webnovel

EP. 077 - Meteor

Kerajaan Tirtanu, Tahun 1349

"Uhuk… uhuk… uhuk…", tiba-tiba Yudanta keluar dari dalam air.

Yudanta melihat ke sekelilingnya. Ternyata semuanya gelap, tidak ada seorangpun di sana. Gelap, sunyi, sepi, dan sendiri. Dia baru keluar dari air di bawah tanah. Yudanta melihat dinding tanah bercampur batu di samping kanan dan kirinya. Saat menengok ke atas, ada stalagtit dan stalakmit yang menggantung di sana. Artinya, Yudanta sekarang berada di dalam gua. Untungnya malam ini adalah bulan purnama. Masih ada cahaya samar-samar yang cukup untuk membantu Yudanta membedakan air dan daratan.

Yudanta lanjut berenang untuk menyusuri lorong gua. Dia berenang sambil menyeret rakit kayu sederhana di belakangnya. Rakit itu berisi barang-barangnya. Cukup lama dia berenang menahan dingin. Jari-jarinya mulai keriput dan wajahnya mulai pucat. Matanya juga memerah karena terlalu lama menyelam di dalam air.

"Kenapa kau lama sekali?" tanya seseorang di ujung lorong.

Orang itu berdiri di lorong yang kering bagian paling ujung. Setelah mendengar suara itu, Yudanta mempercepat renangnya agar segera keluar dari air. Seseorang berpakaian coklat sudah menunggu Yudanta di tepi air. Tak berselang lama,Yudanta tiba berdiri dan air hanya setinggi lututnya.

Yudanta berbalik membelakangi seseorang berbaju coklat yang menunggunya sedari tadi. Dia berjongkok untuk melepaskan tali yang mengikat kakinya. Tali itu panjang dan berujung di sebuah rakit. Dia mengambil semua barangnya dari rakit itu. Ada barang yang dia gendong dan ada yang ditenteng.

"Wah… sepertinya usiamu bertambah banyak. Sekarang kau bergerak lebih lambat!" kata seseorang berbaju coklat.

"Jangan menghinaku Fons. Kau juga dibuang Carl karena gerakan dan otakmu lambat. Sesama orang lambat dilarang saling menghina", jawab Yudanta sinis.

"Ok, ok. Ngomong-ngomong sudah lama aku tidak ke sini. Terusan ini sudah banyak berubah", kata Fons.

"Ya, jadi lebih bau tanah. Tidak ada bau manusia di sini. Jadi hanya terusan ini jalan yang paling aman untuk kabur. Jadi kita langsung ke Gaharunu sekarang?" tanya Yudanta.

Fons, anak buah Carl menjemput Yudanta di terusan Zeus. Terusan Zeus sudah lama ditutup sejak hubungan Tirtanu dan Edanu memburuk. Jika terus menyusuri jalan di bawah tanah, Yudanta dan Fons bisa langsung tiba di Eldamanu tanpa ketahuan tentara penjaga perbatasan. Namun Fons dan Yudanta lebih memilih untuk keluar dari gua di wilayah Kepanu.

Langit masih hitam gelap saat Fons dan Yudanta keluar. Hanya sinar bulan purnama dan bintang-bintang yang menemani perjalanan mereka. Fons memberikan pakaian kering pada Yudanta tapi Yudanta menolaknya. Dia lebih memilih membongkar buntalan kain yang dia bawa demi mengambil satu stel pakaian. Yudanta berganti baju kering dengan bajunya sendiri.

Istana Tirtanu, Tahun 1349

Sebuah lukisan terpajang di dinding sebuh ruangan. Di depan ruangan itu ada seseorang yang berdiri. Orang itu terus berdiri diam sambil memandangi lukisan itu selama 1 jam. Beberapa lentera sudah dimatikan karena sudah malam. Yang menyala hanyalah lilin-lilin yang berjajar di bawah lukisan. Lilin-lilin itu menerangi wajah Ehren yang berdiri di depan lukisan.

"Sekarang aku tahu siapa yang menjual bahan sarin. Dia adalah Yudanta. Seharusnya aku mendengarkanmu dulu. Aku juga sudah membaca pesanmu dan peta Gaharunu. Tapi apa manfaatnya? Apa yang harus aku lakukan sekarang? Jika dia sudah tertangkap, apakah kau akan kembali lagi ke sini? Jujur, semuanya akan menjadi lebih mudah jika kau di sini!", curhat Ehren.

Kemudian Ehren berbalik badan dan berjalan keluar dari ruangan tempat lukisan Alatariel berada. Di sepanjang jalan yang dilalui Ehren, ada banyak lukisan potret keluarga kerajaan berjajar. Diantara mereka ada yang sudah meninggal dan ada yang masih hidup. Ehren berjalan menuju sebuah gazebo yang terletak diantara danau Abbot dan markas tim Akas.

Gazebo yang dituju Raja Ehren sangat gelap. Semua obor dan lentera di sekitar sana mati. Karena tidak ada polisi udara, bintang di tengah malam terlihat sangat banyak. Untungnya para pengawal Raja Ehren peka. Saat tahu Raja Ehren mau ke sana, para pengawal menyalakan kembali api obor dan lentera di sekitar Gazebo.

Raja Ehren langsung melemparkan badannya ke atas lantai gazebo sesampainya di sana. Dia berbaring sambil menyaksikan indahnya bintang. Tak berselang lama muncullah cahaya panjang di langit. Awalnya cuma satu, namun semakin lama, cahaya panjang itu semakin banyak dan membentuk hujan cahaya.

"Apa itu? Apa itu bintang jatuh? Hujan meteor? Hujan meteor Orionids? Oh ya, sekarang bulan Oktober ya? Akan lebih baik kalau aku berdo'a" gumam Ehren.

"Semoga dia baik-baik saja di manapun dia berada. Semoga aku bisa menemuinya lagi di masa depan. Di manapun itu", batin Ehren dalam hati.

Di Kerajaan Kepanu, Alatariel terbangun tepat setelah Ehren mendo'akannya. Pada Oktober 1349, Alatariel masih lumpuh dan belum bisa bangun dari tidurnya. Entah mengapa, di malam itu Alatariel bisa terbangun dan nyeri di punggungnya hilang. Dia mencoba menggerakkan tangan. Ternyata tangannya bisa bergerak bebas tanpa sakit. Kemudian dia menggerakkan kakinya, ternyata juga tidak sakit.

"Apa aku sudah sembuh sekarang?" ucap Alatariel dalam hati dengan senang.

Di gazebo istana Kerajaan Tirtanu, Raja Ehren masih berbaring menyaksikan pemandangan langit. Semakin sedikit bintang yang jatuh, Raja Ehren semakin mengantuk. Akhirnya, beliau ketiduran di gazebo malam itu.

"Hujan meteor tadi sangat indah, ya?" suara perempuan tiba-tiba muncul.

Suara perempuan yang tiba-tiba muncul membangunkan Raja Ehren. Raja Ehren segera membuka mata. Langit masih hitam gelap dan bintang masih bersinar terang. Dia menoleh ke arah kiri. Dia melihat Selir Adeline sudah duduk di sampingnya.

Rasa kantuk Raja Ehren langsung hilang seketika walaupun mata masih sangat perih. Beliau mengumpulkan sisa-sisa tenaganya untuk bangun. Beliau memilih duduk bersandar ke tiang gazebo dan berhadapan dengan selir Adeline.

"Anda belum tidur?" tanya Raja Ehren.

"Sama seperti Yang Mulia, saya tidak bisa tidur malam ini. Sudah lama aku tidak melihat hujan meteor. Banyak orang yang bilang bahwa meteor itu pembawa keberuntungan. Namun ada juga yang bilang kalau meteor adalah pertanda akan datangnya kesialan", ucap Adeline.

"Anda percaya yang mana?", tanya Raja Ehren.

"Apakah anda tahu mengapa semua orang senang mendatangi para peramal?" tanya Adeline.

"Untuk mencari keberuntungan?" jawab Raja Ehren.

"Bukan. Orang-orang mendatangi para peramal untuk mendapatkan harapan. Mereka berharap untuk mendengar kata-kata seperti bertahanlah, kamu akan mendapat keberuntungan hari ini, besok, bulan depan, tahun depan. Kadang, para peramal juga mengatakan bahwa apa yang anda lakukan sudah benar, bersabarlah, dan kata-kata lain yang bisa menorehkan harapan pada orang-orang yang merasa kehilangan", kata Selir Adeline.

"Maksud anda, saya tidak bisa tidur karena merasa kehilangan Rin?", balas Raja Ehren.

Raja Ehren diam sejenak. Dia memalingkan wajahnya dari Selir Adeline. Selir Adeline juga ikut diam dan menoleh ke arah langit. Keduanya diam dengan memandangi bintang-bintang yang menghiasi langit.

"Anda benar! Apakah anda mempercayai intuisi?" tanya Raja Ehren.

"Intuisi. Saya berharap bisa mendapatkan anugrah seperti itu. Hidupku akan lebih mudah jika memilikinya", jawab Selir Adeline.

"Sebenarnya, aku juga bukan seseorang yang mempercayai intuisi. Di hari itu, aku melihat Rin untuk yang terakhir kalinya. Entah apa yang merasukiku. Aku ingin berteriak dan berkata, 'itu dia, tangkap!'. Namun entah mengapa, intuisi membungkamku. Dia berkata, aku akan menyesal, sangat menyesal jika menangkap Rin sekarang. Ternyata, intuisiku benar", kata Raja Ehren.

"Apakah Yang Mulia sudah menemukan, siapa pengkhianatnya?", tanya Selir Adeline.

"Belum. Aku masih mencarinya malam ini. Itulah mengapa aku tidak bisa tidur", jawab Raja Ehren.

Raja Ehren memilih untuk tidak menyebutkan nama Yudanta dihadapan Selir Adeline. Cukup dia dan tim Akas yang tahu tentang ini. Dia tak ingin berita tentang Yudanta tersebar luas di seluruh penjuru istana.

"Lalu, bagaimana dengan kabar Xavier dan Dimas? Apakah mereka baik-baik saja?" tanya Selir Adeline.

"Dimas sudah siuman tadi. Untuk Xavier, dia akan diotopsi nanti pagi", jawab Raja Ehren.