webnovel

Katerina

Katerina adalah mantan anak nakal yang ingin menjadi guru di sekolah. Simak tahun pertamanya menjadi guru Bahasa Inggris di sebuah SMP Swasta di Bandung, lalu tahun keduanya saat menjadi guru wali satu kelas badung. PS: Ini cerita lama yang saya tulis tahun 2003, waktu itu belum banyak orang yang menggunakan ponsel dan internet juga tidak semaju sekarang. Mohon dimaafkan bila masih sangat banyak kekurangannya. :) PPS: Untuk yang membaca "Katerina" dan belum membaca dua novel saya yang lain, silakan dibaca ya. Lebih seru lho, karena masih segar dan baru ditulis. ** The Alchemists (ada versi asli Indonesia dan versi terjemahan Inggrisnya) ** Ludwina & Andrea ------------------ Follow FB Page "Missrealitybites" untuk ngobrol dengan saya tentang novel-novel saya: 1. The Alchemists 2. Ludwina & Andrea 3. Katerina 4. Glass Heart : Kojiro - Nana 5. 1912-1932 6. Altair & Vega 7. Kisah dari Kerajaan Air 8. Emma Stardust (Finding Stardust)

Missrealitybites · Urban
Not enough ratings
48 Chs

Rio Rio Rio

Katerina melangkah ringan melintasi koridor sekolah menuju kelas 3C. Hari ini adalah pertama kalinya ia mengajar di kelas 3, dan ia punya kabar baik untuk mereka semua.

"Good morning, Kids…" sapanya setelah masuk. Anak-anak yang sedang ribut seketika diam, dan dengan manis menjawab sapaannya.

"Good morning, Miss…!"

Ia melayangkan pandangan dan melihat wajah-wajah yang ia kenal dan tersenyum bahagia mengenang kebersamaan mereka selama semester lalu yang diakhiri dengan pementasan drama Sleeping Beauty, dan kepergian Michael ke New York.

"I have news for you.." Ia tersenyum, "I'm going to be your new homeroom teacher."

"Wah…asyik..!" seru mereka riuh.

"Nah, berarti sebagai wali kelas kalian, tanggung jawab saya bertambah. Kalian harus membantu saya…" Ia mengangguk gembira. "Baiklah…ada murid baru di sini..?"

"Ada tiga orang, Miss…" jawab Hendry. Sampai sekarang teman-temannya masih mempercayai ia sebagai ketua kelas. Ia menyerahkan daftar absen yang baru pada Katerina. Sang wali kelas baru itu meneliti baik-baik isi bukunya lalu memandang berkeliling.

"Yang mana yang namanya Nikita ?"

Seorang anak laki-laki berkacamata lensa gelap berdiri dan mengangguk kaku. Wajahnya yang asing tampak serius sekali. Katerina tersenyum padanya.

"Neill?"

Anak laki-laki berambut panjang berdiri dan tersenyum ramah. Katerina balas tersenyum tetapi kemudian memberi tanda dengan tangannya agar rambut Neill digunting.

"Sara?"

Seorang anak perempuan berambut pendek sekali berdiri dan memandangnya dengan tajam. Katerina juga tersenyum padanya.

"Selamat datang bagi kalian murid-murid yang baru. Perkenalkan, nama saya adalah Katerina, guru bahasa Inggris dan tahun ini menjadi wali kelas kalian. Semuanya silahkan memanggil saya Ibu, Mam, atau Miss Katerina…"

"Kayaknya semester ini masih Miss, deh.." celetuk Denny tiba-tiba. "Semester depan baru panggil Mam…"

Katerina mengangkat alisnya pura-pura tak mengerti.

"Oh, ya? Well..panggil apa pun tak masalah. Peraturan saya hanya ada dua, yaitu tidak saling mengganggu dan kunci jawaban."

Mereka saling pandang keheranan. Dulu Katerina tidak pernah mengeluarkan peraturan seperti itu.

"Maksudnya, kalian boleh berlaku bebas dalam pelajaran saya, asalkan tidak mengganggu orang lain. Dan kedua, kalian harus sunguh-sungguh belajar, sehingga jika saya bertanya kalian mampu menjawabnya. Tidak sulit, kan?"

"Ya, Miss…!" jawab mereka serentak.

Katerina mengangguk puas lalu memulai pelajarannya.

***

Selain kelas 3C, Katerina juga masih mengajar kelas 2A, 2B, dan 2C. Mereka semua sangat menyukainya. Guru-guru yang lain pun sudah menganggapnya rekan kerja yang sederajat, walau pun mereka tahu dulu ia adalah bekas murid mereka sendiri. Semua bangga padanya karena ia berhasil merubah kelas 2C yang nakal semester lalu jadi kelas yang baik dan lulus ujian semester dengan hasil yang bagus.

Katerina semakin bersemangat mengajar karena Rio juga mendukungnya. Tunangannya itu kini sangat memperhatikan pekerjaannya dan senantiasa memberi semangat, mungkin untuk menebus sikapnya yang dulu melarang Katerina bekerja. Rio sadar bahwa bahwa ia tak bisa memaksakan keinginannya agar Katerina tinggal di rumah dan kelak menjadi ibu rumah tangga saja setelah menikah dengannya.

"Hai, Miss… bagaimana persiapannya?" tanya anak-anak menggodanya saat Katerina datang ke kantin dan makan siang bersama mereka. Katerina hanya tersenyum mendengarnya.

"Kami jangan lupa diundang…" kata Andy yang sudah sembuh dari penyakit cacar semester lalu.

"Tenang saja. Tapi kalian harus berjanji membawa hadiah yang mahal. Ha..ha..!" balas Katerina ceria. "Acara pernikahannya diadakan bulan Desember sesudah kalian terima raport semester ganjil. Jadi menabung yang rajin dari sekarang, ya…"

Mereka semua tertawa.

"Miss, kemarin aku baca di majalah akan diadakan festival Shakespeare…" kata Laura tiba-tiba. "Bisakah kita ikut menontonnya?"

Katerina tersenyum. Ia juga sudah membaca berita itu. "Iya, tapi sebenarnya itu adalah perlombaan antar pelajar sekolah internasional untuk menampilkan drama-drama karya Shakespeare.."

"Wah, hebat sekali..!"

"Miss ingin sekali kalian bisa mengikutinya, tapi rasanya… memang sangat berat." Ia memandang mereka semua bersungguh-sungguh. "Kalian pikirkanlah dulu…"

Ikut lomba drama Shakespeare?

Mereka semua saling pandang.

"Who's Shakespeare anyway?" tanya Nikita, yang dipanggil Nicky oleh teman-temannya, tiba-tiba yang muncul dari balik pintu menenteng softdrink di tangannya.

"Hallo, Nicky…" Sapa Katerina. Ia menoleh pada anak-anak didiknya yang lain dan mengangguk.

"Andy, coba kasih tahu Nicky siapa itu Shakespeare."

Andy terlengak kaget. "Aduh, Miss… aku nggak tahu…"

"Lho?" Katerina menoleh pada yang lain. "Nita?"

"Well, aku juga nggak tahu banyak," Nita mengangkat bahu. "Shakespeare itu dramawan terkenal dari Inggris…"

Katerina tersenyum pada Nicky. "Nah, Shakespeare adalah dramawan dari Inggris, dan ia sangat terkenal."

Nicky menatapnya keheranan.

"Dramauen?" Ia menggeleng malu. "I`m sorry, tidak bisa.. speak Indonesia.."

Barulah Katerina sadar kenapa Nicky dimasukkan ke dalam kelasnya. Guru-guru wali kelas yang lain tak mau direpotkan oleh seorang murid yang tidak bisa speak Indonesia.

"Well… Nicky, how come you can't speak Indonesia? Where did you come from actually? I'm sorry, I haven't read your file…"

Nicky tersenyum sedikit. "I came from Russia, my mom… she's a Russian… My Dad never taught me Indonesian because he didn't think I would be needing it one day.."

Ada kesan angkuh dalam suaranya yang membuat Katerina mengerutkan kening.

"What happened to your parents, Nikita?" tanyanya lembut.

Nicky menggeleng, "I don't like to discuss about it. The last thing you're talking about was Shakespeare, as I recall. Why don't just continue…?"

Katerina mengangguk pelan. "Okay… we're discussing Shakespeare… He is a very famous playwright from England. He is famous for his many great works as Romeo and Juliet, Hamlet, Macbeth, Othello… etc. Have you heard about him before?"

Nicky mengangguk tanda mengerti. "I know Romeo and Juliet…"

Neill muncul di pintu kantin dan segera bergabung dengan mereka. Ia menepuk bahu Nicky keras sekali. "Hei..! Lama amat sih beli minumnya. Gua udah kehausan, nih…"

Ia merebut softdrink yang ada di tangan Nicky dan meminumnya habis. Yang lain terkejut melihat tindakannya kecuali Nicky yang bersikap seolah tidak terjadi apa-apa.

"Hallo, Neill..." sapa Katerina.

"Hi, Mam…" balas Neill cuek. Ia mengusap peluh di keningnya lalu menarik Nicky keluar. "Ayo, cepat! Nanti keburu perpustakaannya tutup…!"

Mereka berdua cepat sekali menghilang.

"Mereka…" Katerina mengerutkan kening keheranan. "..akrab, ya..?"

"Yah, tadi waktu istirahat baru ketahuan kalo Nicky itu nggak bisa bahasa Indonesia. Si Neill tiba-tiba jadi bersemangat mau ngajarin dia bahasa Indonesia.." kata Hendry yang duduk sebangku dengan Neill. "Kami juga nggak nyangka mereka udah sedekat itu."

"Memangnya Neill bisa komunikasi sama Nicky? Apa bahasa Inggrisnya bagus?" tanya Katerina heran.

"Iya.." jawab Hendry lagi. "Ngomong cas cis cus dia jago!"

Katerina mengangguk-angguk.

Ia melayangkan pandang ke arah lapangan dan melihat anak-anak yang memakai waktu istirahat singkat itu untuk bermain Basket. Ia segera teringat pada Michael.

"Kalian nggak pake lapangan lagi?" tanyanya kemudian pada Hendry yang ia tahu sama-sama gila basket seperti Michael.

"Nggak, Miss… males. Tapi si Denny masih suka iseng maen karena mau ngedeketin si anak baru."

Hendry tertawa genit, "Wah.. Sara.. kamu suka Basket? Aku juga suka.. Mau kuajarin Basket, nggak? Aku jago, lho…"

Ia berhasil menirukan tingkah Denny dengan persis sekali membuat teman-temannya tertawa keras. Katerina memukul bahunya pelan.

"Kalo Denny dengar, pasti marah.."

Saat itulah Denny tiba-tiba muncul dengan Sara masuk ke dalam kantin. Peluh membanjir di sekujur tubuh Denny, sedangkan Sara tampak begitu segar dan nyaman.

"Habis basket, Den?" tegur Katerina. Anak-anak yang lain saling sikut berusaha menahan tawa.

"Kelihatannya capek banget.."

"Iya, nih, Miss…" Ia terlihat bangga sekali berjalan di samping Sara yang memang luar biasa cantik. "Lagi ngapain di sini?"

"Makan bakso." jawab Katerina ringan. "Hai, Sara.. kamu suka sekolah di sini?"

Sara mengangkat bahu. "Yah…lumayan."

Ada sesuatu dalam diri anak perempuan itu yang membuat Katerina tertarik. Sesuatu yang familiar.

Bel tiba-tiba berbunyi membuat semua mengeluh keras dan cepat menghabiskan makanan dan minuman yang mereka beli. Katerina hanya tersenyum melihat tingkah mereka.

***

Pagi itu Katerina sedang bersiap-siap berangkat ke sekolah, ketika tiba-tiba telepon berbunyi. Mama dan Susan sedang sibuk di belakang rumah karenanya terpaksa ia yang mengangkat.

"Hallo, selamat pagi..."

"Rin! Gawat! Kamu harus ke sini..!" Di ujung telepon terdengar suara Rio yang panik. Katerina sungguh terkejut mendengarnya. Bahkan bila ada gempa bumi sekali pun, Rio tidak mungkin bisa panik. "Please…you've got to come here…"

"Tapi aku ngajar jam tujuh, Yo. Ada apa, sih?" tanya Katerina heran. "Kamu kenapa?"

"Nggak bisa dijelasin di telepon. Pokoknya kamu harus datang."

TUT…TUT…TUT…

Nah, lho… Katerina bingung sekali. Tak pernah seumur hidupnya ia mendengar Rio begini…

Akhirnya ia berangkat ke rumah Rio. Pemuda itu tinggal sendirian di rumahnya sejak seisi keluarganya pindah ke Sidney tahun lalu. Katerina kadang-kadang datang untuk memastikan rumahnya tetap terawat dan Rio tidak membahayakan diri dengan makanan instan setiap hari, seperti bujangan lainnya.

Tapi Rio memang berbeda, ia sangat teliti dan berdisiplin mengurus hidupnya. Sejak mereka berteman di SMP, Katerina sudah kagum padanya. Rio adalah seorang yang memilih untuk tidak usah bicara kalau mungkin, dan sangat jarang tersenyum. Dulu komunikasinya dengan dunia luar sangat terbatas, sebelum akhirnya ia berteman dengan empat anak ribut yang menyebut diri mereka para penjahat sekolah.

Katerina dan teman-temannya yang nakal sering sekali kabur dari sekolah dan membuat kekacauan seenak perut mereka sendiri. Chris yang periang adalah kepala gerombolan yang selalu punya ide konyol untuk memeriahkan suasana, seperti kontes keberanian, kontes waria sekolah, lelang budak, dan lain-lain.

Raja yang jago olahraga sering memaksa mereka untuk bolos demi menyoraki pertandingan-pertandingannya. Denny, anak yang berhati lembut dan kesepian, dengan senang hati mengikuti ide gila teman-temannya. Hanya Rio yang kadang berpikir cukup waras dalam gerombolan dan mencegah mereka dari lembah kelam. Ia juga yang senantiasa memastikan nilai-nilai mereka tetap terjaga baik agar mereka tidak dikeluarkan dari sekolah.

Persahabatan di antara mereka berlanjut sampai dewasa walaupun akhirnya terpisah oleh pekerjaan di kota-kota yang berbeda. Raja bekerja di Medan, Denny di Jakarta, sementara Katerina, Rio, dan Chris tetap di Bandung.

TOK! TOK!

Pintu dibuka oleh Rio yang tampak sangat gelisah. Tanpa bicara ia mempersilahkan Katerina masuk lalu menutupkan pintu di belakangnya. Ia berjalan memandu Katerina ke kamarnya lalu membuka pintu dan mempersilahkannya melihat sendiri.

Katerina masuk pelan-pelan dan ia sungguh terkejut atas apa yang dilihatnya. Seorang bayi laki-laki berumur satu tahunan yang sedang tidur pulas.

"Siapa ini, Yo?" tanyanya heran.

Rio masuk juga. Ia menggeleng-geleng putus asa dan menaruh secarik kertas ke tangan Katerina.

"Tadi pagi aku bangun dan buka pintu mau ambil koran, anak ini sudah diletakkan di keranjang depan pintu… Ada surat ini di atasnya.."

Katerina membacanya pelan-pelan dengan suara tercekat.

"Saya nggak sanggup lagi mengurus Rio kecil ini… Dia sekarang menjadi tanggung jawab kamu, sebagai ayahnya. Tolong pelihara dia baik-baik."

Ia memandang Rio penuh selidik. "Apa penjelasan kamu tentang ini?"

"Tidak bersalah." jawab Rio mantap. "Aku nggak punya ide siapa yang melakukan kekonyolan seperti ini... Tapi satu hal, harus ada yang ngurusin anak itu. Tadi waktu nangis ribut banget, terpaksa di susunya aku kasih sedikit obat tidur."

"Rio? Kamu kok sembarangan kasih obat sama anak kecil begini..?! Kalau nanti sakit gimana?" Katerina menatap Rio keheranan. "...Dan sejak kapan kamu mengkonsumsi obat tidur?"

"Rin.., masalahnya si Rio kecil itu, bukan aku, oke?! Sekarang bantu aku mikirin caranya supaya anak ini bisa diurus."

"Kamu nggak akan lapor ke polisi?"

"Sudah. Tadi pagi-pagi aku udah telepon kepolisian dan mereka bilang cuma akan mencatat data-datanya saja, sampai orangtua si bayi ditemukan aku harus merawatnya di sini..." Ia tampak jengkel sekali. "Kedengarannya mereka pikir aku adalah ayah kandung bayi ini yang nggak mau bertanggung jawab merawatnya..."

Katerina sekarang benar-benar kasihan melihatnya.

"Ya, sudah... aku telepon Mama dulu, kalau beliau nggak keberatan Rio kecil akan aku bawa pulang, setidaknya di rumah ada orang yang ngejagain..."

Ia menelepon mamanya dan mendapat respon yang positif. Walaupun terkejut, beliau bersedia mengasuh Rio kecil di rumahnya. Saat ia kembali ke kamar, Katerina melihat Rio di pembaringan sedang mendudukkan Rio kecil yang baru terbangun.

"Dia sudah bangun, Yo?" tanya Katerina. Ia duduk di sebelah Rio dan membelai pipi bayi manis itu.

"Hallo, apa kabar..?"

Rio kecil balas menatapnya dengan sepasang mata bulat yang menggemaskan, lalu pelan-pelan tersenyum. Maniiiis... sekali, membuat Katerina gemas dan hampir mencubit pipinya.

"Astaga, Rio... dia manis banget..." keluh Katerina. "Aku mau rasanya tinggal di sini ngeliatin dia terus dan nggak ke sekolah..."

Rio mengeluarkan keluhan yang sama. "Hmmh... dia tadi nggak semanis ini waktu lagi menjerit-jerit heboh minta susu... Tapi sekarang... wah, aku juga jadi malas ke kantor."

Mereka berdua saling pandang dan tertawa.

"Ayolah, kuantar kamu ke rumah. Habis nitipin dia, kamu kuantar ke sekolah." Rio berdiri dan segera bersiap-siap. Katerina menggendong Rio kecil dan memberinya minum susu lagi. Anak itu tampak nyaman saja menempel pada Katerina.

***

Katerina jadi sering melamun dalam pelajaran. Ia percaya sepenuhnya pada Rio karena ia sangat mengenal pemuda itu, tapi siapa gerangan Rio kecil sebenarnya? Mengapa ibunya menaruh ia di depan pintu rumah Rio?

"Miss... belnya udah bunyi, tuh." kata Ananda dari kelas 2A membuyarkan lamunannnya. Katerina tersentak kaget. Buru-buru ia bereskan tasnya lalu keluar kelas. Anak-anak ramai berhamburan keluar kelas karena bel pulang sudah berbunyi. Ia hampir ditabrak oleh seorang anak perempuan yang berlari cepat ke arah lapangan.

Katerina melihat Sara melemparkan tasnya ke pinggir lapangan dan segera bergabung dengan beberapa anak laki-laki yang sedang bermain basket. Dari jauh ia menyaksikan permainan mereka dengan hati tertarik. Sara sangat cekatan dan beberapa kali tampak berhasil mendominasi permainan.

Katerina sempat mendengar komentar Pak Iwan, guru olahraga, tadi di kantor guru, bahwa kemungkinan tim basket puteri SMP Matahari akan bangkit lagi. Mungkin yang dimaksudkan oleh beliau adalah kehadiran Sara.

"Hai, Miss..." sapa Nita yang berdiri menonton di sebelahnya. "Anak itu aneh, ya..? Rasanya semua murid baru di kelas kita aneh...kecuali Neill."

"Aneh kenapa?" tanya Katerina heran.

"Soalnya dia sama sekali nggak mau gaul sama perempuan... Orang mesti ngajakin dia olahraga dulu baru bisa nyambung. Si Nicky itu juga aneh, dia nggak pernah ngomong Indonesia dan sering ngomong sendiri dengan bahasa Perancis atau Rusia...kayanya, sih, ngejekin kita-kita..." kata Nita jengkel. "Dasar, sok bule sok keren..."

"Mungkin karena itu dia merasa asing di sini.. Kalian harus mau jadi temannya karena Nikita itu pasti kesepian. "

Nita mengangguk segan.

***

Katerina singgah sebentar di swalayan untuk membeli perlengkapan beberapa perlengkapan bayi. Ia tidak habis pikir siapa Rio kecil itu sebenarnya

"Ma..bagaimana keadaan Rio hari ini...?" tanyanya saat tiba di rumah. Anjing shitzu kecil piaraannya langsung melonjak naik ke pangkuan Katerina. Gadis itu menepuk keningnya keheranan, ia baru sadar bahwa anjing kesayangannya juga diberi nama Rio. Mama muncul sambil menggendong Rio kecil yang menikmati susu dari dotnya.

"Rio anjing hari ini menyembunyikan sandal Mama dan makannya banyak seperti biasa. Rio kecil nangis terus-terusan, barusan diam waktu dengar suara kamu pulang. Rio, tunanganmu, setiap satu jam tadi telepon memastikan anak ini baik-baik saja..."

Katerina tertawa. "Wah, kalau begitu semua baik-baik saja..." Ia menerima bayi itu dari tangan ibunya dan menggendongnya dengan penuh kasih sayang. Anjingnya yang mengerti, mencoba menjilati seluruh wajah Rio kecil. "Uf..Rio menjijikkan sekali.."

Tapi bayi itu malah tertawa sambil menunjuk-nunjuk anjing kecil berwajah seram itu.

"Sebaiknya nama anak ini diganti, Rin... Kasihan, kan, kalau namanya sama dengan si dogi..."

"Rio nggak keberatan kok, Ma.."

"Itu kan karena dia sendiri yang kasih si dogi namanya, tapi bayi ini... memberinya nama yang sama dengan Rio akan membuatnya merasa kesal, seolah ini memang anaknya..."

"Mama kok yakin banget Rio bukan ayahnya..." Katerina tertawa. "Memangnya Rio bisa dipercaya...?"

"Mama kan kenal sama dia, Rin...dan Mama sangat mempercayai dia. Sejujurnya, Mama sudah yakin, sejak kalian SMP dulu, bahwa suatu hari nanti kalian akan menikah." jawab Mama berfilsafat.

"Hah? Bagaimana mungkin? Aku sama dia kan..." Katerina mencari kata yang tepat tetapi gagal. "Kami nggak pernah punya hubungan yang jelas, sebelum dia tiba-tiba melamar aku... Aku sama Raja, Denny, Chris, dan Rio kan sama aja... Cuma kebetulan kalo kami berdua jadi dekat, karena Raja, Denny, dan Chris pergi...."

Mama hanya tersenyum lalu masuk ke dalam.

Katerina bingung... sepertinya Mama menyimpan suatu rahasia. Ia memandang bayi kecil dalam gendongannya yang balas menatapnya dengan mata bulat yang jenaka.

"Hei, adik kecil... siapa namamu sebaiknya, ya..? Kau harus kupanggil siapa?"

Ia memandang bayi itu lama sekali dan akhirnya memutuskan untuk memberinya nama lain.