webnovel

Fake Wedding

(cerita sedang dalam tahap revisi, revisinya hanya ada di wattpad. tinggal cari nama pena Army_VJ aja. makasih atas ke setiaan kalian) Ketika Kim Sena merasa tidak ada lagi hal yang perlu ia perjuangkan dalam hidupnya. Secara kebetulan Jimin hadir di hidupnya. Melamarnya dan mengatakan kalau Jimin sangat mencintai Sena dan berjanji akan membahagiakan Sena selamanya. Ini terasa konyol, tapi nyata. Awalnya, Sena menganggap itu semua hanya gurauan belaka. Tapi, keseriusan Jimin yang Sena rasakan melalui perhatian dan perlakuan pria itu. Membuat Sena, mengambil satu langkah yang sangat salah. Sena menerima lamaran dari Park Jimin. Sosok pria, yang telah mengukirkan kebahagian baginya dan membantunya sembuh dari rasa luka. Tapi, Jimin juga pria yang kembali menorehkan rasa luka di hati Sena serta yang telah merenggut kepercayaan darinya. Sena, di bohongi oleh Jimin dalam pernikahan ini.

Army_VJ · Others
Not enough ratings
34 Chs

Fake Wedding: 17- A Fact

ABSEN DULU YUK SEBELUM BACA (COMENT YA)

*

Perlahan kubuka kedua mataku saat aku merasakan sakit dikepalaku akibat kemarin aku menagis terus.Mataku kini menerawang kamar ini. Tak ada Jimin di kamar ini, bahkan saat aku mengecek ke kamar mandi akupun tak menemukan Jimin.

Kembali kududukan tubuhku pada pinggiran kasur. Kemudian kulirik jam besar yang mengantung di depan pintu. Kuhembuskan nafasku berat.

"Sepagi itukah Jimin berangkat?"

Tanyaku pada diri sendiri.

Awalnya aku masih begitu kesal dengan Jimin akibat semua permasalahan ini. Tapi sekarang hatiku merasa sedih melihat Jimin yang sudah pergi di jam yang seharusnya ia masih tertidur. Kutatap salah satu figur yang berada di nakas samping tempat tidurku.

Kuperhatikan senyum Jimin di foto itu, entah kenapa hatiku menjadi sangat sakit. Kualihkan pandanganku dari foto Jimin itu lalu aku beranjak kelemari pakaian.

Karena hari ini aku ingin sekali mengajukan cerai pada Jimin. Tapi sebelum itu aku harus bersiap dulu untuk mengambil semua barang-barangku. Tapi niatku terhenti saat lemari pakaian itu tak bisa terbuka.

"Kenapa tidak bisa di buka?"

Tanyaku penasaran.

Sekuat tenaga aku berusaha membuka lemari pakaian itu, tapi hasilnya nihil. Sepertinya Jimin sudah mengunci lemari pakaian ini. Dan kurasa Jimin sudah tauh niatku di pagi hari ini.

Kuhembuskan nafasku berat. Aku tidak mungkin pergi dari rumah Jimin tanpa membawa sehelaipun pakaianpun. Orang pasti akan berfikir jika aku adalah wanita glandangan. Dan aku sangat tidak ingin orang berfikir seperti itu mengenai diriku.

Kembali kuhampiri kasur yang baru saja beberapa detik yang lalu kutinggali. Lalu mataku tertuju pada sebuket bunga mawar yang terletak tepat di tempat tidur Jimin. Aku sendiri tak menyadari kehadiran buket bunga itu sejak aku bangun.

Apa Jimin yang memberikan buket bunga itu?

Kuambil buket itu lalu kucium cukup lama. Didalam sana terdapat sebuah surat berwarna pink muda yang ditulis sendiri oleh Jimin. Kubaca setiap kata yang terukir di surat itu. Dan hatiku kembali teriris.

To: Istri tercinta dalam hidupku.

"Apa kau sudah bangun istriku?, kuharap kau tidak membuang buket ini. Aku tauh kau pasti masih marah dan kesal padaku. Tapi aku berani bersumpah padamu bahwa aku tak memiliki hubungan apapun dengan Hyejin dan aku ingin kau percaya itu. Mungkin kau saat ini berfikir jika aku hanya berucap kosong saja, tapi tungguhlah karena aku akan membuktikan ucapanku ini, aku mencintaimu istriku"

Kulipat kembali surat itu setelah aku membacanya. Entah kenapa aku masih bisa merasakan cinta yang tulus dari Jimin meskipun masih terdapat keraguan didalam hatiku. Dan itu berhasil membuat hatiku kembali sesak.

Tapi semua keraguan itu perlahan menghilang saat aku mendapatkan sebuah pesan dari Jimin. Lebih tepatnya sebuah vidio yang menunjukkan rekaman pengakuan Hyejin yang memang sebenarnya tidak lagi memiliki hubungan dengan Jimin.

Kubungkam mulutku saat aku selesai menonton vidio itu.Entah kenapa air mataku seraya ingin keluar saat  aku mengetahui semua kebenaran ini. Dividio itu Jimin membentak bahkan mencengkram wajah Hyejin untuk mengakuih semua kebohongannya. Dan itu berhasil. Setelahnya sebuah pesan dari Jimin kembali masuk.

To: Sena

"Apa kau masih belum bisa percaya padaku?"

Aku hanya membaca isi pesan itu tanpa berniat untuk membalasnya. Karena seharusnya Jimin sudah tauh bagaimana perasaanku. Karena sekarang aku sudah percaya padamu Jimin, aku percaya bahwa kau mencintaku dan aku percaya bahwa kau tak memiliki hubungan dengan Hyejin lagi.

Kurasa memang benar, kehadiran orang ketiga hanyalah sebagai bumbu dalam sebuah pernikahan agar aku dan Jimin semakin saling percaya dan menguatkan satu sama lain.

Dan aku sungguh ingin berterima kasih pada Jimin, karena telah begitu mencintaiku dan sudah berjuang sekuat tenanganya untuk mengungkapkan semua keraguan dalam hatiku. Dan kurasa itu cukup untuk membuatku percaya lagi pada Jimin.

Kuletakan buket bunga itu kembali keatas kasur, dan perlahan langkah kakiku bergerak keluar kamar. Tapi mataku langsung membulat saat aku melihat  semua pelayan berada di depan kamar ini.

"Apa yang kalian lakukan?"

Tanyaku binggung.

"Tuan meminta kami untuk menjaga anda Ny."

Jawab Bibi Sun dengan seulas senyum.

Aku tak tauh jika Jimin akan bertindak sampai sejauh ini, apa Jimin sebegitu takutnya aku pergi?. Sampai-sampai ia mengunci lemari pakaian dan sekarang ia meminta semua pelayannya untuk menjagaku.

Sungguh tidak masuk diakal. Tapi jujur aku suka dengan semua perhatian ini. Itu artinya Jimin benar-benar mencintaiku.

"Tuan sudah menyiapkan sarapan pagi untuk anda Ny."

Ucap Bibi Sun lagi sambil mengiringku kemeja makan.

Kutatap beberapa hidangan disert yang mengugah selerah. Mulai dari pancake, susu coklat dan es krim. Aku sempat mengerjitkan alisku karena merasa binggung.

Apa Jimin ingin membuatku gendut dengan memakan makanan manis?. Sejenak aku berpikir tapi kemudian aku tak ambil pusing dengan semuanya berhubung saat ini perutku sudah sangat lapar. Kududukan diriku pada kursi, lalu bersiap untuk menyantap masakan yang dibuat Jimin.

Setiap kali Jimin pergi pagi, ia selalu saja menyiapkan sarapan untukku. Ini bukan pertama kalinya, kurasa sudah 5 kali Jimin membuatkan sarapan yang serupa untukku. Tapi bedahnya dengan hari ini, Jimin menambahkan beberapa hidangan manis lainya dan tidak ada surat diatas meja makan ini.

Kupotong pancake itu dan bersiap untuk memasukannya kedalam mulutku. Tapi niatku terhenti saat sebuah pesan kembali masuk. Kubuka dan  Kubaca isi pesan itu setelahnya aku tersenyum sendiri.

To: Sena

"Maaf tidak bisa menuliskan sebuah surat untukmu. Kuharap kau akan menikmati masakan yang kubuat. Aku belum sempat mencicipi rasanya, tapi setidaknya ini lebih baik dari sebelumnya. Makanlah yang banyak karena kau terlihat kurusan sekarang. Jangan lupa untuk menghabiskan pancake, susu coklat dan es krim mu itu. Karena itu sangat baik untuk menghilangkan stres. Saranghae Park Sena"

Kutatap masakan Jimin dengan penuh senyum. Setelahnya kusantap masakan itu dengan hati yang senang. Tapi suapan terakhirku terhenti saat aku mengigat isi pesan Jimin bahwa ia belum sempat menyicipi masakanya. Apa itu artinya Jimin belum sarapan?

"Bibi Sun, apa Jimin sudah sarapan tadi pagi?"

Tanyaku dengan nada kahwatir.

"Belum Ny. Tuan tidak sempat untuk makan"

Jawab Bibi Sun murung.

Kuhelahkan nafasku kasar saat aku mengatahui hal itu. Buru-buru kuhabiskan semua makanan itu kecuali es krim karena kurasa aku tak akan sempat memasak sarapan untuk Jimin jika aku menghabiskan es krim ku juga. Lagi pula ini masih pagi dan aku tidak terbisa menyantap es krim di pagi hari.

Akupun bersiap kedapur untuk memasak hidangan sederhana yang tidak perlu memakan waktu lama. Mulai dari telur dadar gulung, sup kerang dan daging bulgogi. Tak lupa aku juga memotong beberapa jenis buah, seperti apel, pir, jeruk dan anggur.

Karena seingatku Jimin sangat suka sekali dengan anggur. Makanya aku memasukkan anggur lebih banyak di bandingkan dengan buah yang lain.  Akhirnya semua persiapan sudah selesai, aku langsung berlari kecil kekamar untuk bersiap-siap setelahnya aku langsung meminta agar pak Han mengantarku ke kantor Jimin.

Sesampainya di depan kantor Jimin, aku berjalan menuju ke lift. Kupencet tombol lift itu, dan setelahnya aku sampai ke lantai paling atas dimana kantor Jimin berada.

Entah kenapa aku sangat antusias sekali untuk membawakan sarapan pagi buat Jimin. Tapi saat kakiku hampir mendekat keruangan Jimin aku sangat takut jika aku akan melihat Hyejin lagi diruangan itu dengan Jimin.

Buru-buru kusingkirkan perasaan curigaku itu terhadap Jimin. Bukankah Jimin sudah membuktikan padamu Sena bahwa ia sama sekali tak memiliki hubungan dengan Hyejin. Jadi buanglah persangkah burukmu itu, karena saat kau masuk nanti kau hanya akan melihat Jimin sendirian diruang kerjanya.

"Percayalah pada Jimin sena"

Ucapku pada diri sendiri.

Aku perlahan membuka pintu ruang kerja Jimin yang sedikit terbuka. Belum sempat aku memanggil Jimin untuk memberitauh keberadaan diriku. Aku malah melihat Jimin yang sedang sibuk dengam berkas-berkas di mejanya saat ini.

Jimin terlihat sangat sibuk sekaligus sangat keren.  Ditambah lagi dengan kaca mata baca yang mengantung di batang hidungnya itu justru membuat Jimin lebih tampan lagi. Aku menyenderkan tubuhku pada dinding pintu. Entah kenapa aku ingin sekali menatap Jimin lama seperti saat ini.

Sesekali aku melihat Jimin yang terlihat frustasi dengan pekerjaannya. Bahkan ia saat ini melepas satu kancing pakaiannya dan menyandarkan kepalanya pada pundak kursi.

Jimin pasti begitu lelah dengan pekerjaannya. Ditambah dengan masalah dalam pernikahan kami, itu pasti sudah sangat membebani Jimin. Rasanya hatiku sakit melihat Jimin seperti itu. Karena itulah aku tak ingin memberitauh Jimin kita sebenarnya aku diteror karena itu hanya akan menambah beban bagi Jimin.

Kuketuk pintu itu dan sontak Jimin langsung menatap kearahku dan memamerkan senyum malaikatnya padaku. Buru-buru iya berjalan kearahku dan mengambil semua barang bawaanku yang sebenarnya tidak berat.

Kulihat Jimin terus tersenyum sejak kedatanganku. Dan itu juga langsung membuat hatiku merasa senang. Senyum yang saat ini Jimin tunjukkan benar-benar berbeda dari senyum biasanya. Karena senyum ini 200 kali lipat tetlihat lebih bahagia dibanding sebelumnya. Dan senyum ini sama seperti saat Jimin tersenyum di pernikahan kami.

"Apa kau membawa sarapan untukku?"

Tanya Jimin sambil menatap beberapa kotak bekal makanan yang telah kusiapkan.Aku hanya menganguk sambil tersenyum tulus pada Jimin dan Jimin membalasnya dengan senyum malaikat miliknya.

"Akan kusiapkan makanannya untukmu"

Ucapku seraya membuka kotak bekal makan itu.

"Nanti saja Sena. Aku masih ada beberapa pekerjaan yang harus kuselesaikan. Setelah aku selesai maka kita akan bersama"

Jawab Jimin seraya mencium bibirku singkat lalu ia kembali kekursi kebesarannya dan setelahnya Jimin kembali mengerjakan urusannya.

Aku hanya dapat menghembuskan nafas perlahan mendegar ucapan Jimin barusan. Jujur aku sangat kahwatir dengan kondisi kesehatan Jimin, yang sepertinya terlalu dikesampingkan oleh Jimin. Sosok Jimin lebih peduli pada pekerjaannya dibanding dirinya sendiri. Seolah harta adalah nyawa pertama dalam hidupnya sebelum kondisi dirinya sendiri.

Mau tak mau aku menuruti ucapan Jimin itu. Toh itu tak akan memakan waktu lama bukan. Tapi nyatanya waktu yang kuperkirakan telah terlampau jauh. Dan ini sudah lewat satu setegah jam dari waktu kedatanganku.

Akupun bangkit dari dudukku menuju kearah Jimin yang masih sibuk dengan leptop dan berkasnya. Beberapa kali aku bujuk Jimin untuk segera makan, tapi Jimin malah menolak tapi tentunya dengan sikap manis.

"Ini sudah hampir jam 10 Jimin. Kau akan sakit jika tidak makan sekarang"

Ucapki seraya menarik lengan Jimin perlahan menuju kesofa.

"Sebentar saja, aku harus menyelsaikan ini. Lagipula aku tak akan sakit, karena aku punya dirimu"

Goda Jimin seraya tersenyum mengoda kearahku.

Rasanya pipi saat ini pasti susah memerah karena malu dengan ucapan Jimin. Untuk menghilangkan rasa maluku ini aku berniat untuk kembali duduk di sofa tadi, tapi langkah kakiku terhenti saat Jimin menahan lenganku.

"Kurasa sebelum makan, aku butuh kau untuk memuaskan rasa lapar di dalam diriku Sena"

Bisik Jimin setelah aku duduk di pangkuan Jimin.

Jujur aku sedikit tak mengerti dengan ucapan Jimin barusan. Tapi setelah Jimin menciumku, kini aku sadar sudah berapa lama Jimin begitu mengiginkan ciuman ini. Karena sejak pertengkaran kami aku sama sekali tak mengijinkan Jimin untuk menyentuhku.

"Aku sangat mengiginkanmu Sena"

Bisik Jimin lagi lalu ia meletakku diatad mejanya.

Mata Jimin benar-benar sangat intens menatapku.Dan itu membuat hawa panas menyelimutiku. Tapi tidak dengan Jimin, dia terlihat sangat senang dengan sikap gugupku saat ini.

"Apa kau kepanasan?, Haruskan aku mendinginkannya?"

Tanya Jimin dengan nada menggoda.

Perlahan Jimin melepaskan kancing pakaianku satu persatu. Tapi buru-buru aku mengentikan aktivitas Jimin itu. Karena alasan yang sama. Aku takut jika karyawan Jimin melihat ini semua. Dan itu hanya akan membuat malu Jimin dan diriku.

"Jangan takut, tak ada yang akan melihat kita. Karena sejak kedatanganmu kesini, aku sudah lebih dulu mengunci pintu"

Ucap Jimin seraya menjawab kekahwatiranku dengan senyum mengodanya.

"Jadi, tak akan ada yang mendegar jika kau mendesa disini istriku"

Ucap Jimin lagi dengan tatapan mematikannya yang berhasil membuat detak jantungku berdegup begitu kencang, setelahnya Jimin memulai aktivitas yang selalu ia tunggu dari diriku.

*

Sorepun datang, dan saat ini aku masih terduduk di sofa kantor Jimin. Awalnya aku berniat untuk pulang setelah aktivitas itu. Tapi karena rasa sakit di bagian bawahku, aku jadi tidak bisa berjalan semua itu karena Jimin yang terlalu bernafsu.

Kulirik Jimin yang saat ini terlihat merasa bersalah karena kondisiku saat ini. Jimin saat ini sedang memainkan kuku jarinya dan kurasa itu kebiasaan Jimin saat ia sedang gugup atau merasa bersalah pada orang lain.

"Jangan merasa bersalah"

Ucapku sambil mengengam tangan Jimin.

"Tapi karena aku, kau...."

Ucapan Jimin terhenti saat melihatku berusah berdiri.

"Aku baik-baik saja, hanya sedikit sakit.Tapi masih bisa kutahan"

Ucapki jujur, setidaknya itu bisa mengurangi rasa bersalah Jimin yang terlalu ketara.

Untuk mengalihkan pemikiran Jimin yang masih saja memikirkan kondisiku. Aku lalu mengigatkan kembali janji Jimin padaku tadi siang yang berniat mengajakku untuk pergi berjalan-jalan.

Seketika Jimin menepuk keningnya sendiri menyadari keterluapaannya pada janji yang telah ia buat padaku berjam-jam yang lalu. Buru-buru Jimin meminta maaf padaku dan langsung membatu diriku berjalan.

Kini aku dan Jimin sedang berada di moll terbesar di seoul tepatnya moll ini merupakan moll yang didirikan oleh Jimin sendiri. Aku masih bertanya-tanya seberapa kaya Jimim sebenarnya. Tapi sebenarnya aku tak terlalu peduli akan hal itu. Karena baik Jimin kaya ataupun miskin nantinya aku pasti akan tetap menyukai Jimin.

Karena yang berhasil mencuri hatiku bukanlah kekayaan yang dimiliki oleh Jimin melainkan dori Jimin yang berhasil membawa hatiku untuk terus menyukai dirinya.

"Apa kau ingin istirahat?"

Tanya Jimin yang terlihat kahwatir.

"Tidak aku baik-baik saja, lagipula rasa sakitnya sudah hilang"

Jawabku seadanya, sejujurnya rasa sakitnya masih terasa tapi tidak terlalu sakit.

Tatapanku lalu tertuju pada penjual permen kapas yang ada di depan kami. Banyak sekali pasangan muda yang mengantri di sini. Bahkan aku dan Jimin juga saat ini sedang mengantri. Cukup panjang dan melelahkan.

"Akan kubuat penjual permen kapas itu, membuatkanmu tanpa harus menungguh seperti ini"

Ucap Jimin seraya berjalan kearah penjual permen kapas itu.

Tapi buru-buru kuhentikan langkah Jimin. Dan mengelang dengan keras seraya mengisyaratkan bahwa kami memang harus mengantri.

"Apa kau tidak ingin menghabiskan waktu bersamaku?"

Tanyaku kecewa.

"Tentu saja aku mau"

Ucap Jimin lalu ia memeluk pingangku untuk mendekat kearahnya. Tapi dengan cepat aku melapas pelukan Jimin.

Apa Jimin tak bisa berfikir logis?, Bagaimana ia bisa bermesraan didepan umum seperti sekarang. Dan itu berhasil membuatku malu, tapi tidak dengan Jimin sepertinya ia senang melihat aku tergoda karena dirinya. Terbukti dari tawa kecil yang ditunjukkan oleh Jimin.

Kakiku rasanya tidak sanggup lagi mengantri. Karena ini sudah tiga puluh menit bahkan lebih kami menungguh disini. Dan antriannya sepertinya baru berkurang beberapa. Dan Jimin mungkin sadar dengan diriku yang terlalu lelah.

Jimin memintaku untuk menungguh di salah satu kursi panjang yang ada di dekat toko baju. Akupun menurut pada Jimin dan duduk di kursi itu. Kulihat Jimin saat ini masih mengantri sambil sesekali melirikku dan melemparkan senyumnya.

"Apa kau menungguh lama nona?"

Tanya Jimin seraya bergurau sebagai seorang penjual permen kapas.

Aku tersenyum saat melihat Jimin datang memnawa permen kapan yang ukurannya sangat besar dari ekspetasiku. Kusantap beberapa kali permen kapas itu yang masih digengam oleh Jimin.

Kudegar Jimin tertawa kecil. Lalu ia mengelap bibirku yang terdapat beberapa butiran gula dari sisa permen kapas itu.

"Apa kau menyukainya?"

Tanya Jimin penasaran.

"Tentu"

Ucapku seraya menyuapi Jimin yang langsung memakan permen kapas itu dari tanganku.

Kamipun kembali berjalan mengitari moll ini, dan Jimin membeli banyak barang untukku. Mulai dari baju, sepatu, celana sampai keparfum dan makeup. Semuanya adalah barang mahal dan bermerek. Aku sempat menolak semua itu, tapi Jimin bersikeras membelikan semuanya padaku.

Setelah aku dan Jimin puas menghabiskan malam di moll. kini aku dan Jimin berniat untuk pulang kerumah, Tapi Jimin malah membawaku ketempat lain. Aku sempat bertanya pada Jimin kemana sebenarnya tempat yang kami tujuh. Tapi Jimin malah mengatakan bahwa itu adalah rahasia.

Aku hanya bisa berdiam diri menungguh di dalam mobil sampai mobil Jimin berhenti disuatu tempat. Tempatnya sangat familiar dan biasanya hanya didatangi oleh pasangan muda yang ingin mengikat cinta mereka.

Apa lagi kalau bukan tempat terpopuler di Seoul. Namsan Tower merupakan temlat terakhir yang aku dan Jimin datangi sebelum kami kembali kerumah. Disini sangat cantik lampu warna warni yang menghiasi tempat ini menambah keromantisan bagi siapun yang ada disini. Bahkan ada para musisi jalanan yang mengiringi beberapa pasangan yang masih berjalan-jalan di tempat ini.

"Apa kau menyukainya?"

Tanya Jimin seraya memelukku dari belakang.

Aku hanya mengangguk sambil menghelus telapak tangan Jimin yang terasa dingin. Entah kenapa aku ingin sekali hari seperti ini terus terjadi selama masa pernikahan kami.

"Ingin memasang cinta kita disini?"

Tanya Jimin sambil memberikan gantungan gembok berbentuk hati kepadaku.

Akupun mengambil gantungan gembok itu lalu menuliskan harapanku disana. Begitupun dengan Jimin yang saat ini sedang menuliskan harapannya. Setelahnya kami mengantungkan gembok itu lalu kami membuang kunci gembok itu jauh-jauh seperti yang biasa dilakukan oleh kebanyakan orang.

Lalu Jimin menarikku untuk berfoto disalah satu figura berbentuk hati yang terdapat di pojok kanan yang menunjukkan latar Namsan Tower dibelakangnya.

"Seharusnya kita kesini di siang hari, agar pemandangannya bisa terlihat lebih indah"

Ucapku sedikit kevewa di sela-sela pemotretan kami.

"Malam ini juga sudah sangat indah, karena ada kau disampingku"

Ucap Jimin lalu ia mencium pipi kananku.

Dan itu berhasil ditangkap oleh kamera. Saat aku melihat fotonya aku tersenyum sendiri. Melihat betapa senang Jimin difoto itu, bahkan Jimin terlihat paling bahagia difoto ini.

Selanjutnya Jimin membawaku pada salah satu pohon permohonan yang berada di lantai dasar. Disana terdapat banyak sekali permohonan yang dibuat oleh para pengunjung. Kulihat Jimin sedang membeli kertas permohonan. Lalu ia memberikan padaku dan memintaku untuk menuliskan permohonanku dikertas itu.

"Tuliskan apa yang menjadi permohonanmu"

Ucap Jimin seraya menuliskan permohonannya di kertas itu, akupun menuruti ucapan Jimin. Banyak sekali harapan yang kutulis di kertas itu.

Setelah aku menulis permohonanku akupun langsung mengampiri Jimin yang entah kenapa sudah begitu jauh jaraknya dariku. Mungkin Jimin takut jika aku melihat apa yang ia tulis.

"Apa sudah selesai?"

Tanyaku sambil mendekat kearah Jimin, yang langsung spontan menutupi kertas itu.

"Kenapa kau begitu terkejut?, Apa yang menjadi harapanmu?"

Tanyaku lagi penasaran sambil berusaha melihat tulisan Jimin. Tapi Jimin bersikeras menutupinya.

"Kau akan tauh nanti, jadi lebih baik kita gantung ini. Dan saat kita kesini lagi maka aku akan memberi tauhmu apa yang menjadi permohonanku."

Jawab Jimin seraya mengantungkan kertas permohonan miliknya kemudian ia mengantukkan milikku.

Aku dan Jimin akhirnya sampai dirumah pukul 11 malam. Rasanya benar-benar lelah tapi menyenangkan. Aku yang berniat untuk menganti pakaian terhenti saat kurasakan Jimin memelukku  erat dan hangat.

"Kumohon tetaplah disisiku Sena, apapun yang terjadi percayalah padaku bahwa aku sangat mencintaimu"

Bisik Jimin sambil membalik tubuhku.

"Aku akan percaya padamu Jimin"

Ucapku lalu Jimin mencium bibirku lembut tanpa paksaan sama sekali dan akupun membalas ciumannya

*

Kuacak rambut basahku yang baru saja selesai mandi. Kemudian langkah kakiku berahli kemeja rias. Kutatap diriku yang memang terlihat kurusan. Kurasa semua ini karena aku terlalu streas dengan permasalahan yang terus bergulir dipernikahanku dan Jimin.

Kusisir lembut rambut panjangku dan setelahnya aku membalas pesan yang terus saja Jimin kirimkan padaku. Dipesan itu Jimin terus mengatakan bahwa ia sangat merinduhkanku dan sangat ingin cepat pulang. Aku hanya bisa tersenyum membaca isi pesan dari Jimin itu. Kuletakan ponselku saat Jimin mengatakan bahwa ia akan mengadakan rapat.

Awalnya aku berniat untuk mengabiskan waktu di ruang tamu sambil menonton tv tapi niatku terhenti saat aku mendapatkan sebuah pesan baru dari nomor yang menrorku. Sejujurnya aku ragu untuk membuka pesan itu, karena teror inilah yang menyebabkan hubunganku dan Jimin terus retak.

Tapi rasa penasaranku lebih besar dari rasa ketakutanku. Aku sempat menautkan alisku merasa binggung dengan isi pesan yang kulihat saat ini. Tidak ada kata-kata sebagai pengantar dari pesan itu. Hanya ada beberapa vidio disana.

Kubuka isi vidio itu satu persatu lalu air mataku seketika langsung mengalir deras. Dan hatiku terasa sangat sesak dan sangat sakit.

"Apa Jimin menikahiku hanya untuk menjadi taruhan baginya?!"

Tanyaku dengan suara bergetar.

Jika isi vidio ini benar maka semua ucapan Hae In dan Hyejin benar. Aku hanya alat bagi Jimin untuk memangkan taruhannya. Dan itu artinya Jimin telah memanfaatkan pernikahan ini untuk memenangkan taruhannya.

Aku membecimu Park Jimin!!!

*****

Maaf ya kalau aku updatenya agak malam. Gimanih adakah dari kalian yang merasakan ketulusan hati Jimin dan cintanya untuk Sena terlepas dari fakta nyata itu?

Di coment ya .

Haii para reader Fake Wedding. Gimanih dengan kelanjutanya? Tambah gereget gak dengan Jimin atau malah semakin jatuu cinta pada Jimin atas sikap romantisnya?

Aku tunggu BOM VOTE COMMENT DAN ULASAN DARI KALIAN

jadilah pembaca yang mengispirasi penulis. Karena aku senang dengan semua pendapat kalian.

LOVE YOU FULL ♡♡♡♡♡

Army_VJcreators' thoughts