperti yang pertama, berwarna putih metalik. Sedangkan untuk gagangnya berwarna biru tua dengan corak yang berbentuk awan, corak itu berwarna emas dan tidak ada logo sama sekali.

Saat ibu memberikannya kepadaku dan aku memegangnya, aku baru melihat tulisan yang warnanya hampir menyatu dengan sisi tajamnya, tulisan itu berada di salah satu sisi yang bertuliskan namaku, Light.

"Itu hanya ada 1 tahu, aku buatkan spesial untukmu." Kata ibu sambil mengelus kepalaku.

"Tapi bukankah Pather jenis senjata ini harus disesuaikan sama elemen dasar pengguna... bagaimana ibu bisa mengetahui elemen dasarku yang notabene baru muncul kemarin?' Kataku dengan rasa penasaran yang tinggi.

"Karena senjata yang berwarna biru itu bisa menyesuaikan dengan elemen dan mana setiap orang, maka dari itu agar tidak disalahgunakan kamu harus membuat kontrak antara Pathermu dengan senjata ini." Ibu menunjuk pisau biru yang berada di tangan kananku, lalu menunjuk ke pisau putih bergelombang yang berada di tangan kiriku. "Kalau yang itu memang aku buat khusus dengan bantuan darahmu, jadi elemen apa yang kamu dapat nantinya senjata ini akan menyesuaikannya."

"Kapan ibu mengambil darahku?"

"Saat umurmu masih 15 tahun, ketika kamu tes golongan darah, aku meminta ke dokternya langsung." Kata ibuku sambil tersenyum. "Baiklah, mari kita lanjut makan lalu kamu bisa berlatih dengan senjata barumu."

---

Setelah menghabiskan makanan kami, aku melakukan kontrak dengan pisau biru melalui Patherku, sedangkan untuk pisau satunya tidak perlu kontrak karena memang tercipta dari darahku, setidaknya itu kata ibuku yang merupakan ahli senjata Pather.

"Dawn Tail." Kataku sambil mengangkat pisau putih bergelombang yang ada di tangan kiri lalu menunjukkannya ke ibu. Lalu aku mengangkat tangan kanan yang berisi pisau biru dan menunjukkannya juga. "Dan Sky Slayer."

"Nama yang bagus, Light." Ibu berdiri dari posisi duduknya dan menyingkirkan kopernya ke tepi ruangan. "Saatnya kamu berlatih menggunakan kedua senjata itu."

"Bagaimana dengan teknik kelas tingginya?" Kataku sambil berdiri dan berjalan ke tempat ibu berada.

"Kamu akan mempelajarinya sekalian."