webnovel

Sang Mantan Suami

Sarah tersenyum penuh kemenangan, bibirnya menyungging jaya dan dia menjawab dengan keangkuhan seperti sayatan pedang secepat kilat yang menyembar dan diakhiri suara Guntur yang mengikutinya.

"Maaf, aku harus pergi," ucapnya sembari berlalu.

Sang mantan suami kesal, dia juga setengah menyesal karena dulu telah mencampakkan istrinya yang padahal hanya perlu ia beri modal saja untuk merias diri, tapi dia lebih memilih yang instan dan berkelana mencari perempuan yang bisa membuat nafsunya terpuaskan.

Sarah mengingat kembali masa lalunya yang sudah bisa ia lewati sampai saat ini, dan dia pikir, dia juga harus membagi tips dan triksnya pada seorang perempuan di hadapannya sekarang yang juga baru saja bercerai dengan suaminya. Setahun yang lalu.

"Iya begitu, Intan," ucap Sarah pada Intan setelah dia menceritakan kisah panjangnya yang penuh perjuangan. "Kamu juga bisa jadi seperti saya jika kamu mau, saya akan bantu kamu. Melihat kamu, saya jadi teringat anak saya yang sudah sepuluh tahun tidak bertemu, usianya pasti sudah 21 tahun, sama seperti kamu," jelasnya mengungkapkan kerinduan.

"Oh ya, Mbak? Sekarang apa dia sudah menikah?" Intan bertanya.

Intan menikah muda karena paksaan orang tua yang ingin menyegerakan pernikahan putrinya lebih cepat.

Orang tua Intan lega jika dia berhasil menikahkan putrinya lebih muda agar terhindar dari fitnah dan pergaulan bebas.

Padahal, cepat belum tentu lebih baik. Hanya untuk menghindari agar anak mereka tidak hamil di luar nikah sedikit keliru menurut Intan, tapi dia tidak bisa menolak dan menurut saja dengan permintaan orang tuanya.

Intan waktu itu juga baru beberapa bulan mengenal mantan suaminya dan sang ayah sudah main setuju saja.

Mantan suami pun juga sudah siap dengan persiapan seadanya, dan mas kawin yang sudah dia tabung jauh-jauh hari dan karena beranggapan sang calon menantunya rajin menabung, ayah Intan semakin mendukung hubungannya saat itu.

Begitu bangganya ayah Intan saat itu ketika mas kawin yang dibawa calon menantunya sebesar sepuluh juta dan emas 15 gram, melebihi rata-rata jumlah mas kawin anak-anak tetangga yang lain.

Intan pun sebelumnya senang, nama keluarganya seperti diberi penghargaan dengan segala barang bawaan yang tidak mengecewakan.

Pengantin perempuan mana yang tidak senang jika calon suami mereka royal saat seserahan. Bahkan Intan jadi pembicaraan pujian, sebuah bentuk kesyukuran yang dia terima.

Tapi, semuanya seakan berbanding terbalik sesudah pernikahan mereka sah. Sang mantan suami dulu langsung meminta izin pada ayah Intan untuk membawa Intan pergi dan tinggal dikontrakan.

Ayah dan ibu Intan pun menyetujuinya karena Intan anaknya sudah menjadi istri dan suaminya berhak membawa Intan untuk berumah tangga lebih mandiri.

Intan tidak menyangka jika itu adalah awal suaminya membodohi dirinya.

Mas kawin yang sudah diberikannya pada Intan pun dipinta lagi, katanya sebagai modal bisnis, bayar kontrakan dan hal-hal lainnya dengan alasan nanti juga dia ganti lagi hingga sampai sekarang pun ucapannya itu hanyalah sebatas rayuan semu dan suaminya justru berselingkuh dengan atasannya sendiri dan akhirnya lebih memilih meninggalkan Intan.

Sarah menghela napas sembari menggelengkan kepala. "Sepertinya belum, terakhir saya dapat kabar dari mantan suami saya … dia melanjutkan kuliahnya. Baguslah, setidaknya anak saya bisa sukses ke depannya dan saya percaya dia tidak akan meniru kelakuan ayahnya yang serakah dengan perempuan."

Intan ikut merasakan apa yang tengah dirasa oleh Sarah karena Intan juga sudah punya anak dari pernikahannya dulu dan anaknya baru saja genap berusia empat tahun.

Intan bingung karena dia mengambil hak asuh anaknya sedang Intan masih belum mendapatkan pekerjaan lagi sampai sekarang, anak Intan juga harus bersekolah dan pastinya akan banyak tek tek bengek pengeluarannya nanti.

Intan bahkan sempat jadi pembantu di kompleks elit, tapi justru majikan lelakinya menyukai Intan dan sering menggodanya, juga para tetangga yang sudah berumah tangga, para suami mereka pun juga senang melihat Intan jika dia sedang menyiram tanaman di depan rumah.

Intan seringkali mendapat sindiran dan julukan sebagai 'Pembantu Penggoda'. Hingga pada suatu hari, sang majikan lelaki memeluk Intan saat di dapur. Intan mencoba melawan, tapi sulit karena cengkeraman sang majikannya begitu kuat hingga istrinya memergoki mereka. Bukannya memarahi suaminya, justru majikan perempuannya malah mengusir Intan.

Intan bingung harus kerja ke mana lagi, dia pun ingat Sarah dan meminta bantuannya.

Dulu kontrakan Sarah bersebelahan dengan kontrakan Intan, sekarang Sarah sudah pergi dari kontrakan itu dan hidup lebih berada.

Intan pun sebenarnya sudah pindah kontrakan setelah dia bercerai dengan suaminya yang berselingkuh dengan Bosnya sendiri.

"Iya Mbak, saya doakan semoga saja," balas Intan. "Tapi maaf, rasanya saya tidak ingin ikut bekerja di tempatnya Mbak Sarah. Maaf sekali, apa Mbak punya pekerjaan lain?" Intan sebenarnya tidak enak, dia takut Sarah merasa terhina dengan penolakkannya. Awalnya Intan kira Sarah tidak bekerja sebagai perempuan malam karena saat dikontrakan yang sama, dia tidak menampakkan tanda-tanda sebagai seorang perempuan pekerja seks komersial. Sarah memanipulasi dirinya, dia baru membuka kerudung saat akan beraksi saja.

"Kamu enggak perlu meminta maaf seperti itu kok Intan, aku tidak akan memaksa kamu untuk mengikuti jalanku juga. Tenang saja," balasnya tersenyum. "Kamu sekarang tinggal di mana?"

"Setelah tidak bekerja di rumah majikanku, aku cari kontrakan di dekat sini Mbak. Alhamdulillah murah, perihal tempat ya … sesuai harga. Setidaknya aku dan anakku punya tempat tinggal. Cari kerja susah Mbak, saya juga sudah satu bulan nunggak kontrakan. Saya bingung."

Intan sebenarnya malu untuk menceritakan kesusahannya.

Tapi harus bagaimana lagi, dia tidak bisa mengandalkan dirinya sendiri dan butuh bantuan orang lain.

Namun Intan tentunya tidak ingin pendek jalan untuk ikut terjerumus bersama Sarah, Intan pikir panjang soal itu.

Tiba-tiba Sarah teringat seseorang yang dia kenal di salah satu perusahaan.

Dia adalah pelanggan setia Sarah yang bahkan ingin menjadikan Sarah sebagai istrinya, tapi Sarah menolak.

Dia masih trauma untuk kembali berkomitmen, apalagi lelaki yang mengajaknya komitmen adalah lelaki yang sudah terbiasa membeli para perempuan lain.

Sangat bisa dicurigai kalau dia menikah dengan Sarah pun, kesetiannya tidak bisa dijamin. Sarah ragu.

"Oh ya Intan, aku punya kenalan namanya pak Amir. Dia salah satu pegawai di kantor dekat taman kota, nama perusahaannya apa ya … aku lupa. Nanti aku tanyain lagi," ucap Sarah sembari membuka layar ponselnya untuk mencari bekas chat dia semalam dengan sang pelanggan itu. "Katanya di kantornya lagi butuh pegawai office girl, bagaimana? Kamu mau?" tanya Sarah melihat mata Intan.

Menerawang keinginan dan kesungguha nnya menerima pekerjaan itu.

Intan yang ditawari tentunya sangat senang, pekerjaan apapun akan dia terima selama itu halal.

"Mau banget Mba," balas Intan dengan senyumannya yang mengambang.

Sarah pun senang jika bisa membantu.