webnovel

SKSD

"Gang deket showroom mobil itu bukan sih?" Tanya Gisha dahinya mengernyit, dia seperti hapal seluk beluk daerah sana.

"Yup, rumah no lima." Jawab Kendra membenarkan.

"Wah deket dong kakak ... eh Ken, aku dua gang ke selatan di seberang jalan !" Kata Gisha seperti tak percaya ternyata mereka tetangga-an, meski jaraknya juga lumayan jauh, jarak dua gang itu hampir 200 meter. Kendra hanya tersenyum kecut, dia serahkan boks ponsel yang sedari tadi di timbang - timbangnya ke Gisha.

"Gimana jadi?" Tanya Gisha sambil menerima boks ponsel dari Kendra.

Kendra mengangguk hatinya sudah mantap. Mata Gisha langsung berbinar ceria.

Suasana toko sudah semakin ramai,suara musik yang menghentak bercampur dengan hiruk pikuk suara pengunjung yang datang membuat suasana sore itu hiruk pikuk.

"Cash atau kredit?" Tanya Gisha mengenai pembayaran yang akan Kendra pakai.

"Debit bisa?"

Gisha mengangguk, kemudian mengajak Kendra ke meja kasir, sambil membawa ponsel baru pilihan Kendra yang masih ter segel dalam boks-nya, selama proses pembayaran, Gisha terlihat sibuk meneliti boks ponsel baru Kendra, seperti meneliti tak ada bekas benturan atau penyok dalam kemasan nya.

Selesai bertransaksi, mereka kembali ke sofa awal kemudian duduk kembali di sana.

"Sebentar aku buka dulu ya?" Gisha kemudian mulai merobek segel penutup nya,mengeluarkan isinya, sambil terus menjelaskan apa- apa saja yang ada di dalamnya, serta syarat dan ketentuan yang berlaku pada barang andai terjadi sesuatu dengannya.

"Mau langsung dipakai atau di bungkus?" Tanya Gisha masih dengan kata- kata standar SOP mereka.

"Aku mau pakai langsung." Jawab Kendra pendek, Gisha meminta ponsel lama Kendra, lalu dengan cekatan dia mengerjakan semua dengan rapi, mencabut sim card kemudian memasang kan nya ke ponsel terbaru, memasang kan screen guard bawaan dari ponsel barunya.

Terakhir dia menyerahkan ponsel baru ke Kendra untuk di periksa.

Sementara Gisha mulai memasukkan kembali isi dalam boks yang sempat ia keluarkan tadi, dan setelah rapi dia masukkan boks ponsel yang ke dalam sebuah paper bag, yang ia ambil tadi saat berada di kasir.

"Kalau ada waktu main ke tempatku Ken?" Tawar Gisha seolah sudah merasa akrab, tak tahu kenapa, dia berani mengajak Kendra untuk main ke kos nya, entah karena melihat perilaku Kendra yang baginya sangat sopan dan cool, tak akan menjadi masalah baginya karena Kendra tak mungkin akan berbuat kurang ajar terhadapnya, karena selama ia layani Kendra tak sedikit pun berusaha menggoda nya, berbanding terbalik dengan perlakuan yang biasa ia terima dari pengunjung toko sebelum - sebelumnya, yang baginya itu sudah biasa, jujur saat awal mendekat untuk memberi mempesona baginya.

"Tempatnya aja ngga tau? Gimana mau main ke tempatmu?" Kendra tersenyum, menenteng paper bag pemberian Gisha, bersiap untuk berdiri, harusnya dia segera pergi, mengacuhkan godaan Gisha, dan pernyataan Kendra tadi seperti menerima ajakan Gisha untuk main ketempatnya.

Gisha sangat agresif pikir Kendra, tapi itu sudah biasa baginya, reaksi seperti itu sudah kerap ia alami dan dia tak terpengaruh sedikit pun. Bahkan kadang dia sama sekali tak menggubris nya, sematan cowok dingin mungkin berawal dari sana, bahkan yang terakhir cowok tak normal pun ikut harus ia sandang.

"Sepuluh menit lagi aku off, sekalian pulang bareng kalau mau?" Kendra melirik jam tangannya, jam tiga kurang lima menit. Betulkan, pernyataan yang sebetulnya penolakan halus, diartikan berbeda, hanya karena tak enak untuk menolak ajakan itu, ucapannya malah menjadi ambigu. Harusnya dia tak peduli dan tegas menolak ' maaf Gis kapan kapan saja'.

"Tunggu disini bentar." Melihat keraguan dalam diri Kendra, Gisha setengah berlari menuju ke sebuah showcase cooler dekat kasir, mengambil sebuah kaleng minuman kemudian diacungkan nya ke kasir, seolah berkata 'masukkan ke dalam tagihan ku'.

"Nih, tunggu bentar aku absen dulu." Memberikan kaleng cola ke Kendra yang masih duduk dengan perasaan heran, dia hanya tersenyum melihat polah Gisha, apa motif Gisha melakukan itu, mereka baru saja kenal, dan dia sudah berani mengajak Kendra untuk main ke tempatnya? Ah masa bodo apa motif nya, Kendra hanya berlaku ramah, dan tak salah juga menambah teman, siapa tahu nanti kalau ada perlu beli aksesoris handphone dia bisa menghubungi Gisha.

Lima menit kemudian Gisha muncul dari pintu, sebelah kasir, mengenakan jaket jeans warna biru. Melambaikan tangan ke beberapa orang yang ada di belakang meja kasir, seperti berpamitan, beberapa di antara mereka terlihat saling berbisik dan mengedipkan mata nakal ke arah Gisha, yang hanya di balasnya dengan senyuman.

Gisha berjalan sedikit tergesa ke tempat Kendra berada, yang masih memegang kaleng cola pemberian Gisha dan belum dibukanya.

"Yuk." Ajak Gisha, seperti di cocok hidungnya Kendra pun menurut. Mereka berjalan berdua menuju keluar, dan beberapa saat kemudian, dengan motor masing - masing mereka meninggalkan tempat kerja Gisha, berjalan ke arah selatan menuju simpang enam Teuku Umar.

Dari sanalah akhirnya Kendra intens berhubungan dengan Gisha, yang awalnya segan, akhirnya timbul rasa kasihan, dari rasa kasihan timbul simpati, dan kemudian Kendra suka tapi baru sebatas suka, sampai akhirnya ter kuak, Gisha sudah mempunyai pacar yang kerja di kapal pesiar, yang saat bertemu Kendra baru tiga bulan berangkat berlayar.

***

Sabtu sore Kendra duduk di depan teras kos Gisha, kebetulan sang pemilik kamar sedang mandi, ini sudah masuk minggu ke delapan, sejak pertemuan mereka di toko ponsel tempat Gisha bekerja.

"Tunggu di dalam saja Ken ngga apa - apa?" Ucap Gisha, lima menit yang lalu, di pundaknya ter sandang handuk, yang ia ambil dari jemuran di rak depan kamarnya, dia baru pulang kerja yang mana Kendra yang menjemputnya tadi.

Rutinitas yang Kendra lakukan saat dia libur kerja, mengantarkan dan menjemput Gisha kerja, hingga lanjut ke malam mingguan, cari makan atau nonton bioskop pada akhirnya, mereka masih berkencan, belum berpacaran, masih saling menyelami perasaan dan karakter lawan.

"Ngga papa aku disini aja, sekalian ngadem." Tolaknya.

"Ya AC nya di hidupinlah," paksa Gisha, rambutnya sudah ia gelung ke atas.

"Sudah buruan mandi sana, ngga apa - apa aku disini," kukuh dengan pendiriannya akhirnya Gisha mengalah, dia masuk ke dalam kamarnya untuk mandi.

Sepuluh menit berlalu Kendra duduk sendiri di depan teras sambil bermain ponsel.

Bangunan satu lantai dengan deretan 6 kamar memiliki teras yang sudah tersekat tembok setinggi bahu. Kamar Gisha no 3 dari gerbang pintu masuk, halamannya tak terlalu luas hanya cukup untuk parkir satu motor posisi membujur dan sedikit ruang untuk jalan bagi penghuni kos kamar setelah kamar Gisha. Kos yang keseluruhan di huni oleh cewek.

Terdengar dari dalam dering telepon milik Gisha, Kendra hanya mengacuhkan nya, karena memang itu bukan urusan dia, hingga dering telepon untuk yang kedua kalinya terdengar kembali.

Gisha dari dalam kamar mandi, meminta Kendra untuk mengecek nya dari siapa? Siapa tahu penting dari teman atau supervisor nya. Tak ada rasa curiga, Kendra masuk ke dalam kamar, mendapati ponsel Gisha di meja rias nya, masih berdering. 'Gus Alit' dan foto seorang cowok terpampang di sana, tak ada prasangka apa- apa, karena Kendra pikir itu mungkin teman se kerjanya atau supervisor nya, sampai akhirnya dering telepon mati.

"Siapa Ken ?" Tanya Gisha yang telah selesai mandi, harum wangi sabun segera menyeruak ke dalam ruang kamar.

"Entah, dari Gus Alit, " jawab Kendra pendek, dia memang tak sempat mengangkatnya, karena memang bukan urusan dia. Dan tak etis juga mengangkat telepon dari orang yang tak berkepentingan dengan kita, apalagi itu bukan ponsel kita.

Mendengar nama itu raut muka Gisha langsung berubah gusar dan kaget,tapi buru- buru ia sembunyikan dengan senyuman setengah.

"Siapa Gish ?" Tanya Kendra, sesaat dia menyadari perubahan wajah Gisha.

"Temen." Jawab Gisha pendek, sambil meraih ponsel di meja rias nya, pas kebetulan juga ponsel itu berdering.

"Bentar ya Ken?" Dan dengan buru- buru Gisha keluar dari kamarnya, ternyata sebuah panggilan video. Kendra maklum Gisha buru- buru keluar, keberadaannya di sana tentu akan membuat Gisha tak enak dengan si penelepon.