webnovel

EP. 076 - Cadar

Yudanta segera pergi setelah mengambil setrikanya. Dia mampir ke aula Ednura untuk mengambil busur panahnya. Ternyata, dia juga membawa buntalan kain gendong warna tosca. Yudanta segera membongkar peralatan panahnya dan menyimpannya ke dalam buntalan kain gendong bersama setrikanya.Dia menyimpan kembali anak panah bekas yang dia ambil dari Xavier dan Dimas ke dalam wadahnya. Lalu, dia kembali lagi ke markas tim Akas serta mengabaikan Xavier dan Dimas.

— Flashback selesai —

Kerajaan Tirtanu, Tahun 1349

"Baiklah. Jika memang begitu, kita bisa melakukan otopsi pada Xavier besok pagi. Kalau sekarang sudah terlalu malam untuk otopsi. Fokus kita adalah memeriksa apakah Xavier meninggal karena racun atau tidak. Kita bandingkan sampel darahnya dengan darah Dimas. Oh ya, minta bantuan tim Araukaria untuk otopsi besok. Mereka yang memegang semua hasil penelitian Rin. Mungkin mereka tahu jenis racun terbaru dan cara memeriksanya", ucap Raja Ehren.

"Baik, Yang Mulia. Kami akan mengambil sampel darahnya terlebih dahulu dan memindahkannya ke Varignan", kata Tabib Adanu

"Tapi sebelum itu, apakah kalian menemukan setrika dalam buntalan kain yang dibawa Xavier dan Dimas?", tanya Raja Ehren.

"Orang-orang yang membawa mereka ke sini bilang kalau mereka menemukan banyak pakaian dan sebuah kain gendong besar yang sudah robek. Tidak ada setrika di sana", jawab Tabib Azami.

Raja Ehren dan Jenderal Yoshi saling bertatapan. Dalam hati, mereka tahu bahwa setrika itu dibawa oleh pemiliknya, yaitu Yudanta. Raja Ehren dan Jenderal Yoshi segera berpamitan pada para tabib. Kemudian, mereka segera berjalan menuju kamar Xavier. Ternyata malam sudah tiba.

Sesampainya di dalam kamar, Raja Ehren dan Jenderal Yoshi melihat Raefal duduk sendirian. Di sana hanya ada jenazah Xavier dan Raefal. Ruangan itu sangat sepi dan sunyi. Beberapa lilin dan lentera sudah dinyalakan. Tidak ada Yudanta di sana.

"Di mana Yudanta?", tanya Raja Ehren.

"Dia baru saja pergi", jawab Raefal.

"Jenderal Yoshi, perintahkan sebagian anak buahmu untuk mencari Yudanta. Cukup anak buahmu saja. Kamu tetap di sini menjaga Xavier dan Dimas. Usahakan dia tetap hidup. Kalau sudah ketemu, langsung kurung dia di penjara yang paling aman. Mumpung dia masih dekat, sekarang!" perintah Raja Ehren.

"Baik Yang Mulia. Saya akan segera kembali ke sini!" jawab Jenderal Yoshi.

Jenderal Yoshi segera pergi dari ruangan Xavier. Jenderal Yoshi segera berlari menuju markas tim Akas. Setibanya di sana, beliau memanggil semua anak buahnya yang ada di sana. Jenderal Yoshi memerintahkan 10 orang untuk mencari Yudanta di kompleks istana. Beliau juga memerintahkan 5 orang untuk mencari Yudanta di luar kompleks istana. Saat semuanya sudah bergerak, Jenderal Yoshi naik ke lantai atas untuk mencari Yudanta di kamarnya.

Sesuai dugaan, Yudanta tidak ada di kamar. Semua lemarinya kosong. Tidak ada baju dan barang yang tersisa di dalam lemari. Jenderal Yoshi memeriksa sekelilingnya. Kamar Yudanta terlihat sangat rapi kecuali pada satu bagian, yaitu jendela. Jendela di kamar itu terbuka. Jenderal Yoshi langsung menghampiri jendela itu. Dia melihat ke arah bawah. Ternyata ada jejak kaki orang yang mendarat di bawah. Sudah pasti itu jejak Yudanta.

Pandangan mata Jenderal Yoshi mengikuti jejak kaki itu. Jejak kaki menghilang ke arah pepohonan. Jenderal Yoshi memeriksa kusen jendela. Tidak ada seutas tali dan pijakan yang ada di dekat jendela. Artinya, Yudanta langsung melompat dari jendela lantai dua ke tanah.

"Dia bisa melompat dan mendarat mulus di ketinggian seperti ini? Ternyata aku terlalu meremehkannya", ucap Jenderal Yoshi.

Jenderal Yoshi menaikkan kedua kakinya ke kusen untuk bersiap melompat seperti Yudanta. Dia memeriksa kondisi sekitar untuk memastikan keamanannya. Dia mengambil napas panjang, menahannya, lalu melompat. Sayang, punggungnya mendarat terlebih dahulu. Rasanya sudah pasti sakit. Walaupun pendaratannya kacau, Jenderal Yoshi masih hidup. Dia hanya butuh menenangkan diri dan berbaring sebentar untuk meredakan rasa sakitnya.

Jenderal Yoshi berusaha berdiri saat punggungnya yang sakit sudah membaik. Hamparan pepohonan lebat yang gelap di malam hari terhampar di hadapannya. Dia menundukkan pandangannya ke bawah dan melihat jejak kaki Yudanta.

Jenderal Yoshi melihat sekeliling jejak kaki Yudanta. Dari arah pukul tujuh, muncul seseorang dari tim Akas. Jenderal Yoshi melambaikan tangan padanya agar orang itu mendekat.

"Panggil satu lagi temanmu, lalu ikuti jejak kaki ini!" perintah Jenderal Yoshi.

Di klinik istana, Tabib Azami mengambil beberapa sampel darah Xavier. Sampel darah itu diberikan pada tim peneliti istana. Setelah selesai, Tabib Adanu dan beberapa asistennya memindahkan Xavier dari klinik ke Varignan.

Tabib Azami berpindah ke kamar Dimas seusai mengurus Xavier. Dia mengambil beberapa sampel darah Dimas sebagai perbandingan. Dimas menengok ke arah meja saat darahnya diambil. Buah kasemek dari Yudanta masih utuh.

"Bagaimana kabar Xavier?" tanya Dimas.

"Kami masih memeriksa sampel darahnya", jawab Tabib Azami singkat.

"Oh ya! Tolong bawa semua buah kesemek itu, Tabib! Mungkin semua jawaban ada dalam buah kesemek itu. Jadi tolong tes juga buah kesemeknya. Apakah buah itu mengandung racun atau tidak?" pinta Dimas.

"Ok", jawab Tabib Azami singkat.

Raefal tidak ikut mengiringi Xavier ke Varignan. Dia memilih untuk pergi ke ruangan Dimas sebentar. Raefal sangat senang melihat Dimas sudah siuman. Dimas ditemani oleh Dawn. Saat Raefal masuk, buah kesemek dari Yudanta sudah menghilang. Meja di samping Dimas kosong.

"Bagaimana kabarmu sekarang?" tanya Raefal.

"Baik. Jauh lebih baik dari tadi", jawab Dimas.

"Maaf, aku baru datang ke sini", ucap Raefal.

"Tidak apa-apa, Bang. Santai. Lalu bagaimana kabar Xavier?" tanya Dimas.

Raefal terdiam. Dia tak menyangka bahwa Dimas masih belum tahu apa yang terjadi. Dimas masih belum tahu bahwa Xavier sudah meninggal. Raefal berusaha mengatur ekspresi wajahnya agar terlihat tenang. Namun Dimas bisa melihat bahwa Raefal sedang kebingungan. Perasaan Dimas semakin tidak enak saat Raefal dan Dawn saling berpandangan.

"Ada apa? Apa yang terjadi? Tadi Yang Mulia datang ke sini. Saya bertanya padanya tentang kondisi Xavier tapi beliau diam saja. Beliau malah mengalihkan pembicaraan", kata Dimas.

Raefal semakin bingung. Dia tidak tahu kalimat apa yang sebaiknya dia ucapkan. Raefal takut, dia takut kalau kondisi kesehatan Dimas langsung menurun setelah mendengar kabar tentang Dimas. Raefal menatap Dawn, menunggu persetujuannya.

"Baiklah. Siapkan dirimu! Atur napasmu terlebih dahulu, kalau sudah bilang", kata Dawn.

Dimas mengikuti apa yang diperintahkan Dawn. "Sudah", kata Dimas.

"Xavier sudah… ", ucap Dawn.

"Meninggal", potong Dimas.

"Ya, benar", jawab Dawn.

Dimas menoleh ke arah Raefal. Raefal mengangguk untuk mengiyakan pernyataan Dawn. Dimas tidak kaget. Raefal, Dawn, dan Raja Ehren tidak akan bersikap semisterius ini saat semuanya baik-baik saja. Hanya ada satu alasan yang masuk akal, mereka bersikap seperti itu karena Xavier sudah meninggal.

Walaupun Dimas sudah menduga sebelumnya bahwa Xavier sudah meninggal. Dada Dimas tiba-tiba terasa sesak. Hidungnya langsung tersumbat. Napasnya pendek. Air mata menetes dari matanya. Melihat hal itu, Raefal duduk di samping Dimas dan menenangkannya.

— Flashback —

Seorang perempuan berbaju krem berhias sulaman bunga emas dan burung phoenix ungu sedang berjalan di lorong istana Amayuni yang sepi. Perempuan itu menggunakan cadar berbahan kain blackout hitam transparan. Perempuan itu memasuki kamar Raja Cedric dan mulai membongkar isi lemarinya. Dia mengambil botol oksigen mini dari kaca yang tersimpan di lemari atas. Botol-botol itu diletakkan berjajar di atas meja.

Perempuan itu mulai mengambil cairan dalam botol kaca gelap yang disembunyikan dari balik baju. Cairan bening itu dituang kedalam botol oksigen mini di atas meja satu persatu. Saat mengambil botol terakhir tiba-tiba…

"Putri Mahkota Alatariel, apa yang anda…", suara seorang perempuan lain terdengar.

Perempuan bercadar kaget dan langsung berbalik dan menyiram perempuan itu dengan cairan bening sebelum menyelesaikan ucapannya. Ternyata, perempuan itu adalah dayang Raja Cedric. Entah cairan apa yang disiramkan. Cairan itu langsung membuat mulut berbusa. Dalam sekejap, dayang itu langsung kehilangan kesadarannya.

Sadar bahwa putri mahkota sudah kehabisan waktu, dia langsung mengembalikan botol oksigen mini ke dalam lemari dan merapikan ruangan. Setelah semuanya rapi, dia segera membuka jendela kamar dan mengamati sekitarnya. Kondisi halaman di luar kamar Raja sedang sepi. Dengan cepat, putri Mahkota mengeluarkan kain merah dan mengibaskannya sebanyak tiga kali. Ternyata itu kode untuk memanggil seseorang.

"Tolong bereskan semua ini", perintah putri mahkota pada seseorang yang dia panggil tadi.

Ternyata orang yang dipanggil perempuan berbaju krem motif bunga emas dan burung phoenix adalah YUDANTA. Yudanta langsung masuk ke kamar dan membungkus jenazah itu dengan cepat. Saat semuanya sudah beres, Yudanta memanggul jenazah itu di pundaknya lalu keluar lewat jendela.

Perempuan berbaju krem motif bunga emas dan burung phoenix langsung membersihkan kamar dan menata kamar seperti sediakala. Saat semuanya bersih, dia mengatur napasnya dan keluar dari pintu dengan tenang seakan tidak terjadi hal buruk sebelumnya. Perempuan itu melewati semua orang dengan santai dan berjalan ke arah danau Abbot.

Danau Abbot saat itu sangat ramai. Di salah satu sisinya ada rombongan Raja Cedric. Di sisi lain ada rombongan tim Araukaria dan putri mahkota yang sedang pusing mencari jubah kerajaannya. Melihat hal itu, perempuan berbaju krem motif bunga emas dan burung phoenix memutuskan untuk belok ke arah hutan. Di sana, dia membuka cadarnya. Ternyata dia adalah HELENA yang mencuri pakaian putri mahkota Alatariel.

— Flashback Selesai —