48 Interogasi

Begitu memasuki ruangan kerja Daniel, Mickey yang masih belum menyadari perubahan suhu udara yang tiba-tiba saja terasa beberapa derajat dibawah titik nol celcius, dengan santainya menjatuhkan tubuhnya di atas sofa seolah-olah ia sedang berada di rumahnya sendiri.

Mickey yang masih tetap sibuk dengan ponsel yang ia pegang dengan kedua tangannya, segera mengirimkan email yang dibutuhkan sesuai dengan permintaan gadis itu.

Sejak Mickey kembali memasuki ruangannya, tak sekali pun Daniel melepaskan pandangannya darinya.

Ia merasa penasaran dengan tingkah Mickey yang terlihat sangat serius dan sibuk sendiri.

Setelah mengetuk-ngetuk layar ponselnya untuk beberapa saat, akhirnya Mickey tersenyum lega dan kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas pinggang kulitnya yang dibuat khusus sesuai dengan permintaannya. 

"Siapa yang meneleponmu?" Tanya Daniel dengan datar.

Ia biasanya tak pernah mengurusi urusan pribadi teman-temannya. Namun, kali ini, rasa penasarannya meningkat dengan drastis.

Mickey menoleh ke arah Daniel. Ia terlihat seperti sedang berpikir dalam.

Daniel mengerutkan keningnya, ia sama sekali tak menyukai ekspresi wajah Mickey yang jelas-jelas ditujukan padanya.

'Apa yang ia sembunyikan?'

'Mengapa ia tak langsung saja mengatakannya padaku?'

'Ada apa di antara mereka?' 

Daniel memikirkan segala jenis pertanyaan di dalam benaknya. Hatinya berdegup kencang.

Ia merasa sepertinya baru kali ini hatinya deg-degan seperti ini, seolah menyiapkan mental untuk mendengarkan jawaban yang akan diberikan oleh Mickey.

Setelah berpikir sejenak, akhirnya Mickey menjawab pertanyaan Daniel.

"Velina" jawabnya dengan suara lemah.

Ia tahu ia tak akan bisa lebih lama lagi menyembunyikan hal ini dari Daniel, namun karena Velina sudah memutuskan untuk kembali tinggal di Vanesia, ia merasa tak bersalah jika ia harus berkata jujur pada Daniel.

Ekspresi wajah Daniel tiba-tiba saja menjadi semakin dingin, tubuhnya terasa kaku. Ia menatap Mickey tanpa berkedip.

Mickey mendesah panjang. Ia tahu Daniel akan bereaksi berlebihan seperti ini. Bukannya ia tak terbiasa, namun, tetap saja, pandangan Daniel bila sedang seperti itu tampak sangat mengerikan, meskipun ia tak memelototkan kedua matanya atau mengucapkan sepatah kata sekali pun.

"Hey dude, dengarkan aku…"

"Kau punya nomor telepon Velina?" Daniel berkata dingin dengan nada tak percaya.

Sialan! Ia menghabiskan waktu bertahun-tahun mencoba mencari kabar tentang Velina, namun, nihil! Dan kini, Mickey dengan santainya mengangkat telepon dari Velina tepat di depan wajahnya!.

Mickey memandang Daniel dengan tatapan tak percaya.

Mulutnya terbuka, lalu mengatup. Lalu terbuka lagi, mengatup lagi. seperti ikan yang sedang terkena penyakit asthma. 

"Daniel, ini nomor telepon Vanesia. Velina memberikannya padaku karena dia membutuhkan bantuanku dan aku berjanji padanya untuk membantunya, oke? Ini nomor baru, dia baru saja memiliki nomor telepon Vanesia." Mickey tak tahu mengapa ia wajib kudu mesti harus memberikan informasi sepanjang ini pada Daniel. 

Mickey menggigit bibir bawahnya. Ia menyeka keringat di dahinya yang tak terlihat oleh mata telanjang.

Kali ini, ia meminta maaf dalam hati kepada Daniel. Karena memang, sebenarnya selama ini ia tetap berkomunikasi dengan Velina meskipun gadis itu berada di dunia antah berantah. Namun, ia tak sepenuhnya berbohong, karena ia memang tak berkomunikasi dengan Velina menggunakan nomor telepon suatu negara, namun menggunakan jaringan enkripsi khusus yang tak mudah dilacak oleh para hacker[1] handal dunia sekali pun.

Daniel hanya menatapnya tanpa mengatakan apapun.

'Velina membutuhkan bantuan? Kenapa dia tak menghubungiku? Kenapa Mickey?'

Ia tiba-tiba merasa cemburu yang luar biasa kepada sahabatnya karena teman dekatnya itu bisa mendapatkan nomor telepon Velina lebih dulu daripada dirinya. Ia tetap merasa itu tak adil karena selama ini Daniel-lah yang sangat merindukan gadis itu.

"Kalau kamu mau, aku bisa memberikan nomor Velina padamu…" Mickey berusaha membujuk Daniel agar tak marah lagi.

Daniel mendengus.

"Tak perlu. Aku akan memintanya langsung dari Velina!" Ujarnya dengan dingin. 

Harga dirinya sebagai laki-laki terasa diinjak-injak jika ia mengandalkan bantuan temannya untuk mendapatkan hati seorang gadis.

Mickey memutar kedua bola matanya, seakan-akan ia sudah menduga jawaban Daniel yang akan menjawab seperti itu.

"Kenapa dia memerlukan bantuanmu?" Daniel meneruskan untuk menginterogasi Mickey.

"Hmm… ini ada kaitannya dengan pekerjaan, dan maaf, untuk sementara ini aku masih belum bisa memberitahumu!" Mickey menjawab, ia merasa tak perlu memberitahu semua hal pada Daniel.

Daniel mengganggukkan kepalanya. Ia merasa cukup puas dengan jawaban Mickey. 

Jika itu adalah orang lain, Daniel tak akan pernah peduli. Namun, semua hal yang berkaitan dengan Velina, meskipun itu hanyalah remahan roti, Daniel ingin mengetahui semuanya sampai ke detailnya. 

"Daniel, aku heran. Jujur sih, aku tak mengerti kenapa kamu begitu terobsesi dengan Velina?" Mickey menggaruk kepalanya yang tak gatal, sambil menatap Daniel yang duduk dengan santai di kursi bos besar di seberang sana.

"Hmmm…" Daniel menatap ke langit-langit. "Memang harus dia. Hanya Velina dalam hidupku," Daniel tak menjelaskan lebih jauh.

Mickey memang tahu selama ini Daniel jarang dekat dengan wanita lain karena ia telah memiliki seseorang di dalam hatinya, namun, yang ia tak habis pikir, bahkan selama bertahun-tahun ini, mereka berdua bahkan tak saling berkomunikasi! Bagaimana mungkin Daniel bisa mencintai seseorang dengan cara seperti itu?

Daniel menatap Mickey yang memandangnya dengan tatapan skeptis.

"Sudahlah, kamu tak akan mengerti!".

Dengan satu ayunan, Daniel memutar kursi kerjanya, menatap langit biru yang menghiasi Kota Jet di siang hari.

 ***********************

Hacker[1] Peretas komputer

avataravatar
Next chapter