webnovel

From Nanny to Honey (Please, Be Mine)

story 18+ Melati adalah seorang baby sitter yang baru dua kali menjadi baby sitter, itu pun mengurus bayi. Hidupnya yang susah di kampung terpaksa merantau dan putus sekolah. Untuk ketiga kalinya, Melati diminta untuk mengisi job sebagai pengurus pria dewasa! Bukan, bukan dewasa, melainkan pemuda kaya, pewaris keluarga Carlston, pemilik Mine Energy Power, pabrik tambang terbesar kedua di Indonesia. Saat Melati datang untuk memperkenalkan diri, dia melihat pria yang tengah berjalan dan ... Terserempet motor! Melati buru-buru menolongnya yang sudah terjatuh, dia menanyakan di mana rumah pria itu, rupanya pria itu buta sementara akibat kecelakaan juga. Pria itu bernama Devano. Dan Melati baru tahu kalau dia adalah anak dari calon majikannya. Tau-tau Devano memintanya langsung untuk menjadi pengurusnya! Melati kembali bersekolah oleh orang tua Devano atas permintaan Devano. Seketika, berada di dekat Devano banyak membawa perubahan padanya. Termasuk hatinya, apakah Melati akan mempertahankan perasaannya? baca juga -My Rival, My Fiance - LOVE TRAP BY HOT MODEL yaaa, dijamin panas dingin

SiriusStar · Urban
Not enough ratings
251 Chs

Khayalan Melati

Mendadak Melati diperlakukan dengan sangat baik. Kamarnya dipenuhi oleh barang-barang mewah dan berkelas.

Gadis yang memiliki Surai hitam panjang itu ternganga. Lalu ia segera menemui Tuannya dan bertanya akan hal itu.

"Tuan, apakah Anda yang membelikan semua itu untukku?" tanyanya.

"Iya. Apa kamu menyukainya?" tanya Devano balik.

"Su--suka sekali. Terima kasih atas hadiahnya." Ia menunduk. Masih bingung dengan hadiah-hadiah melimpah itu.

"Bagaimana dengan ponselnya?"

"Hah?" Kedua alisnya bersatu. Menandakan suatu kebingungan. "Ponsel?"

"Astaga, apa kamu sudah memeriksa isi kamarmu? Jika belum silakan dilihat dengan baik." Devano menyuruhnya untuk kembali ke kamar dan ia tidak menyangka.

Tidak hanya diisi dengan barang mewah. Ponselnya pun diganti dengan merek terbaru. Kotak berwarna putih, Melati membuka segelnya dan tersenyum.

Di sana juga terdapat sebuah surat. "Selamat atas ponsel barumu. Kuharap kamu bisa mengikuti bagaimana caranya memakai ponsel itu ya." Kepalanya mengangguk saat membaca surat itu.

Ia membuka aplikasi chatting yang terpasang dan mendengarkan Voicenote dari Devano. Dengan mendekatkan ponsel itu ke telinganya, "Kamu suka dengan hadiah yang kuberikan bukan?"

"Tentu," jawabnya dengan bersuara. Melati yang tak tahu sama sekali bagaimana teknologi zaman semakin modern, berpikir kalau Devano akan mendengarnya.

"Bodoh! Kenapa tak kamu balas?" seru Devano mengirimkan voicenote kembali.

Melati bimbang, bagaimana caranya? Bukankah tadi dia sudah membalasnya?

"Ck! Kau datanglah ke kamarku!" perintah Devano dengan kembali mengiriminya pesan. Melati tergopoh-gopoh menuju kamar pemuda itu.

"Tuan, saya tadi sudah membalasnya," sela Melati.

"Memang kau bicara apa?" tanya Devano.

"Euhm ... terima kasih Tuan Devano," ucap Melati malu-malu.

Devano tersenyum saat mendengar suara Melati yang malu-malu dan halus. Ia mulai mencoba untuk berdiri, lalu menguatkan tekad untuk sembuh.

Cerahnya matahari membuat kedua orang itu semangat dalam menjalani pagi itu. Devano ingin melanjutkan kehidupan barunya. Karenanya ia ingin melatih otot-ototnya kembali.

Perlahan tapi pasti. Ya, laki-laki itu sudah bisa melangkah kakinya. Ia juga bilang, bahwa dia hanya ingin diurus oleh Melati, tidak dengan yang lainnya.

Saat selesai melakukan terapi, Melati kembali mengambil alih kursi roda milik Devano.

"Baik Tuan. Saya akan selalu mengurus Tuan." Lanjut mendorong kursi roda. Terapi hari berjalan sangat baik. Karenanya Devano diberikan hadiah coklat oleh si Dokter.

Tetapi coklatnya malah diberikan kepada Melati. "Ini untukmu! Saya tak makan coklat," ketusnya menutupi perhatiannya kepada Melati.

"Terima kasih Tuan. Coklatnya manis, saya suka."

"Sama sepertimu." Pujinya membuat wajah Melati merah menahan malu.

Devano memindahkan semua asisten. Sekarang, Devano sepenuhnya dirawat oleh Melati. Sepenuhnya menjadi tugas gadis itu.

Kecuali urusan mandi. Melati hanya perlu menyiapkan baju serta yang dibutuhkan. Setelah selesai berpakaian, maka Melati menyuapi Devano makan.

"Haduh, ini bajunya terbalik, Tuan." Melati menampol dahinya sendiri. Ia lupa karena terburu-buru keluar dan mengambil makanan serta minuman Devano.

"Biar saya perbaiki," ia meminta izin kepada Tuannya untuk menggantikan bajunya yang terbalik.

Putih, bersih, mulus dan berbadan atletis. Itulah Devano. Lelaki itu dilengkapi dengan badan yang sempurna dan idaman para cewek. Tak terkecuali Melati, ia menelan ludah. Menyaksikan tubuh Devano yang bertelanjang dada.

Matanya tidak berkedip. Seperti terhipnotis. "Ehem!" Ia tersadar dan segera memasangkan bajunya.

"Badanku bagus ya, sampai-sampai kamu begitu terpesona."

"Boleh saya bertanya Tuan?"

"Iya."

"Mungkin saya lancang, tetapi kenapa tadi postur tubuhnya ada kotak-kotak gitu, Tuan." Melati gadis polos. Ia terlalu mudah untuk dibodohi, jika saja Devano ingin berbuat buruk terhadapnya.

Terlalu kampungan dan tidak tahu kehidupan kota. Itulah dirinya.

"Sixpack," ujarnya.

"Apa itu?"

"Ya badan yang ada kotaknya gitu. Oh, kamu juga memilikinya?" goda Devano.

"Kalau begitu boleh aku melihatnya?" tambah Devano.

"Eeeh, tidak sopan! Mana boleh begitu." Melati sedikit menjauh dari Devano yang menahan tawanya.

Gadis itu lupa bahwa Tuannya tidak bisa melihat. "Kamu lupa, kalau aku tidak bisa melihat?"

"Ya, walaupun tak bisa melihat, bukan berarti saya bisa membukanya di depan Anda, Tuan. Semuanya ada aturan." Kembali ia mendorong kursi roda Devano.

Kalian pernah dengar tentang kisah Upik abu yang menjadi Cinderella? Kehidupan Melati bisa dikatakan begitu. Sekarang.

Gadis itu tengah menikmati masa-masa indah. Mungkin saja momen sulit akan segera datang, menyusul dan menghantamnya kelak.

Senang sewajarnya dan sedih sebisanya. Senang memang tidak bisa menjadikan kita manusia paling bahagia dan akan bertahan lama?

Begitu pun dengan kesedihan. Ia akan datang di saat yang pas. Babak kehidupan Melati dan Devano belum dimulai. Mereka hanya sedang menikmati pinggiran demi pinggiran.

Semakin ke dalam, cobaan akan terasa sulit. Bahkan untuk bernapas dengan lega jauh akan sangat menyakitkan.

Buku yang disampul dengan cantik. Berwarna biru tua mengkilap. Tangan seorang gadis tengah menari-nari dilengkapi dengan senyuman.

Ia mencurahkan bagaimana senangnya ia di sana. Berbagi kisah dengan sahabat, bukunya.

Selama ini, Melati rajin menceritakan bagaimana perkembangan Devano. Di saat pria itu bisa mengangkat satu kakinya. Ia tertawa lepas, bebas.

Bahagia. Kata itu pas untuk sementara. Tangannya menuntun Devano sepanjang waktu.

Kaki, tangan, mata dan napasnya. Mereka menjadi satu. Di saat Melati terlambat, Devano akan gelisah. Bak kecanduan narkoba.

Ia akan marah bila gadii itu tidak memberikan kabar. "Maaf Tuan, saya ketiduran. Jika ingin menghukum, hukumlah."

Bagaimana Devano tersenyum, memaafkan kesalahannya. Ia juga menempatkan foto Devano yang tertawa lepas.

"Ini akan menjadi sebuah kisah di hari esok. Di mana kamu akan mengetahui bagaimana hebatnya dirimu melalui hari yang suram." Tulis Melati di bawah fotonya.

Sekarang adalah aksi, esok adalah penentuan dan masa depan menjadi monumen. Tak banyak dari mereka yang mengingat kesulitan di masa lalu. Kebanyakan mereka melupakan, sebab itu dijadikan sebuah kisah yang horor.

Seharusnya tidak, karena dengan pengalaman horor itu menjadikan kita manusia kuat, berhasil bak sekarang.

Impian seorang gadis desa. Yang berkhayal akan menjadi putri di sebuah kerajaan. Menikmati hidup tanpa berbalut kesengsaraan.

Melati juga suka menuliskan keinginannya yang tidak masuk akal di beberapa halaman terbelakang bukunya.

Ia berharap bahwa di masa depan akan mendapatkan kehidupan barunya. Dan mengubah jalan hidupnya kini.

"Tuan, apa Anda belum tidur?" tanya Melati di depan kamar Devano.

"Masuk!" Gadis itu duduk di depan pria yang sedang mendengarkan musik.

"Ada apa? Kenapa kamu tidak menelepon saja? Bukankah kamu letih jika datang ke kamar saya?"

"Teleponan itu tidak asik, jika bertatap muka membuat lebih asik."

Pepatah mengatakan, memiliki peralatan canggih tak menjadikan seseorang yang benar-benar tulus dan setia malas menemuimu. Meski dikarenakan beberapa keadaan. Ia akan berusaha untuk mencari jalan agar berjumpa dan bertatap muka. Melati memangku tangan, menyaksikan wajah Devano yang tampan

"Kamu menyukai wajahku?" Ia melepaskan headsetnya.

"Heem. Suka." Devano adalah sosok laki-laki pertama yang dikagumi olehnya, setelah si Ayah.

Jujur Melati merasa deg-degan bila tangan Devano menarik atau menyentuhnya. Seperti ada sengatan listrik yang besar. Tak hanya itu, wajah yang sempurna. Setiap lekukannya tidak ada kerusakan atau cacat. Baginya, Devano adalah pangeran berkuda dari langit ketujuh dan membawa peta ajaib menuju pulau kebahagiaan. Pikirnya.

Sekelebat wajah Celine memasuki dunia khayal Melati. Gadis itu mengingat bagaimana tulusnya Celine terhadap Devano. "Stop, Ati. Jangan mengkhayal yang tidak-tidak." Ia menampar pipinya.

"Kamu ingin menjadi pendampingku?"

DEG!