webnovel

Fake Wedding

(cerita sedang dalam tahap revisi, revisinya hanya ada di wattpad. tinggal cari nama pena Army_VJ aja. makasih atas ke setiaan kalian) Ketika Kim Sena merasa tidak ada lagi hal yang perlu ia perjuangkan dalam hidupnya. Secara kebetulan Jimin hadir di hidupnya. Melamarnya dan mengatakan kalau Jimin sangat mencintai Sena dan berjanji akan membahagiakan Sena selamanya. Ini terasa konyol, tapi nyata. Awalnya, Sena menganggap itu semua hanya gurauan belaka. Tapi, keseriusan Jimin yang Sena rasakan melalui perhatian dan perlakuan pria itu. Membuat Sena, mengambil satu langkah yang sangat salah. Sena menerima lamaran dari Park Jimin. Sosok pria, yang telah mengukirkan kebahagian baginya dan membantunya sembuh dari rasa luka. Tapi, Jimin juga pria yang kembali menorehkan rasa luka di hati Sena serta yang telah merenggut kepercayaan darinya. Sena, di bohongi oleh Jimin dalam pernikahan ini.

Army_VJ · Others
Not enough ratings
34 Chs

Fake Wedding : 16- Enemy

Kutatap Jimin dengan mata yang berlinangan air mata. Entah kenapa rasa sakit dihatiku semakin bertambah. Mungkinkah aku ini terlalu bodoh sampai tak tauh jika Jimin masih menyimpan rasa pada Hyejin?.

Kulihat Jimin saat ini mengacak rambut basahnya dengan begitu kasar. Lalu ia kembali menatapku sambil memohon agar aku mendegarkan penjelasannya.

Tapi hatiku sudah terlanjur sakit untuk mendegarkan semua penjelasan dari Jimin. Dan saat ini aku ingin sekali berpisah dari Jimin!.

"Aku ingin kita berpisah!!"

Ucapku tegas dengan suara sedikit bergetar.

Mata Jimin kini membulat kaget saat ia mendegarkan ucapanku barusan. Aku tak tauh apakah semua itu akting atau bukan tapi yang jelas aku tak ingin lagi masuk dalam permainan Jimin.

"Sudah kukatakan padamu, bahwa itu tidak benar. Aku tak punya hubungan apapun dengan Hyejin"

Jelas Jimin dengan nada suara kesalnya.

"Aku tidak peduli lagi, terserah jika itu hanya sebuah kebohongan atau tidak tapi yang jelas aku ingin kita berpisah hari ini!"

Ucapku lagi dengan suara yakin.

Aku berjalan melewati Jimin yang masih berjongkok di hadapanku. Tapi sialnya tangan Jimin menahanku untuk tak pergi darinya. Setelah itu ia memelukku dengan sangat erat sambil meminta agar aku percaya padanya.

Tapi aku tidak bisa Jimin, Hatiku sudah terlanjur sakit. Kau yang tidak pernah terbuka padaku membuatku selalu saja berprasangka buruk padamu dan kurasa ini yang kau inginkan.

Lagi pula tak ada untungnya kau menikahi wanita seperti diriku. Aku tidak kaya dan tidak secantik Hyejin. Dan akupun tidak ada untungnya menikahimu Jimin. Karena semakin lama hatiku akan semakin tergores.

Kupukul dada bidang Jimin itu untuk segera melepaskan pelukannya. Tapi sayang Jimin terlalu kuat dibandingkan dengan diriku.

"Lepaskan aku!"

Triakku sambil terus merontah rontah di pelukan Jimin.

Tapi Jimin tak mau melepaskanku bahkan ia mempererat pelukannya padaku.

Aku bukanlah Sena yang dulu Jimin. Aku tak akan lulu hanya dengan kata -kata dan perlakuan manismu. Karena sekarang rasa sakit di hatiku telah menutupi semua cintaku padamu.

Seandainya aku punya seseorang untuk menjadi sandaran dalam hidupku. Seandainya ibuku nasih hidup. Maka ia pasti tak akan mengijinkanku untuk menikah secara terburu-buru seperti sekarang.

Dan kurasa semua permasalahan ini muncul lantaran diriku yang tidak bisa berfikir panjang mengenai hal buruk yang akan menimpah pernikahanku dan Jimin.

"Aku mohon Sena. Kau harus percaya padaku"

Ucap Jimin di sampibg telingahku.

Akhirnya aku berhasil melepaskan pelukan Jimin. Kulihat Jimin saat ini sedang menagis tapi tak terlalu tersedu-sedu. Hanya ada beberapa tetes air mata yang mengalir di wajahnya.

"Jika kau memang masih tak percaya dengan semua penjelasanku. Maka aku akan membuktikan padamu betapa cinta dan setianya diriku padamu"

Ucap Jimin lalu berlalu pergi dari hadapanku sambil mengambil ponselnya.

Tubuhku seketika melemas dan terjatuh kelantai. Tangisku seketika tumpah membasahi wajahku. Aku binggung dan aku tak tauh harus melakukan apa sekarang.

Kudengar suara mesin mobil Jimin telah meninggalkan perkarangan rumah ini. Air mataku kembali menagis saat aku membayangkan perceraian antara diriku dan Jimin.

Entah kenapa hatiku masih berat untuk meninggalkan Jimin. Tapi dibalik semua itu hati kecilku memaksa diriku untuk menceraikan Jimin.

"Tuhan kenapa kau membawaku kedalam permasalahan yang aku sendiri tak bisa menyelesaikannya"

Ucapku lirih.

*

Kakiku melangkah dari kamar dengan gontai menuju keruang tamu. Pikiranku sangat kacau dan aku tak tauh apa yang harus aku lakukan saat ini. Yang pastu aku membutuhkan udara segar agar aku bisa bernafas.

Tampa sengaja kakiku tersandung salah satu nakas yang ada di dekat pintu keluar. Tubuhku terjatuh dan kuku kakiku berdarah.

Akupun kembali menagis bukan karena rasa sakit yang baru saja aku rasakan. Tapi rasa didalam hatiku yang bergitu berat untuk meninggalkan Jimin.

Angap saja jika aku bodoh tapi jika kalian jadi diriku kalian juga pasti akan merasakan hal yang sama dengan diriku. Kegundahan dalam hatiku serasa berada antara perpisahan dan persatuan.

Aku tak tauh apa yang harus aku pilih sekarang, tapi yang pasti aku ingin melepaskan beban berat ini. Dengan berjalan-jalan di taman.

Kukuatkan diriku untuk kembali bangkit setelahnya akupun berjalan tak tentu arah. Sampai akhirnya kakiku terasa lemas dan tak bisa berjalan. Dan tubuhku terjatuh di rerumputan taman yang sepertinya cukup jauh dari rumah Jimin.

Tangisku kembali tumpah, saat aku melihat kondisi diriku sendiri yang sangat menyedihkan. Aku binggung apa sebenci itukah Tuhan padaku sampai-sampai setiap masalah datang terus menurus dan bertubih-tubih.

"Kau baik-baik saja?"

Tanya seorang pria yang saat ini sedang berjongkok dihadapanku dengan raur wajah kahwatirnya.

Kutatap wajah yang tanpa familir itu dan seketika tagisku kembali menjadi-jadi. Pertayaan dari pria itu terus terlontar dan tak satupun dari pertayaanya kujawab.

Dan pria itu sepertinya peka dengan keadaanku. Tanpa banyak bertanya lagi, pria itu langsung mengehlus lembut pundakku dan berusaha menenagkan diriku.

Setelah beberapa menit, kini aku terduduk diatas bangku taman. Tatapanku kosong begitupun dengan pikiranku. Sampai diriku tersadar akibat sentuhan seseorang dikakiku.

"Bagaimana kau bisa memakai sandal berbeda dikedua kakimu"

Ucap Hae In sambil melepaskan sandal yang kugunakan tepatnya pada bagian dimana kuku kakiku terluka.

Dengan piawainya Hae In mengobati luka di kuku kakiku. Kulihat Hae In ikut berdenyit saat diriku juga merasakan sakit akibat tetesan obat merah.

"Pasti sakit, ku harap kau bisa menahannya"

Ucap Hae In lembut sambil meniupi kuku kakiku yang terasa sakit.

Kini tatapan Hae In beralih menuju kelututku yang terdapat beberapa goresan disana. Dan kurasa itu terjadi karena aku beberapa kali terjatuh di aspal jalan yang sedang menuju kemarih.

"Apa kau tidak lelah selalu terluka?"

Gumam Hae In yang sama sekali tak mendapat respon dari diriku.

Karena saat ini pandanganku sedang tertuju pada sepasang kakek dan Nenek yang usianya cukup tua tapi mereka sampai sekarang masih terlihat romantis.

Sesekali aku melihat kakek itu membenarkan syal yang dikenakan oleh istrinya dan menatapnya dengan lembut. Senyum sedihpun terpancar dari wajah frustasiku.

Melihat pasangan tua itu membuatku membayangkan akan masa tuaku nanti. Akanlah aku dan Jimin bisa seperti itu?, Aku pernah dengar dari Jimin bahwa ia ingin sekali bisa menghabiskan waktu bersamaku untuk melihat matahari tengelam saat kami tua nanti.

Aku juga membayangkan bagaimana wajah tua Jimin nantinya. Pasti Jimin masih sangat tampan, dan kurasa dia pasti aku terus mengodahku meskipun ia sudah tua. Dan aku akan semakin mencintainya seiring berjalannya waktu.

Tapi kurasa semua pemikiran itu tak akan pernah terjadi. Aku tak akan pernah melihat Jimin tua bersamaku nantinya. Aku juga tak dapat melihat senyum Jimin lagi nantinya. Dan akupun tak akan bisa bertegur sapah lagi dengan Jimin.

Dan untuk diriku sendiri, aku tak tauh apakah aku akan sangup untuk melanjuti hidupku lagi setelah berpisah dari Jimin. Karena bagiku, meskipun aku merasa tersakiti setiap kalinya karena permsalahan yang terjadi dalam pernikah aku dan Jimin. Tapi entah kenapa hatiku dan cintaku tak pernah bisa pundar untuk Jimin.

Dan kurasa itulah kebodohan yang aku miliki di dalam hidupku dan itu akan menjadi penyelasan dalam hidupku.

Kulihat sosok Hae In sekarang terduduk di samping diriku. Memandang lurus kearah dimana aku melihat sekarang.

"Kau akan bahagiakan nantinya?"

Tanya Hae In yang membuatku langsung menoleh padanya.

"Aku harap kau bahagia dengan keputusan yang kau ambil nantinya"

Ucap Hae In lagi sambil tersenyum pahit.

Rasa penasaran kembali muncul dalam diriku bukan karena ucapan Hae In barusan tapi lebih kepada hubungan Jimin dan Hae In.

"Apa aku boleh bertanya sesuatu?"

Tanyaku hati-hati.

"Apapun"

Jawab Hae In santai.

"Kenapa Jimin membencimu?"

Tanyaku sambil menatap Hae In yang sepertinya binggung harus menjawab apa pada pertayaanku ini.

"Entahlah, kurasa karena aku adalah saudara tiri dari Jimin"

Jawab Hae In sambip menerkah-nerkah. Jujur aku kejut sedikitpun dengan jawaban Hae In karena sebelumnya Jimin sudah menceritakan hal itu padaku.

"Aku juga sempat merasa binggung dengan Jimin, Kenapa dia begitu membenci aku dan ibuku. Aku bukan ingin membela diriku dan juga ibuku hanya saja ibuku tak sepenuhnya salah"

Jelas Hae In

Aku hanya menganguk sebagai responku terhadap jawaban Hae In yang menurutku ada benarnya. Tapi tak berhenti sampai di situ penjelasan yang diutarahkan oleh Hae In.

"Dulu saat ayah Jimin memutuskan untuk menikahi ibuku saat itu aku sadar, Jimin tak akan pernah menerima keberadaan diriku dan juga ibuku. Oleh karena itu aku putuskan untuk tak ikut ambil bagian dalam menjadi keluarga besar Jimin"

Kata Hae In sambil menatap langit sore yang begitu indah.

"Karena itulah aku membangun usahaku sendiri atas nama diriku tanpa bantuan dari ibuku ataupun ayah tiriku. Awalnya aku melakukan itu semua untuk terhindar dari Jimin karena aku sudah lelah dengan semua sikap dinginya yang secara terus terang ia tunjukkan"

Ucap Hae In lagi.

"Tapi sanyang kami malah dipertemukan kembali sebagai rival dalam dunia bisnis dan kurasa kebencian Jimin semakin melekat dan bertamabah."

Unjar Hae In sambil tersenyum tipis.

"Dan kurasa kebencian Jimin akan bertambah 200 kali lipat karena sekarang kau mengenalku"

Kata Hae In sambil menatapku dalam.

Kalau dipikir secara loginya wajar saja jika Jimin bisa sesekesal itu pada Hae In dan juga ibunya karena mereka telah merebut satu persatu kebehagian yang dimiliki oleh Jimin. Tapi menurutku Jimin tak seharusnya seperti itu, karena aku juga pernah ada diposisi Jimin.

Ayahku juga dengan tengah meninggalkan ibuku saat diriku genap berusia 10 tahun hanya demi harta. Karena saat itu keluargaku mengalami krisis perekonomian sehingga ia dengan tegah meninggalkan ibuku hanya untuk mengejar harta yang entah pada siapa ayahku mengejarnya.

Tapi yang pasti sampai saat ini aku tak pernah melihat ayahku lagi, bahkan aku tak tauh dimana ia dan kondisinya seperti apa. Walaupun begitu aku tak begitu membenci ayahku meskipun ia telah menyakiti hati ibuku karena ibuku pernah menasihati agar aku memaafkan orang lain.

Karena kasih Tuhan akan lebih besar kepada orang yang dengan senang hati memaafkan orang lain. Dan kurasa itu ada benarnya.

*

Kutatap Jimin yang saat ini sedang menatap kesal kearah diriku dan Hae In yang baru saja sampai di perkarangan rumah Jimin. Sebenarnya aku engan sekali untuk datang krmbali kerumah ini, tapi apa boleh buat aku belum merapihkan semua barang-barangku.

Karena setelah ini, aku ingin berpisah dari Jimin. Kulihat Jimin saat ini mengepalkan tanganya di samping celanya dan rahang Jimin mengeras. Dan seketika ia langsung berjalan kearah Hae In dengan cepat dan tanpa aba-aba Jimin lengsung memukul Hae In.

Perkelahianpun terjadi antara Hae In dan Jimin dan itu sontak membuatku kaget setengah mati. Dengan kekuatanku yang tak seberapa aku mencoba melerai perkelahian mereka.

Tapi sayang aku tak cukup kuat. kulihat wajah Hae In dan Jimin saat ini sama-sama memer akibat pukulan satu sama lain. Buru-buru kupanggil Pak Han yang ada di taman belakang untuk melerai perkelahian mereka.

Dan itu berhasil, saat ini Hae In dan Jimin sama-sama terluka banyak sekali memar dan darah serta goresan di wajah tampan mereka berdua.

"Berani sekali kau mendekati istriku!"

Ucap Jimin sinis dan penuh kemarahan.

Aku dengan cepat menyuruh agar Jimin berhenti tapi Jimin tak mau mendegarkanku dan malah menatapku dengan tajam.

Kutatap mata Jimin lekat dengan penuh kebencian dan itu langsung membuat tatapan mata Jimin berubah menjadi lembur dan terkendali.

"Saya rasa Tuan Jimin dan Tuan Hae In harus diobati dahulu"

Ucap Pak Han hati-hati.

"Tidak perlu aku bisa mengobati lukaku sendiri dirumah!"

Jawab Hae In ketus dan dingin.

"Kau pikir aku sudi membiarkanmu menginjakkan kaki dirumahku?!"

Celetuk Jimin tak suka.

"Jangan konyol aku juga tak mau berlama-lama mrlihatmu!, Sena aku pamit"

Ucap Hae In ketus setelahnya ia menatapku dengan lembut.

Aku sontak menahan tangan Hae In untuk tak pergi setelah kekacauan yang dibuat oleh Jimin. Entah kenapa aku merasa bersalah pada Hae In yang telah berniat baik mengantarkanku kembali kerumah ini. Tapi Jimin malah membuat wajah Hae In terluka.

Akupun menarik tangan Hae In untuk memasuki rumah ini guna untuk mengobati lukanya. Tapi langkah kakiku terhenti saat tangan kekar Jimin menahanku.

"Apa yang kau lakukan?!, Bukankah dia sudah mengatakan bahwa dia bisa mengobati lukannya sendiri dirumah!"

Ucap Jimin dengan dingin.

"Haruskah kau sedingin itu pada saudaramu sendiri"

Ucapku tak kalah dinginnya, lalu kutepis tangan Jimin dan melangkah masuk tanpa menghiraukan teriakan Jimin yang memintaku untuk berhenti.

Kuletakan kotak P3k yang baru saja aku ambil dari dalam nakas di samping sofa. Kini mataku sedang menatap pada kedua saudara tiri ini. Akupun mengehalahkan nafas kasarku keudara. Dan dengan sigap aku langsung duduk di samping Hae In dan mengobatinya.

"Apa yang kau lakukan?!"

Tanya Jimin cemburu sambil menghentikan gerak tanganku yang baru saja ingin mengobati luka lebab di wajah Hae In.

"Apa kau tidak bisa melihat, tentu saja aku sedang mengobati luka Hae In"

Ucapku ketus.

"Dia bisa mengobati dirinya sendiri, dia bukan anak kecil yang harus kau obati. Seharusnya kau mengobati lukaku ini"

Tunjuk Jimin pada beberapa memar di wajahnya.

Aku meletakan kembali kapas itu keatas meja lalu bangkit berdiri.

"Bukankah kau juga pria dewasa?, kau bisa mengobati lukami sendiri iya kan?"

Tanyaku dingin lalu berlalu pergi meninggalkan Jimin dan Hae In yang saat ini masih saling menatap kesal.

Aku tak mempedulihkan pangilan Jimin yang saat ini sedang mengejarku. Buru-buru kukunci kamar itu agar sosok Jimin tak dapat masuk kedalamnya. Lagi-lagi air mataku mengalir, hatiku terasa amat bimbang dan perih. Aku tak tauh apakah Jimin sebernya mencintaiku atau tidak. Tapi melihat betapa cemburuhnya Jimin pada Hae In membuatku bimbang dan ragu.

Terlebih dengan isi pesan yang dikirimkan oleh Hyejin pada Jimin. Menambah keraguan didalam hatiku, kelau benar Jimin menikahiku bukan karena cinta lalu apa?.

Kepalaku terasa begitu mumet kusandarkan tubuhku pada dinding kasur setelah kudegar suara mesin mobil Hae In yang pergi setelah beberapa detik diriku memasuki kamar ini. Aku yakin 100% bahwa Jimin mengusir Hae In.

Dan sekarang aku malah mendengar Jimin yang memangilku dari bilik pintu kamar. Suaranya terdengar lirih dan begitu lembut. Tapi entah kenapa aku belum bisa memaafkan Jimin, bahkan sampau sekarang Jimin juga belum membuktikan semuanya padaku mengenai kebenaran dirinya dan Hyejin.

Kurasa semua ucapa Jimin tadi siang hanyalah sebuah kepalsuan agar ia dapat menahan diriku lebih lama dirumah ini. Kubaringkan tubuhku untuk mencoba menghilangkan beban berat ini.

Aku tak tauh sudah berapa lama aku tertidur di kamar ini, tapi yang pastu saat aku membuka kedua mataku sosok Jimin sudah ada disampingku memelukku dari belakang.

"Aku tauh kau kesal dengan semua permasalahan ini, dan aku juga tauh sulit bagimu untuk menerima kenyataan ini"

Ucap Jimin sambil mengembuskan nafas gusarnya yang langsung menerpah teligahku.

"Tapi percayalah padaku Sena, bahwa aku mencintaimu lebih dari apapun, apa kau tak bisa melihat semua perjuanganku untuk mempertahankan pernikahan kita ini?"

Tanyanya dengan suara lembut.

Aku tak merespin sedikitpun ucapan Jimin karena hatiku kecilku ingin mendegarkan lebih dari ucapan Jimin mengenai perasaannya dan hatinya padaku.

"Aku tak pernah main-main dalam suatu hubungan, dan saat aku memutuskan untuk menikahimu itu artinya aku ingin kau dan aku hidup bersama dalam cintai sampai ajal memisahkan kita"

Jelas Jimin lagi yang langsung membuat hatiku berdetak.

"Mungkin kau ragu dengan cintaku padamu, tapi satu yang perlu kau ketahui cintaku tak pernah berubah sejak pertama kita bertemu, Sena"

Ucap Jimin lagi lalu berangsur mencium pipi lembut.

Aku tal bergeming sedikitpun, karena aku sunghuh tak ingin menangis lagi karena Jimin. Dan aku sudah terlalu lelah menagis karena permasalahan ini. Dan entah kenapa aku kembali memikirkan keputusan untuk menceraikan Jimin.

Apa aku akan sangup untuk berpisah dari Jimin nantinya?.

Dan apakah aku bisa hidup dengan tanpa melihat Jimin lagi?

Jangan anggap aku begitu bodoh untuk termakan akan rayuan dan seluruh sikap manis Jimin. Karena jika kalian berada di posisiku kalian juga pastu akan sangat ragu dan bimbang untuk memutuskan bertahan sampai semua permasalahan berakhir atau berpisah dengan semua kesedihan.

Jika aku harus memilih maka aku akan bertahan sampai semua permasalahan berakhir. Karena kunci dari suatu pernikahan hanyalah percaya karena percaya dapat menyelesaikan semua rintangan yang menghadang.

"Kuharap kau akan tauh betapa aku mencintaimu Park Sena, dan seumur hidupku aku ingin sekali memanggil dengan sebutan sebagai istriku"

Ucap Jimin lirih lalu kembali mengecup pipiku lama sebelum akhirnya Jimin beranjak dari kasur dan meninggalkanku. Yang sekarang sedang berlinangan air mata.

Mungkin aku adalah wanita bodoh yang terlalu bodoh untuk menerima segala permasalahan ini begitu saja, tapi yakinlah bahwa akhir dari semua ini akan membuatku belajar akan pentingnya untuk saling percaya dan menguatkan.

'Aku mencintaimu Park Jimin'

**********

Ini pertayaan buat kalian, setujuhkah kalian jika Sena dan Jimin berpisah atau sebaliknya?.

A. Berpisah (sertakan alasanya ya)

B. Bertahan (sertahkan alasanya ya)

Dan percayakah kalian dengan cinta Jimin?

A. Percaya bahwa Jimin sebernya cinta mati dengan Sena

B. Ragu

C. Jimin sama sekali tak mencintai Sena

Dan pertayaan terakhir.

Seberapa bagus novel ini bagi kalian?

A. Bagus banget (KALAU BAGUS BANGET KASIH ULASAN YA BAKALAN UPDATE BESOK(

B. Lumanya karena terlalu banyak teka teki (UPDATE LUSA KARENA PERLU MEMPERBAIKI SEMUA KESALAH )

C. Biasa aja (UPDATE 3 HARI KEMUDIAN KARENA PERLU MERENUNGKAN SEMUA KESALAHN 😂😂😂)

AKU TUNGGUH BOM VOTE, COMMENT DAN ULASAN DARI KALIAN. JADILAH PEMBACA YANG SELALU MENUANGKAN ASPIRASI KALIAN UNTUK NOVEL YANG KALIAN BACA.

SEE YOU , AND LOVE YOU FULL ♡♡♡♡♡

Haii para reader setia Fake Wedding dan reader baru di fake wedding. Gimana dengan kelanjutanya tambah baper dan penasaran engak?

Hehehe, aku harap kalian bakalan terus antusias dan selalu mendukung novel ini.

Karena kalian adalah nyawa bagiku dan juga bagi kelanjutan novelku, seandainya aku taub siapa aja yang selalu nungguh novel ini aku pasti seneng baget.

Aku tunggu BOM VOTE, COMMENT DAN ULASAN DARI KALIAN. JADILAH PEMBACA YANG MENGISPIRASI PENULISNYA

Army_VJcreators' thoughts