49 Rencana Olivia

Suara televisi menemani irama dentingan garpu dan sendok yang menari-nari di atas piring. 

Olivia Garibaldi, sedari tadi sibuk menambahkan makanan ke atas piring suaminya.

"Makannya yang banyak, akhir-akhir ini kamu kecapekan, nanti kalau sampai kolaps, gimana? Apa kamu tega lihat aku jadi janda kembang kaya raya? Nanti kalau banyak yang godain aku, gimana?" Ia mencereweti suaminya yang hanya tersenyum melihat tingkahnya yang seperti ibunya sendiri, mengawasinya yang tengah sarapan bak anak kecil.

Tak lama kemudian, sesosok lelaki muda terlihat sedang menuruni tangga. 

"Daniel! Cepat makan nak, nanti keburu dingin makanannya" Olivia segera berteriak ketika ia melihat Daniel, karena ia takut Daniel akan segera 'melarikan diri' ke kantor kalau ia tak langsung memanggilnya.

Noah mengerutkan keningnya, "Bukannya Daniel biasanya sarapan buah apel atau pir?" Tanyanya sambil memakan makanannya yang berupa campuran gandum, buah-buah dan biji-bijian kering, yogurt serta buah-buahan segar.

"Ssshhh!" Olivia mendelik pada Noah, suaminya.

Daniel tersenyum melihat tingkah ayah dan ibunya yang sudah tak muda lagi namun selalu terlihat seperti sepasang kekasih muda.

baginya, hubungan kedua orang tuanya itu adalah family goal-nya di masa depan.

Ia segera duduk di seberang ibunya, mereka berdua duduk tepat di sebelah ayahnya. Ia juga lalu mengambil sepiring potongan apel dan pir yang baru saja dipersiapkan oleh salah seorang pelayan.

Daniel menggigit potongan apel tersebut. Ia meringis menahan rasa asam manis dari lemon yang melumuri buah apel, agar apel itu tak mudah berubah warna.

Olivia melihat raut wajah Daniel baik-baik. Ia berusaha membaca suasana hati anaknya.

Daniel terlihat persis seperti suaminya ketika ia masih muda dulu. Dingin dan kaku. Namun, sebenarnya sikapnya sangat baik dan suka menolong, meskipun Noah lebih sering bersikap apatis[1] dan jarang memulai pembicaraan kecuali dengan orang-orang yang dekat dengannya.

"Daniel, kamu tahu kan, dua minggu lagi mama ulang tahun?" Tanyanya ragu-ragu, sambil tetap memperhatikan raut wajah Daniel.

Sementara Noah, ia sibuk menghabiskan makanan yang setiap pagi selalu disiapkan oleh sang istri tercinta, meskipun itu adalah sarapan sederhana yang dapat dipersiapkan oleh siapapun, namun Olivia tak pernah membiarkan orang lain mempersiapkan makanan untuk suaminya, ia benar-benar menjaga diet suami dan anaknya.

Olivia menyodorkan segelas susu hangat untuk Daniel.

Daniel menyipitkan matanya, dari dulu ibunya tak pernah berubah, selalu menganggapnya seperti anak sekolah di usia pertumbuhan, padahal tingginya saja saat ini sudah 186 cm dan berumur 27 tahun.

"Diminum dulu, ini bagus untuk tulang! Mama belinya mahal, lho! Waktu mama main ke Paris beli tas Birkin bareng tantemu!" Olivia buru-buru bicara, takut Daniel menolak susu buatannya.

Daniel tahu usaha ibunya, ia lalu menegak habis susu itu tanpa mengatakan sepatah katapun.

"Mama mau hadiah apa?" Daniel bertanya, meskipun ia tahu apa yang diinginkan oleh ibunya itu.

Olivia tersenyum lebar, ia lalu berkata, "mama nggak mau hadiah, mama hanya mau kamu hadir di pesta ulang tahun mama" jawabnya, sambil tetap tersenyum penuh harap.

Baik itu pesta ulang tahun, pesta kebun, barbekyu akhir pekan, arisan, ini itu, ibunya selalu memiliki alasan untuk membuat pesta di rumah mereka. Alasannya sederhana, Olivia tak suka kesepian sendirian dirumah karena baik suami dan anak satu-satunya itu sangat suka bekerja. Mereka memang workaholic[2].

Noah pun sama sekali tak keberatan dengan sikap istrinya yang sangat senang dengan kegiatan kumpul-kumpul.

Toh acara seperti itu tak ada harganya baginya, walau pun jika sang istri mengadakan pesta besar-besaran selama 24 jam 365 hari setiap tahunnya.

Keuntungan Garibaldi Conglomerate saja sudah sanggup untuk menghidupi berpuluh-puluh keturunan mereka jika mereka melanjutkan legasi perusahaan keluarga itu dengan bekerja dengan giat seperti yang ia dan Daniel lakukan selama ini.

Jika keturunan mereka tak bekerja seumur hidup dan bersikap boros, mungkin mereka hanya bisa berleha-leha sebanyak beberapa keturunan saja.

"Hmmm…" Daniel hanya menjawab sekenanya.

Melihat jawaban Daniel yang apatis, Olivia segera menambahkan, "Ayesha baru pulang dari Los Angeles, ia baru saja lulus kuliah!".

Melihat tak ada jawaban dari Daniel, ia melanjutkan, "kamu ingatkan, Ayesha anaknya om Ganesha?" Ia bertanya penuh harap jika Daniel mengingat gadis itu.

Daniel tetap terlihat tak tertarik. Ia tahu alasan ibunya.

Olivia selalu menggunakan kesempatan di setiap pesta yang dibuatnya untuk menjodohkan Daniel dengan salah satu anak perempuan dari kenalan-kenalan dekatnya. 

Ia sama sekali tak rela bila akhirnya Daniel berakhir bersama dengan Mickey atau pun Aaron.

Bukannya ia homophobic[2], tapi Daniel adalah satu-satunya anak mereka dan juga penerus keluarga mereka.

Bila Daniel berakhir dengan sesama lelaki, apa jadinya nanti?

Ia mulai menyalahkan rahimnya yang terlalu lemah untuk melahirkan anak kedua.

"Hhmmm… Ma, Velina juga sudah pulang!" Daniel mendesah sambil menatap ibunya.

Seketika, wajah Olivia secemerlang langit biru.

"Yang benar? Kamu nggak bohong, kan?" Ia bertanya dengan nada yang sangat ceria. 

Olivia tahu selama ini Daniel sangat menyukai wanita muda itu, sampai-sampai anaknya ini apatis dengan wanita manapun yang ia kenalkan dan jodohkan untuknya. Padahal, wanita-wanita yang ia jodohkan tak kalah dari Velina. Mereka semua sama cantiknya, sama kayanya, dan latar belakang mereka juga tidak buruk.

Namun, apalah daya jika hati sudah berkata?

Daniel hanya mengangguk melihat sikap ibunya yang tiba-tiba berubah.

"Kalau begitu, kamu harus undang dia ke pesta mama, ya! Mama tuh bosan lihat Marino terus! Gadis-gadis yang mau mama jodohkan untuk kamu malah melirik dia semua!" Ucapnya cepat-cepat karena terlalu bersemangat.

Sedetik kemudian, ia menyesali ucapannya.

Ia hanya nyengir lebar melihat Daniel menatapnya tajam.

Tanpa sengaja rencana rahasianya untuk menjodohkan anaknya terungkap. Meskipun, Daniel sebenarnya sudah lama tahu dari dulu jika ibunya itu selalu memiliki agenda khusus untuknya.

"Baiklah!" Daniel tersenyum sambil melanjutkan sarapannya. 

Ia merasa senang karena memiliki alasan untuk bertemu lagi dengan Velina, mengantarkan undangan itu langsung kepadanya dan juga bertemu lagi dengannya di pesta ulang tahun ibunya yang akan diadakan dua minggu lagi.

Daniel sungguh tak sabar mengenalkan calon istrinya kepada kedua calon mertua gadis itu.

*****************

Apatis[1] : Sikap acuh tidak acuh; tidak peduli; masa bodoh

Workaholic[2] : Sangat menyukai pekerjaan sehingga bekerja berlebihan

Homophobic[3] : Rasa ketidak-sukaan terhadap orang-orang yang menyukai sesama jenis.

*******************

Dear readers,

Semalam Daniel dan Velina datangin aku ke dalam mimpi. Daniel melas gitu mohon-mohon biar sering ketemu sama Velina, tapi Velina marah-marah, katanya dia lagi sibuk mengejar karir agar menjadi artis terkenal, karena dia hanya punya waktu 10 bulan lagi untuk mewujudkan mimpinya untuk mendapatkan penghargaan 'aktris pendatang baru terbaik'. Kalau tidak, impiannya yang mulanya sudah ditentang oleh Nico, kakek Velina, akan hancur berantakan. 

Sooo… Karena Daniel mengerti kondisi Velina, akhirnya dia pun memutuskan untuk mendukung gadis idamannya sepenuh hati. Apa sih yang enggak buat Velina, ya kan? Ya kan?

******************

P.S : Dikarenakan ini adalah novel Romance-Action, jadi nggak mungkin mesra-mesraan melulu kan… Masa Ratu Kegelapan kerjaannya pacaran terus?  Bisa gonjang-ganjing dunia persilatan nantinya.

Reader terkasih, mohon bersabar ya! Kalau temen-temen nggak sabar, silakan di stok dulu bacaannya, nanti silakan balik lagi saat Velina  sudah aduhai sama Daniel. Okay?

Makasih untuk yang sudah bersabar menunggu 'bumbu-bumbu' cerita selanjutnya!.

Karena aku juga nggak mau cerita ini terlalu terburu-buru takut nanti jadinya kurang asik.

Just for you my dearest readers, i wanna give you all the best!

Hanya untuk kalian semua wahai pembaca tercinta, aku hanya ingin memberikan yang terbaik!

Muach muach ala Mickey untuk kalian.

Ciao!

avataravatar
Next chapter