webnovel

EP. 075 - Racun

Kerajaan Tirtanu, Tahun 1349

"Orang yang menulis surat yang saya berikan pada Yang Mulia adalah Yudanta. Bentuk huruf di tulisan itu sama dengan tulisan Yudanta. Salah satu tulisannya ada di sebuah setrika. Xavier dan Dimas diserang saat ingin menyerahkan setrika itu pada Yang Mulia. Maaf, saya tidak bisa membimbing anak-anak dengan benar", kata Jenderal Yoshi.

"Jadi, di mana setrikanya?" tanya Raja Ehren.

"Kita tanya ke Tabib Adanu dan Azami", jawab Jenderal Yoshi.

"Baiklah. Aku tunggu di ruang tabib", kata Raja Ehren.

Raja Ehren dan Jenderal Yoshi pergi ke ruangan tabib. Begitu membuka pintu, mereka melihat Tabib Adanu dan Azami. Para tabib langsung berdiri menyambut Raja Ehren. Para tabib mempersilakan Raja Ehren dan Jenderal Yoshi untuk duduk dalam ruangan itu.

"Maafkan kami! Kami tidak bisa menyelamatkan Xavier", kata Tabib Azami.

"Kematian itu adalah sebuah keniscayaan. Jika Tuhan berkehendak, tidak ada satupun makhluk yang bisa menghindarinya. Itulah takdir", jawab Raja Ehren.

"Mengapa Yang Mulia repot-repot datang ke sini? Yang Mulia bisa memanggil kami ke ruangan anda", kata Tabib Adanu.

"Tidak apa-apa. Tim Akas sudah seperti saudara kandungku sendiri. Sangat keterlaluan jika aku tidak datang saat mereka membutuhkanku", kata Raja Ehren.

"Baiklah. Kami rasa ini adalah saat yang tepat untuk melaporkan semuanya", ucap Tabib Azami.

Raja Ehren terdiam. Cukup lama beliau terdiam. Sepertinya beliau teringat sesuatu. Raja Ehren menoleh ke arah Jenderal Yoshi dan menatap kedua matanya. Jenderal Yoshi membalas kontak mata itu. Lalu, mereka berdua mengangguk sekali seakan mereka berhasil melakukan telepati dan memahami maksud satu sama lain. Kemudian, Raja Ehren kembali menghadap Tabib Azami dan Tabib Adanu.

"Panah yang menancap pada Xavier lebih banyak daripada Dimas. Dampaknya, proses operasi Xavier lebih lama. Denyut jantung Xavier tiba-tiba menurun di tengah operasi. Saya curiga ada racun yang menempel di ujung panah oleh karena itu kami memanggil Tabib Adanu. Kami tetap melakukan segala upaya terbaik untuk meningkatkan denyut jantung Xavier. Setelah Tabib Adanu cek semuanya, ternyata hasilnya nihil. Tidak ada racun di tubuh Xavier. Tiba-tiba denyut jantungnya berhenti. Kami melakukan CPR, syukurlah bisa kembali lagi denyut jantungnya", ucap Tabib Azami.

"Melihat kondisi Xavier yang seperti itu, saya tidak tega. Lalu, saya bantu Tabib Azami untuk mempercepat proses operasi Xavier. Syukurlah, semuanya selesai dengan baik. Operasi Dimas juga berjalan dengan baik. Tiba-tiba, Xavier kejang. Kami menancapkan beberapa jarum akupuntur untuk menenangkannya. Kami juga melakukan sedikit pembiusan dengan uap dari daun herba. Hasilnya, Xavier bisa tenang namun Xavier malah tidak bernapas. Lalu kami melakukan CPR lagi untuk sesi kedua, ternyata itu sia-sia. Xavier benar-benar meninggalkan kita", kata Tabib Adanu menambahkan.

"Yang heran, mereka ditembak dengan panah yang sama tapi mengapa hanya Xavier yang kejang? Lalu, mengapa Xavier kejang padahal operasinya berhasil dengan baik dan tidak ada racun ditubuhnya", tambah Tabib Azami.

"Apakah Xavier terkena sarin?" tanya Jenderal Yoshi.

"Tidak. Tidak ada sarin di sana. Saya sudah memeriksanya berkali-kali dan hasilnya sama. Tidak ada kandungan racun sarin dan racun lainnya dalam tubuh Xavier", jawab Tabib Adanu.

"Mungkin itu jenis racun baru. Racun yang belum pernah ada penawarnya", kata Raja Ehren.

"Jika memang benar begitu, maka semuanya akan semakin rumit", balas Tabib Azami.

— Flashback —

Jenderal Yoshi tidak ada di kamarnya dan di ruangannya. Seorang anggota tim Akas bilang kalau Jenderal Yoshi masih di istana Amayuni menemui Raja Ehren. Xavier dan Dimas sepakat untuk menyusul ke sana. Mereka menuruni anak tangga. Di lobi lantai satu, mereka bertemu Yudanta.

"Mau ke mana?" tanya Yudanta.

Wajah Xavier dan Dimas langsung pucat karena kaget. Xavier segera menenangkan diri dan menjawab pertanyaan Yudanta.

"Seragamku bolong. Aku mau beli seragam baru", jawab Xavier.

"Beli seragam? Kenapa kau membawa buntalan sebesar itu?", tanya balik Yudanta.

"Sekalian mau cuci pakaian kotor", wajah Dimas.

"Sebentar lagi malam lho. Kita masih harus patroli ke Desa Kaliko, kan?", tanya Yudanta.

"Makanya aku ajak Dimas untuk membantu agar lebih cepat selesai. Sampai jumpa nanti ya!", jawab Xavier.

Yudanta sepertinya ingin mengobrol lebih lama lagi. Xavier sudah tak kuat lagi menahan diri lalu berpamitan dan kabur dari Yudanta secepatnya. Wajah Xavier pucat karena hampir kehabisan kata-kata. Untung dia bisa menjawab pertanyaan Yudanta dengan lancar. Sekarang dia hanya bisa berdo'a, semoga Yudanta tidak tahu bahwa dia berbohong.

Yudanta tahu bahwa Dimas dan Xavier berbohong. Dia melihat wajah Xavier yang pucat. Xavier juga menghindari kontak mata langsung dengan Yudanta. Bibir Xavier kering dan bergetar saat bicara.

Yudanta berbalik badan, dia terus menatap tajam Dimas dan Xavier yang berjalan membelakanginya. Dia terus menatap Dimas dan Xavier hingga mereka keluar pintu markas. Begitu keluar, Yudanta langsung berlari pelan menaiki tangga dan segera masuk ke kamarnya.

Setelah tiba di kamar, Yudanta segera berganti baju dari seragam Akas menjadi baju jubah hitam. Dia memasang sarung tangan hitam di kedua tangannya. Yudanta juga memakai kain blackout hitam sebagai cadarnya.

Dia menghampiri lukisan peta Tirtanu. Dia menarik peta itu dengan kasar. Untungnya peta itu tidak robek hanya kusut parah. Di balik peta ada dinding kayu yang salah satu pojoknya mencuat karena pakunya lepas. Yudanta menggenggam pojok kayu yang lepas itu tangan kanannya dengan sangat kasar.

"KRAKKK!" suara kayu terdengar cukup keras.

Ternyata dibalik kayu itu ada peralatan panah yang terlihat sangat mewah dan mahal. Pada ekor panahnya terdapat bulu burung makau hijau yang berwarna merah biru. Ada hiasan ukuran naga di kayu bagian belakang panah. Busur panah yang ada di dalam sana berjenis busur lengkung (recurve bow). Busur ini sangat membantu memperingati tarikan dan meningkatkan kecepatan.

Yudanta mengambil busur dan semua anak panah yang ada di sana. Dia juga mengambil sebuah botol kaca kecil sekecil botol parfum volume 5 ml. Dia memasukkan botol kecil itu ke sakunya. Dia menyampirkan busur dan tabung wadah anak panah ke badannya.

Setelah semuanya siap, dia segera mengunci pintunya dan membereskan kamarnya dengan terburu-buru. Kemudian dia membuka jendela. Terlihat pemandangan istana Amayuni yang indah kamarnya yang berada di lantai dua.

Tanpa pikir panjang, tanpa rasa takut, Yudanta langsung meloncat dari jendela begitu saja. Dia mendarat dengan sangat mulus. Begitu kakinya menyentuh tanah, dia langsung berlari maju tanpa melihat belakang, tanpa melihat kembali jendela kamarnya.

Sesampainya di dekat aula Ednura, Yudanta melihat Xavier menyerahkan setrika pada Jenderal Yoshi.

"Aaiishhh… sudah terlambat ya! Ternyata benar dugaanku", kata Yudanta.

Yudanta kemudian belok ke kiri untuk memasuki aula Ednura dari pintu belakang. Saat Jenderal Yoshi kembali ke markas, saat itulah eksekusi dilakukan.

Di akhir sesi, Yudanta mengeluarkan sebuah botol kecil yang dia bawa dari kamarnya. Dia mengoleskan cairan dari botol itu ke sebuah anak panah. Anak panah yang sudah dibasahi itu diarahkan ke Xavier.

"Tkkkk… wussshd", anak panah itu meluncur dan mengenai Xavier yang sudah terduduk di atas tanah.

Xavier yang awalnya masih kuat duduk tiba-tiba ambruk dan kehilangan kesadaran. Tak puas, Yudanta mengambil satu anak panah lagi dan langsung menembakkannya pada Xavier yang sudah berbaring di tanah.

Yudanta mengambil satu anak panah lagi. Dia membasahi ujung anak panahnya dengan cairan dari botol. Lalu, dia membidikkan anak panah itu ke Dimas. 1, 2, 3, panah meluncur cepat dan untungnya hanya mengenai buntalan kain dari Dimas.

Yudanta meraba wadah di punggungnya. Ternyata anak panah yang di sana tinggal sedikit. Kemudian dia keluar dari aula Ednura dan mencabut beberapa anak panah tapi tidak semuanya dari badan Dimas dan Xavier. Yudanta juga mengambil setrika di buntalan kain yang digendong Dimas.

Yudanta segera pergi setelah mengambil setrikanya. Dia mampir ke aula Ednura untuk mengambil busur panahnya. Ternyata, dia juga membawa buntalan kain gendong warna tosca. Yudanta segera membongkar peralatan panahnya dan menyimpannya ke dalam buntalan kain gendong bersama setrikanya.Dia menyimpan kembali anak panah bekas yang dia ambil dari Xavier dan Dimas ke dalam wadahnya. Lalu, dia kembali lagi ke markas tim Akas serta mengabaikan Xavier dan Dimas.