webnovel

FAJAR

Bernama lengkap Zella Anurtika. Seorang gadis remaja yang hidupnya mulai berubah semenjak menjadi pacarnya Fajar Virennt Narendra. Sepanjang hubungan mereka berjalan, tidak ada satu haripun yang membuat Zella senang. Fajar terlalu dingin untuk digenggam dan terlalu jauh untuk digapai. Disisi lain ada Fajar Dirmasukma Septian yang terjebak friendzone selama 2 tahun dengan Zella. Meskipun begitu, Dirma memiliki pacar yang bernama lengkap Maura Vergina Putri. Akankah kehidupan Zella masih baik-baik saja selama ia masih berpacaran dengan Fajar? Ataukah mereka akan kandas saat mengetahui rahasia terbesar Zella ada pada Fajar?

Sankhaa · Teen
Not enough ratings
10 Chs

8. DIA ITU SENDIRI

Sekitar setengah jam Zella menunggu dokter keluar dari ruangan yang digunakan untuk merawat Naya. Saat ini ia sangat gelisah. Pikirannya kacau balau. Dirma yang berada di sampingnya pun turut merasakan apa yang dirasakannya. Zella tahu cowok itu bingung mau melakukan apa supaya bisa menghiburnya.

Eh?

Seharusnya mereka tak lagi bersama. Jika saja Zella berhasil memberitahukan hal itu, pasti sekarang ia sudah santai menikmati hidupnya hanya bersama Fajar. Tapi sepertinya semesta tidak mengizinkan hal itu terjadi.

"Zella? Lo baik-baik aja, 'kan?" tanya Dirma khawatir. Sebelah tangannya mengusap puncak kepala Zella lembut. Menciptakan kenyamanan yang tidak bisa Zella pungkiri.

Zella tidak boleh membiarkan Dirma melewati batasnya lagi. Itu bisa membahayakan hatinya yang mudah goyah.

"Lepas ah! Gue nggak mau di sentuh." jawab Zella sedikit tegas sambil menjauhkan tangan Dirma dari kepalanya.

"Gue tahu ada dimana pacar lo." ujar Dirma terdengar seperti gumaman.

Seketika Zella melebarkan matanya terkejut mendengar itu, "Kenapa baru sekarang lo bilang!?"

Dirma menaikan sebelah alisnya, "Kenapa baru sekarang elo nanya?"

"Dirma, gue serius!"

"Dimana lagi kalau bukan di klab." jawab Dirma cepat sambil memutar bola matanya malas, "Itu tempat kesukaan kami, Zel. Jadi, untuk sekarang lo nggak usah ganggu dia dulu. Dia butuh ruang dan waktu untuk dirinya sendiri."

Tanpa berpikir lagi, Zella melayangkan tamparan mautnya ke pipi cowok itu.

"Lo bilang apa? Tempat kesukaan? Apa enaknya ada disana? Yang ada malah dosa!"

"Karena dosa itulah terkadang manusia lebih mudah terhasut."

"Pokoknya gue mau jemput Fajar!"

"Silakan kalau memang lo berani ke sana sendirian. Jangan salahin gue kalau semisal ada yang mengganggu lo." ujar Dirma tetap tenang meski raut wajahnya nampak letih.

Zella menghentakkan kakinya kesal. Ia pikir Fajar sudah berubah dan tidak akan melakukan hal yang membuatnya marah lagi. Tapi apa kenyataannya? Cowok itu kembali ke dunia bobroknya tanpa sepengetahuannya?

"Gue bakal lakuin apapun demi Fajar!" ujar Zella tegas menatap Dirma tajam.

Setelah mengatakan itu, Zella segera pergi dari Rumah Sakit. Namun baru dua langkah ia ambil, suara Dirma menginterupsinya.

"Terus yang kecelakaan gimana? Siapa yang jagain? Jangan lo nyuruh gue jagain tuh bocah, males."

Zella menghela napas jengah, "Lo nggak usah khawatir. Sebentar lagi orang tuanya datang." setelah itu ia kembali melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda.

Dirma tidak tahu setelah Zella pergi meninggalkannya, cewek itu menitikan air mata yang sedikit demi sedikit membasahi kedua pipinya. Sedangkan Zella menyesali mulutnya yang tidak segera memberitahukan pada Dirma kalau Fajar sudah sadar dengan perasaannya.

Tepat saat Zella sudah menaiki motornya, Dirma sudah berdiri di depannya.

"Gue ikut!"

Zella berjengit kala melihat Dirma yang entah sejak kapan sudah berdiri didepan motornya.

"Nggak perlu, Dir, gue bisa sendiri."

"Lo sendirian sedangkan Fajar lagi bersenang-senang disana. Apa lo nggak khawatir sama diri lo sendiri?"

"Gue ... nggak tahu," akhirnya tanpa bisa ia kendalikan, ia pun menangis di depan Dirma.

Dirma menghela napas berat. Sudah ia duga Zella itu terlalu lemah dalam menyelesaikan masalah. Yang pada akhirnya selalu menangis dan meminta bantuannya.

Tanpa berpikir lagi, Dirma mengambil alih motor Zella membuat cewek itu bergeser ke jok belakang. Ia menyalakan mesin dan melajukannya membelah jalan raya di bawah naungan sang malam. Angin berembus membuat bulu kuduk meremang.

"Lo nggak capek cinta, Zel?"

"Mending lo fokus jalanin motornya."

"Beruntung banget Fajar dapatin lo. Seharusnya dia bersyukur. Tapi kalian berdua berjodoh soalnya nggak pernah bersyukur."

Zella semakin muak mendengar celotehan tidak penting itu. Entah apa yang ada di pikiran cowok itu yang pastinya selalu membuat Zella kesal sendiri.

Beberapa menit kemudian mereka berdua sampai di klab. Dirma menepikan motor itu di parkiran. Dari luar saja dentuman musik sampai terdengar. Zella bisa membayangkan keadaan di dalam ruangan itu.

"Yakin lo mau masuk?" tanya Dirma ragu.

Zella mengangguk mantap. Dirma pun menarik tangannya masuk ke dalam, membawanya ke dalam ruangan penuh kesenangan bagi yang menyukainya. Aroma alkohol serta asap rokok langsung meracuni indra penciumannya. Musik yang keras semakin membuat Zella pusing bukan main. Hanya dengan menghirup aromanya saja membuatnya ingin muntah.

"Dimana Fajar, Dir?" tanyanya lirih, sungguh ia tidak tahan lagi berada di antara manusia yang berjoget ria menikmati indahnya dunia malamnya.

"Lihat ke kanan," bisik Dirma mengarahkan tatapan Zella ke arah kanan. Benar, ada Fajar di sana sedang memijit kepala sembari memegang alkohol yang baru saja di teguk olehnya. Zella melihat Fajar tertawa bahagia bersama teman-temannya. Saling bertos ria menghangatkan suasana.

Entah kenapa Zella tidak bisa menggerakan kedua kakinya. Padahal ia ingin sekali menghampiri Fajar dan mengajaknya pulang.

Susah payah selama hampir setengah tahun ini merubah gaya hidup cowok itu. Ternyata Fajar tidak bisa menghentikannya.

"Zella?"

Lamunan Zella buyar saat Dirma melepaskan genggamannya.

"Kenapa lo diam aja? Samperin cowok lo bukannya malah melamun. Jangan pulang dengan tangan kosong."

Zella menghapus air matanya. Sulit sekali untuk mencari udara segar disini. Sekaligus menambah beban di hatinya.

"Gue pulang aja, Dir."

Dirma mencekal tangan Zella erat dan menatapnya tajam. Tak pernah cowok itu menatap Zella dengan tatapan mengintimidasi seperti sekarang ini.

"Bawa Fajar pulang dan rubah dia sekali lagi."

Mendengar Dirma mengatakan itu justru membuat Zella semakin menangis. Hanya dengan melihat Fajar tertawa bersama teman-temannya membuatnya tidak tega menghentikan cowok itu.

Baru saja Zella hendak meninggalkan tempat itu, seseorang memberikan segelas bir padanya. Cowok asing itu tersenyum lebar dengan keadaan dirinya yang setengah sadar.

Dirma yang tidak terima langsung menghajar cowok asing itu. Perkelahian pun terjadi hingga membuat seluruh pengunjung klab ini menghentikan aktivitasnya. Saling bertanya, mengapa ada perkelahian?

"Lala?"

Suara itu membuat jantung Zella mencelos kaget.

Setengah dari kesadaran Fajar rupanya bisa menebak kalau cewek yang sedang menangis ini adalah Zella, kekasihnya. Ia melotot tidak percaya. Seolah menjadi hal paling mustahil jika Zella benar-benar ada di klab. Tanpa berpikir lagi, Fajar menariknya keluar dari klab setelah memerintah beberapa temannya untuk melerai perkelahian yang Dirma ciptakan.

"Kenapa lo ada disini hah?!" tanya Fajar setengah berteriak.

Mencium bau alkohol membuat Zella sedikit menjauhkan dirinya dari Fajar. Sikapnya ini justru menyinggung cowok itu.

"Jawab gue, La!"

"Seharusnya aku yang tanya. Kenapa kamu nggak pulang dan malah berakhir di tempat maksiat ini?!" jawab Zella tak kalah tinggi suaranya.

Fajar menyibakan rambutnya kesal, "Tapi lo nggak harus ke sini, 'kan? Oh, gue lihat ada Dirma di dalam. Apa dia yang mengajak lo? Iya?"

"Berhenti mabuk, Fajar! Aku nggak bisa kalau kamu begitu ter-"

"-JAWAB GUE, KENAPA LO KE SINI SAMA DIRMA!?"

"AKU KE SINI KARENA NAYA KECELAKAAN!"

Ekspresi Fajar berubah total. Ia melebarkan matanya kaget mendengar adiknya kecelakaan.

"Bawa gue ke Naya sekarang!"

Zella segera menuruti perintahnya. Dengan melupakan keadaan Dirma, mereka berdua segera melaju ke Rumah Sakit tempat Naya di rawat.

Sesampainya di rumah sakit, keduanya berlari bersama di sepanjang koridor. Sampai di depan kamar rawat yang diyakini milik Naya, Zella langsung membuka pintunya dan tatapan tajam menyapa kami berdua.

Sebuah tamparan mendarat sempurna di pipi Fajar. Pak Dani terlihat begitu murka melihat kedatangan anak pertamanya itu.

"Kurang ajar kamu, Fajar! Dari mana kamu hah? Mabuk lagi? Iya?"

Fajar bungkam seribu bahasa. Tubuhnya diam bagai patung.

"Naya kecelakaan karena mencarimu yang sungguh bajingan itu!"

Baik Zella maupun Fajar, mereka sama-sama terkejut dengan ucapan Pak Dani. Fajar melangkah mendekati Naya yang terbaring lemas di atas brankar. Kaki kanan adiknya itu di perban. Kedua matanya berkaca-kaca, menyesali kecelakaan yang menimpa adiknya.

"Nak Zella,"

Zella berjengit mendengar Pak Dani memanggilnya.

"I-iya, Pak?" balas Zella gugup.

"Makasih udah bawa anak saya pulang," ujar Pak Dani tenang meskipun Zella merasa suaranya begitu tajam dan menusuk, "Sebaiknya kamu pulang. Anak perempuan nggak baik berkeliaran di malam hari."

Zella mengernyit tak paham. Namun ia tidak memikirkan ucapan itu lebih dalam. Lebih baik ia segera pergi dari sana.

Zella menutup pintu sepelan mungkin. Ia tidak mau membuat Fajar sadar akan kepergiannya. Ia melirik arloji di tangan kirinya. Sudah pukul sebelas malam. Saat ini pasti kedua orang tuanya sudah tertidur pulas.

Zella tidak mengharapkan mereka mencarinya karena memang faktanya mereka selalu lupa dengan statusnya sebagai anaknya.

Zella berdo'a dalam hati agar Fajar baik-baik saja. Namun ada keraguan di hatinya. Fajar tidak akan berubah kalau Pak Dani saja masih mengeluarkan kata-kata kejamnya. Disini Zella berpikir, dimana sosok Ibu yang tugasnya menenangkan hati anak-anaknya?

***