Suasana hening sesaat Anatha berpikir, "Apa seharusnya aku bertanya? aku benar benar penasaran."
Dengan keraguannya sang ayah memilih kembali menulis sembari menunggu Anatha, "Emm...., ayah apa dulunya ibu pernah mengajar?"
Ayah terdiam ketika mendengar pertanyaan Anatha, Anatha berdiri dengan tegang ia menggenggam kedua tangannya melihat reaksi sang ayah yang sesaat kembali tersenyum, "Iya."
"Hanya itu?" gumam Anatha, ia melihat ayah kembali menulis setelah mengatakan iya, seperti tidak tertarik untuk membahas hal itu lagi.
"Lalu apa dulu ibu punya banyak murid? dan sebenarnya kami bertemu salah satu dari mereka."
"Siapa? siapa salah satu dari mereka, apa mereka melakukan tindakan berbahaya dengan kalian? apa mereka melukai kalian?"
"Tidak...., dia perempuan. Menceritakan kisah dirinya yang ia sebut sangat dekat dengan ibu, apa itu benar?"
Anatha mengatakan dengan ragu ragu, selama menjawab dan bertanya ia terus menunduk, sedangkan ayah terlihat tidak memperhatikan pertanyaan Anatha.
Selesai menaruh pena di atas mejanya, ayah mulai menatap Anatha dengan wajah serius, "Iya, dulu ibu mu pernah mengajari beberapa murid, itu hanya sementara dan tak ayah sangka cerita tersebut benar benar sampai di telinga kalian."
Tiba tiba mata Anatha berbinar binar, dengan sangat semangat ia mengangkat kepalanya dan terus menatap sang ayah selama ia bercerita.
"Benarkah? jadi itu bukan hanya berita burung, tapi kenapa hanya sebentar? bukankah lebih baik jika saat itu ibu sangat menyukai harusnya ibu memilih bertahan lama, bukan?"
"Anatha...., ada sebuah tragedi saat ibumu mengajar, dan jawaban dari tragedi itu sangat malang untuk keluarga kita, ayah rasa cukup sampai sini saja." ucap ayah dengan wajah sedih.
"Baiklah...., maaf jika hal itu membuat ayah kembali sedih, aku hanya ingin tau."
Setelah mengucapkan kalimat akhir dari pertemuan ayahnya, Anatha berjalan mendekati pintu keluar, tapi sang ayah tiba tiba memanggil namanya membuat langkah Anatha terpaksa berhenti, "Tunggu, Anatha...., kemarilah ada sesuatu."
Anatha berlari kembali ke meja sang ayah, perasaan sedihnya terkubur dengan rasa senang saat melihat dua kotak usang berwarna coklat, bercorak polos sang ayah menyodorkan dua kotak itu kepada Anatha tanpa menjelaskan isi yang ada.
"Berikan untuk Agatha, ini adalah hal terakhir dari ibumu, tidak...., kurasa ini bukan yang terakhir tapi yang terbaik." setelah itu sang ayah menunjukkan alas bawah dari kotak itu bertuliskan masih masing nama dari Anatha dan Agatha, dengan nama terpisah ayah menyuruh Anatha memberikan kotak dengan nama yang tertera.
"Sungguh? benarkah? ini...., sungguh indah! Anatha akan menjaga dengan sangat baik! tapi...., apa isi dari kotak ini, ayah?"
Dengan lembut ayah berkata, "Pakai lah isi dari kotak ini, lalu datang lah menemui ayah, dengan senang hati ayah akan menjelaskan nya."
"Baiklah, akan segera kami lakukan, ayah!" dengan perasaan yang gembira, Anatha memeluk dua kotak itu lalu pergi keluar dengan sangat bahagia, bahkan saat tiba di kamar ia segera masuk tanpa mengetok pintu.
"Agatha!!" Anatha berteriak gembira dengan menaruh kotak itu di atas kasurnya.
Anatha berteriak memanggil Agatha, melompat lompat layaknya kangguru, ia benar benar melakukan segala cara agar Agatha segera bangun dari tidurnya, sampai lompatan terakhir di atas kasur, ia membangunkan Agatha dengan wajah yang sangat terusik.
"Hei, kau ini bocah ya?"
"Agatha!! lihatlah ini! lihat, coba lihat!! buka matamu lihat benda apa yang ku bawa!" Anatha duduk di atas kasur dan menunjukkan Agatha dua kotak itu.
"Benda apa ini? terlihat sangat usang." ucap Agatha mengangkat kotak tersebut.
Anatha kembali merebut kotak yang di pegang Agatha, ia sangat bahagia ketika menunjuk di bagian nama mereka, "Heii, lihatlah! ada nama kita!"
Dengan wajah yang bingung Agatha bahkan tak sempat mengumpulkan nyawanya, ia terus menganggap benda itu aneh, segala cara Anatha lakukan demi meyakinkan Agatha.
"Ini...., nama lengkap kita, bagaimana mereka bisa tau?"
"Mereka? asal kau tau Agatha, ini dari ibu! aku mendapatkan kotak ini dari ayah, dan ayah menyuruh kita segera memakainya dan menemuinya."
"Apa? ibu? apa itu benar? terlihat tidak menyakinkan, bagaimana bisa ibu kan sudah lama tiada, kalau ternyata ini benda yang di kirim dari orang asing, lalu ketika kita memakainya akan membawa bahaya, bagaimana bisa? aku tak bisa mempercayai benda ini."
Anatha menatap Agatha muak, "Jika kau terus berteori kurasa kau tak seharusnya belajar sihir, semua yang kau katakan tak masuk akal, bagaimana bisa tidak mempercayai keluarga sendiri?! apa kau sedang bercanda, Agatha?!"
"Baiklah jika itu menyinggung mu, sekarang buka kotak itu, hanya kotak yang tertera namamu, jangan membuka kotak ku! aku akan melakukannya sendiri, lalu kenakan terlebih dahulu jika kau sangat percaya dengan benda itu."
"Agatha! sangat keterlaluan, membahayakan keluarga sendiri demi keselamatan diri sendiri, bagaimana bisa kau berpikir seperti itu?!"
"Jika kau terlalu yakin dengan pilihanmu, silahkan lakukan, apa yang meragukan mu?"
Anatha terdiam dengan wajah kesalnya ia mengambil kotak yang ada lalu membuka ketika di depan kaca, ia mengambil sebuah kalung liontin kristal berwarna warni dengan bentuk seperti pedang menjulang ke bawah, di dasari warna putih lalu pink dan terakhir berwarna ungu, membuat Anatha menatap di depan cermin.
"Benda apa itu?" ucap Agatha dari kejauhan.
"Entahlah...., ini sangat indah." sahut Agatha dengan mengagumi kalung yang ia pegang.
"Pakailah, itu terlihat sangat menarik." balas Agatha.
Anatha segera memakainya setelah berlama lama menatap kalung yang ia pegang, Anatha sangat mengagumi barang itu tanpa sadar ketika ia pakai, di depan cermin terus saja memegang kalung yang tergantung di lehernya.
"Benar benar indah! aku tak menyangka akan mendapatkan benda seperti ini, lalu Agatha pakailah! lihat, tak terjadi apapun!"
"Aku masih meragukan benda itu, lalu berhentilah berdiri di depan cermin! kau seharusnya menyudahi keindahan dari kalung itu."
"Agatha, ini benar benar indah! coba buka kotak milikmu dan lihatlah apa yang kau dapat kan, aku pastikan punyaku lebih bagus, karena ini sangat indah!"
"Sepertinya kau terlalu mendewakan barang milikmu, aku menyadari mengapa bentuknya terlihat seperti sebuah pedang? jarang sekali aku melihat kalung berbentuk pedang."
"Oh? benarkah? lalu kau ingin kalung ini jadi milikmu? hanya karena ia berbentuk sebuah pedang?"
"Kata siapa aku akan mengambil milik orang lain? jaga barangmu sendiri dari orang lain, tidak pantas mencurigai bagian keluarga mu."
"Apa? keluarga itu hanya nama dari perkumpulan sedarah, tapi sifat mereka sama seperti manusia lainnya, tak memungkiri mereka bisa juga mencelakai mu." ucap Anatha di depan cermin
"Pemikiran mu sangat tidak pantas, lagian...,"
"Buka kotakmu, lalu pakailah barang mu. Kurasa kau harus segera berhenti berbicara." Anatha memotong kalimat Agatha.
"Minggirlah dari depan cermin, aku akan mengenakan apa yang ku dapatkan."