Ketika akhirnya tepuk tangan reda dan panggung kembali ditutup layar, mereka saling berpelukan dan mengucap selamat.
Semua kostum dan peralatan dibereskan lalu mereka bersiap-siap pergi ke rumah Michael.
Katerina sudah menghilang ke luar. Ia mencari 3 sahabatnya dan memeluk mereka semua penuh kerinduan, walau pun pada Rio ia agak menjaga sikap.
"Hebat sekali, Rin... Kami bangga padamu." Kata Raja kagum.
"Kamu memang pantas jadi guru..." kata Denny gembira.
Katerina tersenyum bahagia. Seperti biasa Rio tidak berkata apa-apa.
"Terima-kasih, ya, kalian sudah mau datang... Kupikir menyenangkan sekali kalau kita reuni di sini...maksudku..."
Ia tertunduk.
Raja menepuk bahunya dengan lembut. "Jangan sedih, semuanya sudah berlalu... lama sekali..."
"Ya, Rin...lagipula itu bukan salah siapa-siapa." Denny memukul bahunya dengan sayang. "Aku mau melihat pohon itu."
"Aku juga," kata Katerina, "Akan kutunjukkan..."
"Tak usah," Raja menggeleng dan melirik pada Rio, "Kamu di sini aja dulu, Rio mau bicara..."
Mereka berdua lalu pergi meninggalkan Katerina dalam suasana yang janggal bersama Rio.
Pemuda itu tersenyum dan menarik tangan Katerina ke sudut ruangan agar tidak menarik perhatian orang.
"Ma... mau apa kamu ke sini?" tanya Katerina kaku.
Rio tampak tidak mengerti.
"Tentu saja... maksudku, sudah 4 bulan, kan?" tanyanya dengan nada heran. "Waktu itu kamu memintaku jangan menemuimu selama 4 bulan, aku sudah menghitung dan berakhir tepat hari ini..."
Katerina terkejut.
"Maksudmu, kamu benar-benar..." Ia menelan ludah dengan susah payah. "Kupikir kamu mau berpisah... Waktu kita ketemu di kafe waktu itu—aku bersama Tony—kamu sama sekali acuh dan tidak menyapaku... Terus... kamu jalan sama cewek cantik itu. Dia itu teman kuliahmu yang dulu naksir kamu, kan...?"
Rio menggeleng dengan wajah yang menderita.
"Aku nggak ingin melanggar janjiku padamu... dengan sudah payah aku menghindarimu agar kamu tidak menderita. Waktu kita bertemu dulu aku terpaksa harus pura-pura tidak ada hanya agar kamu tidak menganggapku ingkar janji..."
Rio menatap Katerina sungguh-sungguh. "Cewek itu klien perusahaan dan kami nggak ada hubungan apa-apa... Waktu melihat kamu menangis di mal, aku baru menyadari bahwa kamu sedih aku jalan dengannya. Aku mau menjelaskannya, tapi apa boleh buat.. aku tak boleh menghubungimu sebelum 4 bulan itu berlalu..."
Katerina terisak, "Ja.. jadi kamu nggak cinta sama dia? Kamu nggak ada hubungan apapun dengannya? Ka... kamu nggak ingin kita berpisah...?"
Rio menggeleng, "Mana bisa aku cinta orang lain...? Mana bisa aku berpisah darimu, Rin... kamu adalah cinta pertamaku..."
Katerina menghambur padanya dan menangis lebih pedih. "Kenapa... kenapa kamu nggak pernah bilang...?! Aku pikir selama ini kamu cuma kasihan padaku.. huk... Kupikir..."
Rio membelai rambut Katerina pelan-pelan, "Bodoh... kupikir kamu yang kasihan padaku... Selama ini aku takut kamu belum bisa melupakan Chris."
"Kenapa harus melupakan Chris? Dia adalah sahabatku... tapi sejak awal.. hanya kamu yang..." Katerina terisak dan memukul tangan Rio, "Kamu pikir ngapain aku dulu mati-matian memperjuangkanmu jadi ketua OSIS?! Aku selalu mengagumimu..."
Rio menarik Katerina lebih dekat dan menatapnya sungguh-sungguh.
"Benarkah itu? Kukira selama ini hanya Chris yang ada di hatimu... jadi aku nggak berani berharap... lagipula.. aku tahu sejak dulu Chris sangat menyukaimu... Chris memujamu dengan seluruh kehidupannya... Aku hanya bisa menunggu..."
Katerina menggeleng-geleng, "Kamu salah tentang aku...dan ternyata kamu tidak mengenalku dengan cukup baik, Yo...kau lihat, aku tidak menyerah menjadi guru... Aku mampu bertahan."
Rio menjadi gelisah mendengarnya.
"Maafkan aku, Rin...aku nggak bermaksud menghina kemampuanmu mengajar... Maafkan aku karena bilang kamu takkan mampu bertahan... itu adalah kata-kata yang bodoh sekali... Aku tahu kamu kuat...aku hanya berusaha mencegahmu secara halus agar kamu nggak usah bekerja... Aku adalah laki-laki kolot yang tidak suka melihat istrinya bekerja.." Pemuda itu tiba-tiba menjadi gugup sekali, "...Aku tahu aku salah...nanti kamu boleh bekerja, kok...Aku tahu sekarang jaman modern dan perempuan sudah maju...dan..."
Katerina tertegun, "Istri? Maksudmu?"
Rio menepuk keningnya dan dengan gugup mengambil sebuah kotak kecil dari sakunya, lalu bersimpuh dengan satu lutut di depan Katerina dan mengambil tangan kirinya. Katerina tiba-tiba menjadi gugup.
"Rio...apa-apaan kamu..?"
"Aku bukan orang yang romantis, kau tahu itu, dan terpaksa latihan beberapa kali di rumah... rasanya tak pernah segugup ini..." Rio menarik nafas panjang, "I can't imagine spending the rest of my life without you... So, now I'm asking you one very important question, to make me the happiest man on earth... Would you marry me?"
Katerina tercengang beberapa saat lamanya. Mulutnya bergerak tetapi tidak ada kata yang keluar.
Akhirnya ia mengangguk tak terkendali, ia tak pernah mimpi hari ini akan datang... Di saat ia merasa hubungan mereka yang tak jelas itu berada di tepian jurang... Rio hampir pingsan karena lega dan segera memasang cincin lalu memeluk Katerina sekuat tenaga dan menggendongnya di punggung.
"Terima-kasih...terima-kasih..."
Orang-orang yang ada di sekitar mereka tiba-tiba bertepuktangan dan Katerina malu sekali, tetapi Rio tidak perduli. Ia membungkuk mengucapkan terima-kasih pada semuanya.
Denny dan Raja tiba-tiba muncul dan mengucapkan selamat. Mereka semua tertawa bahagia.
Saat itulah guru-guru yang hadir mengenali siapa keempat orang muda itu. Mereka baru teringat akan sekelompok anak nakal yang dulu sangat menyusahkan.
"Wah, Rin...ternyata itu kamu, ya..?"
"Aduh...kalian sudah besar... Raja, Denny, Rio... Rina... semuanya berkumpul lengkap..."
"Bagaimana kabar kalian?"
"Selamat, ya... Selamat...!!"
Anak-anak 2C juga mengerumuni mereka dan mengucapkan selamat.
Michael memberi tanda dengan sepasang jempolnya, Laura menangis bahagia, Dian dan Desty melongo melihat Rio dari dekat, seperti halnya beberapa anak perempuan lain. Hendry dan Denny cengengesan nggak jelas.
Yang pasti semua bergembira.
"Nah, anak-anak...perkenalkan sahabat-sahabatku yang nakal... Raja, Denny, dan Rio... Kami semua dulu bersekolah di sini juga."
Anak-anak itu terkejut. Mereka baru menyadari kemiripan orang-orang itu dengan foto yang pernah mereka lihat di rumah Katerina.
"Jadi... mereka adalah orang-orang yang ada di foto itu?" Hendry menggeleng tak mengerti. "Lalu mana yang seorang lagi?"
Katerina tersenyum, menoleh pada sahabat-sahabatnya dan mengangguk, "Dia sudah tidak ada di sini. Dia meninggal di hari perpisahan kelas 3."
"Ooh..." semua serentak mendesah.
"Sudahlah... sekarang kalian siap-siap, katanya mau mengadakan pesta perpisahan di rumah Michael?"
Mereka mengangguk. Michael tersenyum sebelum pergi, "Will you come?"
Katerina memandang Rio dan pemuda itu menjawab untuknya.
"Aku akan mengantarnya."
"Itu bagus." Michael mengangguk sok dewasa. "You do that."
Ia pun berlalu bersama teman-temannya.
Katerina, Rio, Denny, dan Raja saling pandang. Tanpa bicara mereka berempat melangkah bersama pergi ke halaman belakang sekolah.
Tempat ini tidak pernah berubah dalam ingatan mereka, selalu indah dan menyejukkan hati. Angin bertiup pelan sekali membawa daun-daun yang jatuh dari pohon besar itu ke tangan Katerina yang menggigil.
"Dia nggak berubah, selalu memberi keteduhan dan rasa nyaman."
"Aku ingat, dia selalu bilang ingin menjadi pohon yang besar dan kuat seperti ini."
Mereka semua mengelilingi pohon itu dan teringat masa lalu.
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
Malam itu Katerina dihukum mamanya karena laporan kepala sekolah yang mengatakan bahwa ia dan teman-temannya kabur dari sekolah lagi. Ia dilarang keluar rumah sama sekali.
"Tapi, Mama...besok acara perpisahan, aku sudah janji sama mereka untuk datang...!"
"Yang akan beracara itu kan anak-anak kelas 3, kamu baru kelas 2... tidak ada huubungannya dengan kamu...!" kata Mama teguh.
Katerina mendengus kesal dan masuk ke kamarnya. "Mama kuno!!"
Ia sedih memikirkan kekecewaan Chris, Raja, dan Rio besok kalau ia tak bisa bersama mereka merayakan kelulusan.
KRIING...
KRIIINGG...
Katerina cepat mengangkat gagang telepon karena ia tahu hanya Chris yang berani meneleponnya di atas jam 10 malam.
"Hai..."
"Hai..." Chris terdengar tidak seperti biasanya... membuat Katerina khawatir. "Kamu bisa keluar, nggak?"
"Nggak bisa...maaf, bahkan besok aku nggak diizinkan datang ke perpisahan sekolah. Selamat lulus..."
"Kamu nggak bisa menyelinap keluar?" tanya Chris memaksa.
"Nggak bisa... Mama mengunciku di kamar. Memangnya kamu mau ngapain?"
"Kalau kamu bisa lolos, temui aku di tempat biasa..."
"Kamu ngapain ke sekolah? Chris...!"
Hubungan terputus.
Katerina bingung sekali. Ada apa gerangan dengan Chris hari ini? Ia tahu Chris bebas pergi karena papanya sedang keluar negeri, mamanya sudah meninggal sejak ia kecil.
Katerina memencet nomor telepon Chris tetapi tak ada yang mengangkat. Ia curiga, jangan-jangan Chris menelepon dari sekolah... di tengah malam begini... Ia memberanikan diri menelepon Rio.
"Hallo, Oom, selamat malam, ini Katerina... maaf, penting sekali... bisa saya bicara dengan Rio?"
"Rio sudah tidur!"
"Te..terima-kasih..."
Ia mencoba menelepon Raja dan menerima jawaban yang sama, lalu Denny juga.
Pikirannya menjadi panik... Chris benar-benar sendirian saat ini.
"Maa..! Buka pintunya, dong...aku mau ke kamar mandi! Mama!"
Mama membuka pintu dengan wajah penuh selidik.
"Tapi kamu janji nggak boleh kabur."
Katerina mendengus dan pergi ke kamar mandi kemudian kembali ke kamarnya.
"Mama nggak usah kunci pintunya, deh...kalau nanti aku mau ke kamar mandi lagi gimana?"
"Mama nggak akan tidur semaleman," jawab Mama pendek.
Katerina tahu ia tidak akan menang.
***
Chris berjalan gontai meninggalkan wartel itu. Langkahnya semakin lama semakin lemah. Ketika tiba di belakang sekolah ia mengambil bangku kecil yang tersembunyi di semak-semak dan menggunakannya untuk naik ke atas tembok.
Ia duduk di sana dengan khimad memandang bintang-bintang. Langit terasa sangat bersahabat, udaranya pun hangat membelai kulit. Ia memejamkan mata dan menikmati itu semua sepenuh hati.
Saat kau sendirian...ingatlah aku
Yang berdiam pada satu bintang
Saat malam tiba...terjagalah sebentar
Pikirkan aku sejenak
Saat melompat ke angkasa
Aku tahu kau bisa
Terbanglah dengan segenap kekuatan
Terbanglah sangat jauh
....
Chris duduk termenung lama sekali.
***
Katerina kaget sekali ketika Mama membangunkannya dengan wajah yang cemas, tangannya masih memegang gagang telepon.
"Rin...cepatlah ganti baju dan pergi ke sekolah..."
"A..ada apa. Mama..?" Katerina tiba-tiba merasa tidak enak sekali. "Bilang ada apa!"
Mama membelai rambut Katerina dengan lembut.
"Chris... ditemukan pagi ini di sekolah... terjatuh dari tembok belakang sekolah... Ia meninggal..."
Saat itu juga Katerina menjerit histeris.
Tanpa memperdulikan dirinya ia segera berlari keluar, menyetop taksi dan pergi ke sekolah.
Setibanya di sana, ia menemukan kerumunan orang di kantor kepala sekolah. Rio, Raja, dan Denny sudah ada di sana. Sedih sebagaimana dirinya.
Katerina menjerit, menangis dan mengguncang-guncang Chris yang terbujur kaku di sofa. Ia sangat menyesal karena tidak datang menemani Chris di saat terakhirnya.
"Ia meninggal karena penyakit jantung bawaan dari ibunya..." kata Rio kemudian. "Selama ini dia teratur check up, dan setiap kali kutanya tentang penyakitnya, pasti jawabannya baik-baik saja... Aku sungguh nggak tahu bahwa kebocoran jantungnya sangat parah... dan ia sendiri sudah memperkirakan waktunya..."
"Kenapa dia nggak ngasih tahu...." bisik Katerina sedih. "Chris seorang pembohong besar... Katanya mau main drama di SMA... Mimpi-mimpinya banyak sekali... Aku nggak bisa mengerjakan semuanya..."
Mereka sadar tindakan Chris yang aneh-aneh selama ini adalah usahanya untuk menikmati hidup sebelum kematian datang menjemput.
Ia ingin merasakan bertualang, menyetir mobil, mendaki gunung, memenangkan pertandingan...
Mereka sangat kehilangan.
Katerina lebih-lebih lagi, karena ia sangat dekat dengan Chris.
Mereka mempunyai mimpi dan kesukaan yang sama, dan kini ia harus memperjuangkannya sendirian.
Setelah ia dan Denny lulus, mereka tak pernah lagi kembali ke sekolah itu karena kenangan pahit tentang kematian Chris, dan tak mengetahui bahwa Bu Indri telah menanam pohon di tempat Chris ditemukan, untuk mengenang seorang anak periang yang telah mengisi sekolah itu dengan banyak kenangan.
Pohon itu tumbuh besar dan, seperti Chris, ia menebarkan keteduhan dan rasa nyaman pada semua orang.
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
Katerina, Rio, Raja, dan Denny menepuk pohon itu dengan lembut lalu pergi bersama-sama. "Kita harus merayakannya."
"Kalian hebat..." Denny memukul bahu Rio dengan hangat. "Sejak SMP aku sudah menduga hal ini akan terjadi. Tapi kalian sama-sama pemalu dan terlalu keras kepala..."
Mereka semua tertawa.
***
Pesta piyama di rumah Michael berlangsung sangat meriah dan mereka tidak tidur semalaman. Akibatnya keesokan harinya semua menerima raport di sekolah dengan badan lesu dan mengantuk.
Bersama-sama mereka mengantar Michael ke bandara. Ia telah berjanji akan setia menulis surat melalui Hendry dan sebisa mungkin ia akan mengusahakan untuk berlibur ke Indonesia.
.
.
----- KATERINA 1 TAMAT ---