webnovel

3 Tahun Berlalu

"Ok, aku tanyain lagi. kalau ini rezeki kamu pasti belum ada yang ngisi tapi kalau bukan nanti kubantu cariin lagi ya."

"Makasih Mbak. Mbak baik banget." Intan menyatukan kedua telapak tangannya, tanda permohonan terima kasih. Sarah memang baik, makanya Intan pun tidak ragu untuk meminta pertolongan padanya.

Mendengar kabar lowongan kerja saja, Intan sudah senang apalagi keterima kerja. Intan akan sangat berterima kasih pada Sarah.

"Enggak usah berlebihan deh, pokoknya kamu berdoa aja. Perusahaannya gede, gajinya mungkin juga lumayan walaupun jadi office girl. Pelanggan aku aja sanggup bayar aku terus, jadi ya … semoga aja ya, Intan," ucap Sarah mendoakan, Intan hanya manggut-manggut sembari hatinya berdoa meminta kelapangan Tuhannya untuk memberi jalan pada Intan menjemput rezeki demi keberlangsungan hidupnya. "Oh ya, sekarang kita mending jemput anak kamu terus beresin barang-barang kamu," tambah Sarah membuat Intan heran.

"Untuk apa, Mbak?" Intan tidak paham dengan maksud Sarah.

"Kamu pindah aja ke rumahku, aku juga kan tinggal sendirian jadi biar ada temen ngobrol juga. Anakmu juga bisa aku urus biar gak perlu dititipin ke tetangga mulu, soalnya kebanyakan transaksiku malam jadi siangnya kamu bisa kerja dan aku yang jaga Karin, terus kalau aku kerja kamu yang jaga rumahku Intan. Gimana? Mau, ya?" Sarah mengajak Intan bernegosiasi.

Sarah memang kesepian, terlebih yang sebenarnya dia juga ingin membantu Intan mengurangi masalahnya.

"Tapi Mbak, aku belum bayar kontrakan. Mana bisa aku pergi gitu aja," Intan mengeluh. Bukan putus asa, tapi dia memang belum bisa bayar kontrakannya

Sarah menepuk dadanya sendiri. "Tenang ada aku, kamu bisa bayar kapan aja. Ayo kita pergi ke kontrakan kamu untuk jemput Karin!" ajak Sarah sembari merangkul Intan. Intan sangat terharu, Sarah sudah seperti ibunya sendiri. Dia baik sekali pada Intan, jangankan itung-itungan, kapan pun Intan butuh pertolongan dia selalu siap membantu semampunya.

"Terima kasih banyak Mbak, aku gak tahu harus gimana lagi … kalau gak ada Mbak yang tolong. Aku juga gak tahu kapan bisa balas budi ke Mbak sarah." Intan sangat berterima kasih pada perempuan yang dianggap oleh orang lain mungkin tak ternilai oleh masyarakat, tapi Inta tahu kalau semua orang punya garis hidupnya masing-masing yang mereka pilih sendiri.

Kita sebagai manusia jangan terlalu banyak menjudge, justru harusnya kita saling memahami apa yang dirasakan mereka-mereka yang tergelincir memilih masuk ke dunia hitam.

Mereka butuh dimengerti dan mereka juga butuh pengakuan kalau mereka juga manusia, punya hati yang juga senang jika membantu orang yang membutuhkan.

Kadang mereka-mereka ada yang bisa lebih care karena lebih sensitif dalam memahami kesusahan orang, apalagi yang senasib sepenanggungan dengan mereka.

"Susssttt, sudah kewajiban tiap manusia saling membantu. Apalagi sesama perempuan, pasti akan bisa lebih merasakan. Kamu udah Mbak anggap kayak anak sendiri."

Intan pun tersenyum haru mendengarnya.

***

3 tahun berlalu, setelah Intan diterima kerja di perusahaan yang ditawari oleh Sarah dari kenalan salah satu pelanggan setianya—Pak Amiruddin.

Intan lumayan hidup berkecukupan dengan gaji yang sebenarnya pas-pasan untuk standar hidup di Ibukota, hanya saja berkat numpang gratis di rumah Sarah, pengeluaran Intan pun sedikit berkurang ditambah juga Intan sering mendapatkan bonus yang Intan sendiri bingung dari mana –kenapa gajinya beda dari pegawai yang lain, di mana juga bonus itu dia dapatkan?

Karena setahu Intan kalau pekerjaannya masih normal-normal saja, tidak ada lembur atau yang lainnya.

Hingga pada suatu hari akhirnya Intan tahu kalau ternyata anak pemilik perusahaan yang setiap hari selalu Intan bawakan kopi ke ruangannya –dialah yang rutin menambahkan gaji Intan dengan sembunyi-sembunyi.

Bukan tanpa alasan, bonus gajinya adalah sebagai bentuk apresiasi pada Intan yang selalu terlihat ramah dan ceria di kantor.

Intan selalu bisa menambah mood Bosnya dan alasan yang lebih mendasar karena si anak pemilik perusahaan itu jatuh cinta pada Intan.

Cinta beda kasta yang membuat Intan pada awalnya menolaknya.

Namun, karena sudah Intan pikirkan matang-matang, meminta pertimbangan pada Sarah dan juga mendapat dukungan penuh dari teman-teman dekat –rekan kerjanya, Intan pun tidak ragu lagi untuk menerima lamaran Irwan Syahrir –anak dari pemilik perusahaan Keluarga Konglomerat Syahrir Indagiri.

PT. Indagiritex Wardana, sudah terkenal sebagai Perusahaan Textile terbesar se-Asia Tenggara dan tentunya perusahaan yang menerapkan kualitas terbaik dan juga menjadi perusahaan terkenal yang menjadi sorotan para Designer untuk mempercayakan produksi kain yang akan menjadi rancangan busana mereka.

Sekarang Intan sedang duduk manis di dalam mobil sang CEOmuda perusahaan itu. Intan seperti Cinderella yang diangkat derajatnya oleh Sang Pangeran.

Intan yang tadinya adalah seorang Office Girl di perusahaannya, sekarang akan menjadi istri dari seorang CEO, tentunya beberapa karyawan juga banyak yang iri padanya.

Terlebih status Intan yang dianggap lebih rendah dari calon suaminya. Hari ini Intan diundang oleh ibunya Irwan untuk datang ke rumahnya menghadiri acara makan malam.

Intan sempat ingat obrolannya dengan Sarah tadi pagi.

"Aku takut kalau orang tua Irwan enggak menyetujuinya Mbak, aku kan janda anak satu sedangkan Irwan masih bujangan. Dia juga calon pewaris perusahaan ayahnya, banyak perempuan yang ngantri ingin dilamar, lebih cantik dan intelek juga. Enggak kayak aku yang hanya lulusan SMA, bedalah Mbak sama keluarganya," Intan bercerita panjang lebar tentang ketakutan yang tengah dia rasakan.

Ada ketidakpercayaan diri, takut keluarga kaya itu tidak bisa menerima Intan apa adanya.

Bukan hanya status pendidikan, tapi status Intan sebagai Single Parents juga membuatnya insecure menikah dengan Irwan yang masih perjaka asli.

"Intan, dengarkan aku!" ucap Sarah sambil memegang kedua bahu Intan. "Kamu suka sama dia, kan?" tanyanya meminta jawaban, Intan pun mengangguk dengan bibir bawah yang digigitnya."Cinta memang buta, tapi kebutaan itu pasti tulus Intan. Berarti dia mencintai kamu apa adanya. Kamu pun di kantor tidak menggodanya kan?" tanya Sarah dengan wajah sengaja mencurigai.

Intan terkejut mendengar pertanyaan itu, jangankan menggoda, pakai lipstick saja hanya sedikit bahkan hampir tidak terlihat. Di pikirannya hanya tentang tanggung jawab dengan pekerjaan demi menyambung hidup.

"Mbak, aku sadar diri … mana mungkin aku berani menggoda dia, tidak ada niatan aku –"

"Iya, aku tahu. Jika tanpa digoda pun dia suka, artinya apa coba?" Sarah tersenyum, membuat Intan bingung.

"Apa Mba?" Wajah Intan penuh tanda tanya, dia terlalu polos menurut Sarah.

Mirip dengan Sarah dahulu, makanya Intan juga bisa diselingkuhi. Coba saja kalau Intan lebih percaya diri dengan dirinya sendiri dan tidak bergantung pada suami, pasti Intan juga tidak akan dicampakkan seenaknya oleh suaminya. Jika dicampakkan pun Intan pasti akan bisa bangkit lagi dan akhirnya suaminya sadar kalau selama ini dia telah menyia-nyiakan berlian yang mahal.

Sarah masih terus mendampingi Intan agar bisa seperti dirinya, tidak lagi ingin diperintah oleh telunjuk lelaki dan diinjak-injak dengan semena-mena.