18 Mimpi Buruk Xavier

Xavier kecil menekuk lutut, melipat tangan di samping ranjang, siap untuk berdoa. Di sampingnya ada seorang wanita dewasa dengan lembut membelai rambut hitamnya. Senyuman wanita itu teduh melihat Xavier berdoa sebelum tidur.

Namun, tiba-tiba ada seseorang yang berdiri di belakang Xavier dengan senjata terarah pada ibunya.

Dor!

Sang ibu langsung terkapar bersimbah darah di samping Xavier. Anak itu merasa saat ini senjata itu beralih pada belakang kepalanya.

Xavier membuka mata dewasanya lebar-lebar. Ia langsung duduk dan mengusap wajahnya. Xavier masih di kantor. Ia menarik napas dalam-dalam dan melipat tangan lalu menyandarkannya pada dahinya.

Mimpi-mimpi itu selalu datang setiap kali ia tidur. Sudah beberapa tahun ia selalu dihantui oleh kenangan akan kebersamaannya dengan mendiang ibunya. Semua kenangan indahnya bermain dengan ibunya akan berubah menjadi genangan darah di dalam mimpinya.

Xavier berdiri dari kursinya dan berjalan menuju barisan rak botol wine yang ditata rapi di sebelah meja kerjanya. Ia meraih salah satu botol dan sebuah gelas ramping yang ia selipkan pada sela jari. Ia membuka botol wine dan menuangkan isinya ke gelas lalu menaruh kembali botolnya di meja.

Langkah kakinya perlahan kembali menuju meja kerja. Xavier menikmati red wine sambil sibuk dengan pikirannya sendiri.

TOK TOK

Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu. Setelah Xavier menyuruh masuk, pintu kantornya dibuka. Simon Palecki, orang kepercayaannya masuk dengan membawa sebuah majalah.

"Majalah gosip terus merilis berita tentang ketampananmu dan menyertakan tanda tanya di halaman terdepan. 'siapa wanita yang beruntung' haha…" Simon meletakan majalah itu di atas meja kerja Xavier dan tertawa menggodanya. "Enaknya jadi pria tampan dan terkenal."

"Kau tahu kan bahwa sebagai tuan muda dari keluarga kaya pasti kau akan mendapat sorotan dari media. Jangan sampai mereka terlalu dekat dan memergokimu saat melakukan hal-hal yang bisa merusak reputasi keluarga," kata Simon memperingatkan. "Kau harus lebih hati-hati saat beroperasi, mata kamera di mana-mana."

Xavier melirik ke arah majalan di meja. Ia tidak mengerti kenapa media senang sekali membahas para lelaki muda kaya dan single sepertinya untuk digosipkan. Ia bukan aktor atau musisi.

Keluarganya memang kaya dan memiliki banyak bisnis yang menyokong karier banyak perusahaan hiburan dan para selebriti, tetapi ia sendiri tidak pernah tertarik untuk menjadi terkenal.

Fotonya di halaman majalah yang terbuka terlihat sangat tampan. Sepertinya seorang paparazi memergokinya sedang keluar dari sebuah hotel setelah makan siang bisnis dengan salah satu partner bisnis keluarga Osbart.

Ia mengenakan pakaiannya yang seperti biasa serba hitam dan wajahnya tampak dingin berbahaya. Terdapat judul di artikel tersebut yang ditulis besar-besar.

XAVIER SALVATOR OSBART YANG DIGOSIPKAN BERPACARAN DENGAN SUPERMODEL ANNA RAWLINS MEMBANTAH KEDEKATAN MEREKA.

Xavier hanya memutar matanya membaca tajuk artikel itu dan menggoyangkan gelas wine di tangannya dengan sikap acuh tak acuh. Ia hanya pernah berkencan dengan Anna satu kali tetapi mereka sama sekali tidak pacaran. Rupanya media senang sekali membuat berita mengada-ada.

Simon mendeham. "Ngomong-ngomong, kakakmu membuat keputusan mengejutkan. Dia bilang akan menikah secepatnya. Dia malah sudah membawa pengantin nya ke mansion."

Mendengar itu barulah Xavier menghentikan goyangan gelas pada jarinya. Ia mengerutkan keningnya keheranan. Elleard… hendak menikah?

Dengan siapa? Kenapa tiba-tiba sekali?

"Tenang! Aku sudah menyelidiki berulang kali, dan hasilnya tetap sama. Gadis itu aman, hanya wanita biasa yang mungkin Elleard lihat. Atau mungkin dia kasihan."

Simon memberikan berkas berisi semua data Elena yang berhasil dikumpulkannya. Xavier meraihnya, membuka lembaran pertama. Dari lembar pertama ada foto Elena, Xavier langsung bereaksi ia melihat lekat wajah itu.

"Kau mau kemana?" tanya Simon melihat Xavier buru-buru bangun dari duduknya lantas meraih kunci mobil.

"Kita ada pertemuan malam ini! X!"

Sekalipun Simon berteriak memanggilnya berkali-kali, Xavier tidak menghiraukannya. Pria itu berjalan dengan langkah-langkah lebar semakin menjauh dari ruang kerja melewati meja sekretaris yang langsung berdiri lantas menunduk saat melihatnya lewat.

Tidak berapa lama Simon juga ikut keluar dengan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Sepertinya kita harus membatalkan pertemuan malam ini."

"Ini sudah kedua kalinya aku menjadwalkan ulang, bos." ujar Liliana, sang sekretaris. "Kalau bisa jangan batal lagi.."

"Kau tidak lihat dia pergi begitu saja!?" tukas Simon dengan nada kesal. "Kalau kau bisa membuatnya kembali dan ikut ke pertemuan nanti malam, boleh kau tidak menjadwalkan ulang."

Liliana terdiam mendengar kata-kata Simon. Ia menoleh ke arah kepergian Xavier dan menghelas napas. "Baiklah.. aku akan menjadwalkan ulang."

Simon berjalan mengejar Xavier. Sampai di lantai bawah, ia melihat mobil Xavier melintas dengan cepat keluar dari halaman lobby. Simon baru saja sampai dengan napas yang masih terengah-engah. Ia sudah tak dapat mengejarnya.

"Sial!" umpatnya saat melihat mobil itu semakin menjauh.

***

TOK TOK

Elena tersentak terbangun dari tidurnya saat ia mendengar ketukan di pintu. "Astaga… aku ketiduran?" Ia langsung mencari ponselnya untuk melihat jam. Sudah hampir jam 4 sore. Shiftnya di toko akan segera dimulai. Ia tidak boleh terlambat. "Aku harus kerja."

TOK TOK

Ketukan di pintu kembali terdengar. Elena mengerjap-kerjapkan matanya dan segera turun dari tempat tidur untuk membukakan pintu.

Greta baru saja membuka pintu dan masuk ke kamar Elena sebelum gadis itu sempat membukanya.

"Oh, hai, Greta. Aku harus pergi sekarang."

"Eh, Nyonya mau kemana?" tanya pelayan itu keheranan saat mendengar kata-kata Elena.

"Aku harus berangkat kerja," gumam Elena. Ia beranjak ke kamar mandi hendak membersihkan muka. "Aku sudah terlambat."

"Uhm, sepertinya tidak bisa Nyonya,"

Elena berhenti dari pergerakannya lantas menoleh ke arah Greta dan menatap pelayan itu dengan kening berkerut.

"Ahh… maaf, aku masuk begitu saja, Nyonya. Sebelumnya sudah aku ketuk tapi tidak ada jawaban dan kebetulan pintu tidak dikunci."

"Apa maksudmu, tidak bisa?" Elena kembali duduk di atas ranjang. Ia segera menyadari bahwa tempat tidurnya sekarang terlihat berantakan dengan barang-barang hadiah dari Elleard berserakan di atas selimutnya.

"Tuan Elleard ingin Anda makan malam bersamanya, jam tujuh nanti. Samantha menugaskanku untuk membantu Anda bersiap."

"Makan malam, ya…?" gumam Elena.

"Benar, Nyonya."

"Aku bisa bersiap sendiri, terima kasih. Kau bisa keluar sekarang." Elena tersenyum kaku, berharap pelayan pribadinya itu segera keluar meninggalkannya.

"Maaf, Nyonya. Tapi saya akan membantu Anda."

Elena mengerucutkan bibirnya. "Baiklah, kalau begitu aku mandi dulu. Kau boleh keluar sekarang!"

"Saya akan membantu Nyonya untuk mandi."

Uhuk!

Elena melihat pelayannya tidak percaya. "Tidak usah, maksudku… aku bisa mandi sendiri. Silakan kau keluar!"

avataravatar
Next chapter