webnovel

EP. 078 - Aritmia

"Lalu, bagaimana dengan kabar Xavier dan Dimas? Apakah mereka baik-baik saja?" tanya Selir Adeline.

"Dimas sudah siuman tadi. Untuk Xavier, dia akan diotopsi nanti pagi", jawab Raja Ehren.

Kerajaan Tirtanu, 1349

Suasana di Varignan sangat ramai pagi ini. Satu persatu anggota tim eviden mulai memasuki ruang otopsi. Mereka mempersiapkan segala sesuatu di sekitar jenazah Xavier. Tim Akas dan Tim Araukaria juga datang ke Varignan untuk memberi penghormatan pada Xavier dan mengikuti prosesnya. Mereka memasuki ruangan otopsi satu persatu dan menyapa Xavier untuk yang terakhir kalinya.

Menjelang proses otopsi dimulai, semua anggota tim Akas dan tim Araukaria diminta keluar ruangan otopsi. Hanya Raja Ehren, Jenderal Yoshi, dan Jenderal Calvin yang diperbolehkan masuk ke dalam ruang otopsi. Raja dan kedua jenderal itu menjadi saksi atas berjalannya proses otopsi.

Raja Ehren mengusap wajah Xavier untuk yang terakhir kalinya. Wajah Xavier sudah dingin dan pucat. Bibirnya sangat empuk dan mulai berair. Jenderal Yoshi tak tega melihat kondisi Xavier. Dia memilih memalingkan wajahnya lalu dia berbalik badan dan mundur. Berbeda dengan Jenderal Yoshi, Jenderal Calvin memilih untuk memeriksa jasad Xavier dengan seksama.

"Luka bekas anak panahnya terlihat baik. Tidak ada tanda-tanda infeksi karena luka. Kemungkinan terbesar yang menyebabkan Xavier meninggal adalah racun. Walaupun jumlahnya sedikit", ucap Jenderal Calvin.

"Menurutmu, ini jenis racun apa?", tanya Raja Ehren.

"Entahlah", jawab Jenderal Calvin singkat.

Tabib Adanu adalah ketua tim eviden yang memimpin otopsi Xavier. Endaru juga ada di sana untuk membantu tabib Adanu. Tabib Adanu melihat ke arah tim Araukaria yang sedang membongkar beberapa peralatan. Peralatan itu ditata di atas meja di samping jasad Xavier.

"Jenderal Calvin, kau sudah membawa semua alat indikator racun yang dimiliki Ratu Alatariel?" tanya Tabib Adanu.

Mendengar nama Ratu Alatariel, Raja Ehren yang masih berada di dalam ruangan otopsi langsung melotot ke sumber suara. Tabib Adanu langsung sadar bahwa dia keceplosan. Melihat reaksi Raja Ehren, dia langsung meralat ucapannya.

"Maksud saya Nona Alatariel. Bagaimanapun juga, dia adalah ahli peracik obat terbaik se-kerajaan Tirtanu", ralat Tabib Adanu.

"Kami sudah membawa semua peralatan yang Nona Alatariel miliki. Semuanya sudah siap di meja. Jadi tinggal pakai saja", kata Jenderal Calvin.

"Baiklah, proses otopsi kami mulai. Tim Akas dan Araukaria selain para jenderal, silahkan keluar! Yang Mulia, Jenderal Calvin, dan Jenderal Yoshi silakan duduk di sebelah sana!" ucap Tabib Adanu sambil menunjuk sebuah kursi.

Raja Ehren dan kedua Jenderalnya duduk di kursi panjang khas warung di dalam ruang otopsi. Semua staf mendekat ke arah Xavier. Sebagian staf mempersilahkan anggota tim Akas dan Araukaria untuk keluar dari ruangan otopsi. Saat suasana menjadi tenang dan semua anggota tim siap, Tabib Adanu memimpin do'a bersama agar otopsi berjalan lancar sekaligus untuk mendo'akan Xavier.

Tim eviden yang memeriksa Xavier lebih banyak daripada saat memeriksa jasad Bu Hala dan warga Kaliko. Yang pertama dilakukan tim eviden adalah memeriksa bagian luar tubuh. Sama seperti yang dikatakan Jenderal Calvin, semua bagian luar tubuh Yudanta baik-baik saja kecuali pada bagian bekas tancapan anak panah. Jika Dimas punya peluang untuk selamat, mestinya Xavier juga punya peluang selamat jika hanya punya luka panah.

Tabib Adanu melihat wajah Xavier. Wajah Xavier mulus dan warnanya cerah. Orang yang meninggal karena diracun cenderung memiliki wajah yang gosong atau minimal berwarna biru dan matanya memerah. Tabib Adanu membuka kelopak mata Xavier, ternyata matanya putih bersih dengan bola mata coklat. Di tahap ini, tidak ada tanda-tanda Xavier terkena racun.

Tabib Adanu tidak puas dengan penampakan bagian luar tubuh saja. Tabib Adanu memeriksa lubang hidung Xavier dengan berbagai indikator pendeteksi racun. Hasilnya bersih dari sianida, arsenik, merkuri, gas klorin, sarin, polonium, tetrodotoxin, dan hemlock. Tidak ada racun apapun yang masuk melalui lubang hidung.

Tabib Adanu juga memeriksa bagian dalam mulut Xavier. Mulutnya bersih, tidak berair dan tidak berbusa. Bagian dalam mulutnya juga diperiksa dengan berbagai indikator pendeteksi racun. Hasilnya, tidak ada racun apapun yang masuk melalui mulut.

"Jenderal Yoshi, apakah Xavier punya alergi tertentu?" tanya Tabib Adanu.

"Tidak ada. Dia sehat dan tidak pernah punya alergi terhadap makanan, udara dingin, dan obat-obatan tertentu. Dia orang yang sehat dan bugar", jawab Jenderal Yoshi.

"Ini aneh. Tabib Azami bersikukuh bahwa Xavier meninggal karena diracun. Jika dia memang diracun, kemungkinan besar racunnya masuk melalui tusukan anak panah. Kita balikkan dia lagi!" perintah Tabib Adanu.

Asisten Tabib yang bertugas di sana langsung membalikkan jasad Xavier menjadi tengkurap. Tabib Adanu membuka kembali semua jahitan luka bekas anak panah satu persatu. Semua lubang lukanya mengeluarkan lendir. Tabib Adanu membersihkan semua lendir itu.

Tabib Adanu mengamati semua luka di punggung dengan seksama. Total ada 7 luka bekas serangan anak panah. Sekilas semuanya tampak baik-baik saja. Namun jika lebih diperhatikan lagi, ada satu luka yang mencurigakan.

"Satu luka ini tampak lebih gelap daripada luka yang lainnya. Ayo, kita periksa lagi!" ucap Tabib Adanu.

Mulai dari pendeteksi sianida, arsenik, merkuri, gas klorin, sarin, polonium, tetrodotoxin, dan hemlock dimasukkan ke dalam satu luka itu. Ternyata racun-racun tersebut tidak ada yang tertinggal di luka itu. Tabib Adanu membuka luka itu agar lebih lebar. Tabib Adanu kaget dengan bagian dalamnya.

"Ini racun. Tabib Azami benar. Dia meninggal karena racun yang berasal dari anak panah. Bagian dalam luka ini sangat hitam dan berbeda dengan luka yang lain. Hanya racun yang bisa menyebabkan efek seperti ini. Tapi sepertinya ini jenis racun terbaru. Yang jelas racun ini bukan sianida, arsenik, merkuri, gas klorin, sarin, polonium, tetrodotoxin, dan hemlock. Tapi racun apa?", tanya Tabib Adanu pada semua orang yang ada di dalam ruang otopsi.

"Kemungkinan, ini racun yang benar-benar baru dibuat. Jadi tidak ada penawarnya dan tidak ada orang yang tahu tentang racun ini", jawab Endaru.

"Baiklah. Sepertinya kita harus memeriksa organ bagian dalamnya. Jika dilihat dengan baik, satu luka ini bisa tembus ke jantung kalau anak panahnya menancap lebih dalam. Ok. Kita balikkan lagi, 1… 2… 3…!", ucap Tabib Adanu.

Setelah badan Xavier dibalikkan kembali, Tabib Adanu menyayat tubuh Xavier dari bawah leher hingga ke atas pusat. Organ pertama yang diperiksa oleh Tabib Adanu adalah jantung. Tabib Adanu menemukan ada bekas terjadinya aritmia jantung.

Aritmia adalah gangguan yang terjadi pada irama jantung. Penderita aritmia bisa merasakan irama jantungnya terlalu cepat, terlalu lambat, atau tidak teratur. Aritmia terjadi ketika impuls listrik yang berfungsi mengatur detak jantung tidak bekerja dengan baik. Ada banyak jenis aritmia, aritmia yang menyerang Xavier adalah aritmia AV blok. AV blok menyebabkan jantung Xavier berdetak lebih lambat.

"Kemarin, Xavier denyut jantungnya tipis. Kami melakukan yang terbaik untuk mengembalikan denyut jantungnya. Saat semuanya baik-baik saja, dia kejang-kejang. Sekarang, aku melihat bekas aritmia. Hanya ada satu racun yang bisa menyebabkan aritmia. Namun, satu racun itu saja tidak cukup untuk membunuh seseorang secepat ini dengan dosis sekecil ini. Sepertinya, racun itu dicampur oleh racun lain agar tidak terlacak", kata Tabib Adanu.

"Kira-kira racun apa itu?" tanya Endaru.

"Aconite. Entah apa racun yang digunakan, tapi yang jelas salah satu bahan racun itu adalah aconite", kata Tabib Adanu.

Kerajaan Kepanu, Tahun 1349

Matahari telah bersinar terang. Yudanta dan Fons terus berjalan dengan kaki mereka. Mereka terus berjalan walau kelelahan sambil membawa banyak barang yang berat. Mereka melewati sebuah hamparan kebun bunga ungu yang sangat luas. Di setiap tangkainya, terdapat beberapa bunga ungu yang bergerombol.

"Wah, Kerajaan Kepanu benar-benar hebat ya! Bagaimana bisa bunga aconite sebanyak ini tumbuh subur di atas tanah seluas ini?" kata Yudanta.

"Ya, begitulah. Raja Kepanu yang baru bekerja dengan sangat baik", jawab Fons dengan pandangan yang lurus ke depan.