webnovel

Hari buruk

Makan malam itu berlangsung santai dengan canda tawa dan berbagai cerita dari kegiatan keseharian masing-masing.

"apa hari ini buruk?" tanya meri kepada junior.

"eumm tidak, hari ini semuanya berjalan sesuai keinginan. Bagaimana dengan hari ibu? Ku dengar ibu melakukan operasi hingga tidak pulang semalaman"

"Mmm, ibu melakukan operasi selama 23 jam. Tapi itu tidak buruk, satu-satunya hal buruk hari ini saat harapan ibu luluh lantah" meri sengaja menyebutkan kalimat yang ambigu.

"apa ada yang tidak sesuai harapan?" tanya ilham.

Ia merasa perlu berkontribusi dalam hal ini karena sangat jelas apa yang di maksud meri adalah dirinya.

"Mmm, tapi bukan masalah besar. Ingat perkataan ibu, saat kau memberikan seseorang suatu harapan maka jangan berhenti hingga harapan orang itu benar-benar tercapai terlebih jika itu orang yang penting di hidupmu. Apa kau paham?".

"Aku sangat paham" jawab junior.

Sebagai anak ia cukup bisa di andalkan ketika masa di mana ibunya ingin menekan seseorang dengan sindiran. Selain perhatian, junior juga penuh pengertian hingga tidak sulit untuk di ajak bekerja sama.

"ehem, aku merasa ada yang berkolaborasi menyindirku" potong ilham.

Ibu dan anak itu benar-benar duet maut yang dengan mudah mengerti maksud pasangannya. Tak perlu kode apapun, cukup tebakan yang di jamin tidak pernah meleset.

Malangnya, ilham juga pintar membaca ekspresi dan berkomunikasi melalui telepati. Ia bahkan bisa membaca gerak bibir seseorang.

"tuan, ada tamu. Katanya ayah tuan muda junior" seorang pelayan wanita dengan sopan menyampaikan berita kedatangan andre.

Cukup mengejutkan jika andre bertamu di jam selarut ini, tapi yang lebih terkejut adalah meri.

Bukan hanya tidak menggunakan cadar, ia bahkan hanya menggunakan pakaian tidur super seksi dengan dandanan yang berlebihan.

Secepat kilat dalam satu kedipan mata, meri sudah tidak duduk di kursinya lagi. Wanita itu hilang di balik pintu kamar.

"apa adik iparku itu hantu yang datang tiba-tiba. Kedatangannya sudah pasti menggagalkan semua rencanaku" gerutu meri sambil memakai pakaian yang lebih tertutup.

Ilham dan junior lebih dulu menyambut andre dan clara setelah menyelesaikan makan malamnya.

Mereka berbincang-bincang ringan. Andre dan ilham hanya membicarakan perihal bisnis sedangkan clara selalu mencoba mwnggali minat junior.

Baru setelah hampir sepuluh menit, meri keluar bergabung bersama yang lainnya.

"kakak ipar, aku ke sini ingin mengatakan sesuatu" clara membuka percakapan saat meri sudah duduk bersama.

"katakan ada apa?"

"aku. Aku ingin minta maaf padamu" clara hampir tidak sanggup menyelesaikan kata-katanya tapi mengingat andre selalu mengawasinya, mau tidak mau ia harus mengatakannya.

"maaf? Untuk apa?" tanya meri heran.

"kakak ipar, aku malu untuk mengatakannya jadi bisakah kau memafkanku? Ini bukan suatu pelanggaran berat hanya saja mulutku terlalu lancang untuk menilaimu buruk. Maafkan aku"

Kini bukan cuma meri yang merubah ekspresi herannya, ilham dan junior juga menurunkan alisnya hingga membentuk penurunan yang curam.

"jika hanya karena hinaan, kau tidak perlu minta maaf. Semua orang punya mulut untuk mengatakan apa yang mereka inginkan. Tapi pikirkan juga karena kau punya lidah dan bisa memaki, orang lain juga memiliki lidah dan bisa melakukan hal yang sama. Jadi bijaklah dalam mengatakan isi pikiranmu. Kau lebih tua jika di lihat dari usia jadi seharusnya akulah yang belajar darimu"

Ceramah panjang penuh pengajaran itu disampaikan oleh bibir yang juga terkadang keceplosan tapi itu dulu. Siapa yang cukup perduli dengan kehidupan masa lalu seseorang. Kita hidup di jari ini jadi untuk apa masih mendebat masa lalu yang jelas tidak akan bisa berubah sekalipun terjadi reinkarnasi.

Sebagai manusia, kita hanya bisa berencana dan melakukan yang terbaik hari ini agar tidak menyesalinya di masa depan karena hari inipun akan jadi masa lalu suatu hari nanti.

"aku akan berhati-hati lain kali" ungkap clara penuh penyesalan.

Prrkumpulan itu bubar setelah andre membawa clara pergi. Ia mengajak junior untuk ikut tapi ilham menolak karena mereka masih tinggal di hotel.

"jika ingin membawanya setidaknya tinggallah di rumah atau apartemen" tolak ilham.

"mungkin lain kali" jawab andre "aku pulang dulu"

Setelah kepulangan andre dan clara, meri kembali teringat dengan rencananya yang gagal total. Ia bisa saja mengganri pakaiannya dengan yang tadi tapi tiba-tiba mood merayu nya hilang.

Sekarang ia hanya ingin beristirahat dengan tenang.

"apa kau tidak jadi membalasku?" goda ilham saat meri sudah menghempaskan tubuhnya ke kasur.

"aku tidak pernah berpikir untuk balas dendam" jawab meri acuh tanpa memandang lawan bicaranya.

Suaminya terlalu pintar untuk di bohongi tapiemgatakan semuanya terus terang terlalu memalukan. Jadi biarlah ia mengatakan lain, toh ilham juga akan tahu kebenarannya.

Baru saja matanya akan terpejam, ponselnya berdering melantunkan sebuah nada yang familiar di telinganya.

Alisnya berkerut saat melihat nama yang muncul di layarnya. Ilham memperhatikan perubahan itu dengan tatapan dingin seperti biasanya.

📞"halo dokter fuad"

📞"dokter ana, apa aku mengganggu?"

📞"tidak, ada apa kau menelfonku?" tanya meri basa basi.

Pria di sampingnya menggerutu dalam hati. Di jam larut malam seperti ini, seorang pria lajang menelfon wanita bersuami 'kau sangat mengganggu'

📞"apa kau ada waktu besok? Ada seseorang yang ingin ku perkenalkan padamu"

📞"oh, siapa?"

📞"calon istriku" kata fuad singkat.

📞"wah, itu berita bagus. Baiklah, jam berapa kau ingin aku menemuinya, dan di mana kita bertemu?" meri mulai antusias hingga lupa ekspresi tajam pria di sampingnya.

📞"jam sepuluh pagi, di restoran china dekat dari universitas ege. Oh ya, sekalian ajak juga suami mu"

📞"hah, suamiku? Dia terlalu sibuk jadi sepertinya dia tidak akan bisa datang" jawab meri sambil melirik pada ilham yang semakin intens menatapnya.

Sangat jelas bahwa yang di maksud meri adalah dirinya dan istrinya itu menolak mengajaknya dengan alasan ia sibuk. Bukankah seharusnya sebagai istri dia bertanya terlebih dahulu.

'dia sepertinya tak ingin di ganggu' batin ilham.

📞"baiklah, besok ku jemput di rumahmu, kita berangkat bersama"

📞"oke"

Telfon itu terputus setelah janji temu di sepakati, besok pagi dan fuad akan menjemputnya. Tapi tentu saja ilham tidak mendengar hal itu.

Ia hanya tahu meri berjanji untuk bertemu dengan fuad. Kapan, dimana dan untuk apa mereka bertemu ia sama sekali tidak tahu. Telinganya lebih tajam dari manusia normal tapi bukan berarti suara kecil di ponselpun bisa ia dengar jelas.

Terlebih saat meri menelfon, volume ponselnya selalu yang terkecil. Ia hampir tidak pernah menggunakan fitur loundspeaker yang di sediakan ponselnya.

Saat bicarapun ia lebih mirip seseorang yang sedang berbisik, kecuali saat ia sedang marah atau terkejut.

Mereka sama-sama terdiam dan terlelap dalam tidur yang nyaman. Tak ada interaksi berlebih lagi. Meri sudah melupakan acara balas dendamnya dan ilham juga tak ingin mengingatkannya lagi. Hatinya tidak cukup yakin tak akan tergoda jika meri merayunya seperti saat di meja makan.

Pagi hari, setelah sarapan seperti biasanya junior ke sekolah di antar oleh sopir. Ilham sudah lebih dulu bersiap karena tak ingin terlambat pada pertemuan dengan investor baru untuk desa penyembuhan.

Peresmian pembukaan desa penyembuhan yang di tayangkan di berbagai televisi, membuka minat para investor asing yang juga memiliki jiwa sosial tinggi.

Selain itu, rekan kerjanya yang tak lain kakak dari dokter fuad memasukkan proposal pada universitas ege khususnya pada fakultas medis tempat meri melakukan penelitian dan memperoleh gelar ahli bedahnya.

Bekerja sama dengan lembaga setempat tentu akan memberi keuntungan dengan sistem simbiosis mutualisme.

Pihak kampus akan di untungkan dengan terbukanya kerjasama untuk mentransfer dokter mereka baik itu untuk magang atau saat seorang ahli di perlukan. Selain itu, ragam penyakit yang di tangani akan memudahkan pengambilan sampel saat penelitian dan pengembangan obat baru di perlukan.

Sementara di pihak desa penyembuhan akan memperoleh sumber dana dan sumber daya manusia. Tidak akan ada pihak yang merasa di rugikan dalam kerja sama ini.

"aku akan ke kampusmu hari ini, ada pertemuan untuk presentasi proposal desa penyembuhan. Jam berapa kau akan pulang?" kata ilham.

"aku tidak tahu jam berapa selesai, aku akan menelfonmu nanti"

"baiklah, jangan pergi sendiri. Tunggu sopirmu kembali mengantar junior dan pergilah bersamanya. Hmm" ilham membelai lembut kepala istrinya yang sudah tertutup hijab.

"Mmm, aku akan hati-hati"

Tak lama setelah ilham pergi, fuad datang bersamaan dengan mobil yang tadinya mengantar junior kembali.

"kita berangkat?" tanya fuad.

"oke" jawab meri lalu naik ke kursi penungpang mobilnya sementara fuad tetap setia pada motornya. "ikuti motornya" perintah meri kepada sopirnya.

Meri sengaja membuka jendela mobil karena fuad terkadang memepet ke arahnya sambil tersenyum ceria menampilkan mata yang berkilau gembira.

"jangan kebut-kebutan. Teriak meri" ia sangat khawatir melihat fuad yang terus beraksi melenggak lenggokkan motornya.

"nyonya, teman anda melakukan hal yang berbahaya" tegur sang sopir.

"dia tidak pernah seperti itu sebelumnya. Mungkin karena hari ini dia gembira" tebak meri.

Hari ini adalah pertemuan antara ia dan calon istrinya jadi mana mungkin dia tidak gembira. Tapi ugal-ugalan di jalan sangat berbahaya.

Bahkan meri yang hanya menjadi penonton cukup ngeri melihatnya. Lututnya bergetar lemah di iringi dengan jeritan dari sekeliling saat melihat fuad sudah terlempar dari motornya karena menghantam mobil dari arah berlawanan.

Dengan kaki yang masih bergetar, meri berusaha berlari mendekati tubuh yang sudah tergeletak tak berdaya itu.

Nafasnya benar-benar sesak, ia melepaskan cadarnya agar bisa menarik nafas lebih dalam. Airmata nya sudah mulai bercucuran saat membuka kaca helm yang menutupi wajah fuad sepenuhnya.

Ingatannya kembali pada saat ia juga menyaksikan seorang pria tertabrak. Ia mulai mengingat rian yang juga mengalami hal serupa dengan apa yang di alami fuad.

"bagaimana, bagaimana ini?"

Dengan tangan gemetar, meri mencoba memeriksa nadi dan detak jantung fuad. Sangat lemah hingga ia bahkan kesulitan untuk mendeteksinya.

"tanganmu, gerakkan tanganmu. Tidak, cukup gerakkan jarimu"

Fuad masih setengah sadar dan masih mendengar arahan meri dengan jelas. Sebagai dokter ia juga tahu meri sedang memeriksa respon saraf motoriknya.

Ia sudah sekuat tenaga menggerakkan jarinya, melihat bagaimana meri semakin histeris ia tahun responnya sangat buruk. Bukan karena hari ini kemungkinan ia akan gagal bertemu calon istrinya, hal yang ia sesali adalah bahwa dirinya menjadi alasan wanita cantik di hadapannya menangis.