webnovel

FAJAR

Bernama lengkap Zella Anurtika. Seorang gadis remaja yang hidupnya mulai berubah semenjak menjadi pacarnya Fajar Virennt Narendra. Sepanjang hubungan mereka berjalan, tidak ada satu haripun yang membuat Zella senang. Fajar terlalu dingin untuk digenggam dan terlalu jauh untuk digapai. Disisi lain ada Fajar Dirmasukma Septian yang terjebak friendzone selama 2 tahun dengan Zella. Meskipun begitu, Dirma memiliki pacar yang bernama lengkap Maura Vergina Putri. Akankah kehidupan Zella masih baik-baik saja selama ia masih berpacaran dengan Fajar? Ataukah mereka akan kandas saat mengetahui rahasia terbesar Zella ada pada Fajar?

Sankhaa · Teen
Not enough ratings
10 Chs

7. AWAL UNTUK AKHIR

Ada saatnya manusia perlu mengutarakan isi hatinya. Ada saatnya manusia perlu membungkam mulutnya. Kini Fajar sudah mengutarakan isi hatinya setelah sekian lama membungkam mulutnya. Entah kenapa rasanya Zella sedang bermimpi. Tapi itu nyata!

Ternyata seorang cowok dingin seperti Fajar memiliki rasa cemburu!

Fajar cemburu! Ingat itu baik-baik!

"Karakter kami sama, bedanya pikiran kami saling bertolak belakang. Kenapa baru sekarang, Fajar?"

Zella nampak tidak bersemangat. Seharusnya ia senang dan merayakan kemenangan karena berhasil mengalahkan Fajar. Namun entah mengapa rongga dadanya kini terasa sangat sesak. Sebisa mungkin Zella menahan kemarahannya. Jelas ia marah. Kenapa baru sekarang Fajar jujur mengenai isi hatinya?

Zella curiga dengan pesan-pesan itu. Mungkin Fajar menjadikan pesan-pesannya sebagai alat untuk menaklukan Zella. Fajar tahu kelemahan pasangannya. Dan satu lagi, mungkin Fajar hanya bermain-main dengan kata-katanya. Bukankah cowok itu tidak memiliki hati?

"Seandainya kamu bersikap selayaknya seorang pacar, mungkin setiap hari aku nggak akan berpikiran buruk tentang kamu, Fajar."

Zella turun dari ranjang, memilih duduk di lantai. Menenggelamkan wajah diantara tumpukan tangan yang bertumpu pada lututnya. Entah apa saja yang dilakukan Zella selama hampir setengah tahun ini sampai rela menyiksa diri demi mengharapkan sebuah cinta.

"Aku masih disini untuk menunggumu datang, Fajar." ujarnya lirih, tak mampu menahan gejolak dalam hatinya.

Untuk kesekian kali setiap malam, air mata kembali tumpah. Dalam keadaan seperti ini, Zella merasa takdir selalu mempermainkannya. Orang-orang sekitar terus-menerus menyiksa mentalnya.

Mungkin dengan satu sayatan kecil di pergelangan tangan akan mengakhiri segalanya.

Lantas Zella beranjak dari duduknya, mencari-cari cutter didalam laci meja belajar. Berhasil menemukan benda itu, Zella mendekatkan benda itu ke pergelangan tangannya. Ia siap untuk mengakhiri hidupnya malam ini juga.

"Kalau berhasil bikin Fajar sadar, gue janji nggak akan ikut campur lagi."

Tiba-tiba suara Dirma melintas begitu saja. Zella segera menjauhkan cutter itu dari tangannya dan kembali duduk di lantai.

Ucapan Dirma telah menyelamatkan nyawanya yang hampir melayang. Ya, Dirma. Cowok itu adalah sumber masalah. Sejak menyukai cowok itu, Zella semakin tersiksa. Mungkin ini adalah karmanya karena sudah mengkhianati Fajar.

Dan untuk menghilangkan karma itu, ia harus menyelesaikan masalahnya.

Lantas Zella segera mengambil ponsel dan mencoba menghubungi cowok itu.

Dering pertama tidak ada jawaban begitupun dengan dering kedua. Tapi saat dering ketiga, suara berat khas Dirma muncul dari ponsel.

"Tumben nelpon?" tanya Dirma to the point.

Zella menghela napas berat. Ia memantapkan hatinya untuk melakukan hal ini.

Dengan sekali tarikan napas, Zella mulai angkat bicara.

"Malam ini ada waktu nggak?"

"Gue sibuknya kalo sekolah. Selain itu enggak. Emang ada apa?"

"Kita ketemuan di Cafe Cornday satu jam lagi ya."

Dirma mendecak, "Kalau nggak mau, bagaimana?"

"Anggap aja malam ini gue lagi kaya dan pengin ngabisin uang."

"Oke!"

Zella mengakhiri telepon sepihak. Ia tidak tahu harus mengatakan apa pada Dirma setelah bertemu nanti. Apalagi sekarang ia sudah mengetahui alasan Fajar menjauhinya selama ini. Bagaimana caranya memberitahu Dirma tentang perkara ini?

Melupakan itu semua, Zella segera menyiapkan diri untuk pergi menemui Dirma. Lima belas menit kemudian ia selesai mandi. Untuk kesekian kali, Zella ingin mencoba memakai make up. Bukankah seorang gadis remaja memang pantas berpenampilan cantik?

Perlahan ia melangkah mendekati meja rias dan duduk di kursi, menghadap cermin besar didepannya. Zella mengambil bedak dan lipstick. Memandangi benda itu seksama. Tidak pernah sekalipun ia mencoba memakaikan benda itu di wajahnya.

Meski ragu, Zella tetap merias wajahnya sedemikian rupa. Lipstick yang ia pakai warnanya sedikit kecokelatan. Ia tidak mau tampil dengan bibir yang mengundang setan. Lalu ia mengambil maskara. Sedetik kemudian ia sadar, untuk apa ia melakukan semua ini? Bahkan Fajar saja tidak pernah melihat dirinya memakai make up.

"Hah! Nggak penting banget pakai make up. Cuma mau ketemu Dirma, kenapa harus berlebihan?"

Tanpa berpikir panjang, Zella segera menghapus riasan di wajahnya dan mengganti pakaiannya yang semula terlalu feminim menjadi sedikit tomboy. Dengan kaos oblong dan celana jeans. Ia pun siap bertemu dengan Dirma.

Waktu terus berjalan cepat. Ia tidak boleh membuang waktunya lebih lama lagi. Begitu keluar dari kamar, hal pertama yang ia lihat adalah Pak Hasan sedang berdiri tepat didepannya.

"Mau kemana malam-malam begini?" tanya Pak Hasan menatap tajam anaknya.

Zella gelagapan. Tidak mungkin ia mengatakan yang sebenarnya kalau ia akan bertemu dengan Dirma. Dengan jujur pada Ayahnya maka hidupnya akan berakhir malam ini juga.

"Mau ke-- itu, mau ke rumah Ibu, Yah. Aku kangen sama Ibu. Boleh ya?"

Pak Hasan mencuramkan alisnya. Curiga pada anaknya yang mungkin sedang membohonginya. Tapi benar juga kata Zella, istrinya--Dewi Anurtika-- belum mengunjungi rumah ini sejak seminggu lamanya. Akhirnya Pak Hasan pun mengizinkan anaknya untuk menjenguk Dewi.

Setelah mendapat izin Ayahnya, Zella segera melangkah ke garasi, menyalakan mesin motor lalu mengendarainya menuju ke Cafe Cornday.

Setengah jam kemudian ia sampai di tempat tujuan. Zella mempercepat langkahnya untuk mencari keberadaan Dirma diantara pengunjung Cafe yang saat ini terlihat banyak. Ternyata cowok itu ada meja no.15, Zella pun menghampiri meja tersebut. Disana, Dirma sedang memainkan gitarnya.

"Hai!" sapa Zella sedikit berteriak dan Dirma membalas dengan melambaikan tangannya.

"Telat lima belas menit. Ketahuan banget lagi bingung mau berpenampilan seperti apa. Benar, 'kan?" ujar Dirma. Jemarinya masih sibuk memetik senar gitar, mengiringi sebuah lagu yang judulnya Melamarmu. Zella akui suara Dirma lumayan merdu.

"Orang gabut pasti pelariannya ke musik." sindir Zella setelah duduk di sofa dan menatap Dirma intens.

"Nunggu lo lama, gue bete."

Sudut bibirnya tersungging. Sudah Zella duga sebelumnya. Tapi mau bagaimana lagi? Seorang cewek pastinya ribet jika berurusan dengan penampilan.

"Sebelum kita ngomongin sesuatu lebih baik menyanyi dulu. Biar gitarnya nggak menganggur." ujar Dirma.

"Gue mulai ya."

Dirma mulai memetik senar gitarnya.

"Selayaknya engkau tahu ... betapa ku mencintaimu ... kau tenangkanku dari mimpi burukku...."

Terjebak dalam pesona cowok itu membuat Zella melupakan tujuannya.

"Selayaknya kau mengerti ... betapa engkau ku kagumi ... kau telah tinggal di dalam palung hati...."

"Dirma,"

"Betapa hancur hatiku ... melihat engkau bersamanya ... namun ku mencoba tuk tegar menghadapinya...."

"Dirma!"

Teriakan Zella menghentikan permainan cowok itu. Dirma mengulas senyum dengan sorot mata sedih.

"Gue keinget Maura." jawabnya dengan suara serak. Air mukanya jelas sekali menggambarkan bahwa dirinya sedang di rundung kesedihan yang teramat dalam.

Zella bungkam dan ikut sedih mendengar Dirma mengatakan hal itu. Ia menyesali perbuatan Dirma yang telah menyelamatkan hubungannya dengan menghancurkan kepercayaan Maura. Zella tidak ingin ada konflik lebih berat setelah semua ini. Pasti semua orang akan mengira dirinya sebagai perusak hubungan orang. Sudah cukup harga dirinya rusak hanya karena menjadi pacarnya Fajar.

"Oh iya, Zel, alasan lo ngajak ketemuan disini buat apa?" Dirma menyadarkan Zella yang sedari tadi melamun.

Zella gelagapan, tentu ia bingung harus mengatakan apa pada Dirma.

"Maaf,"

Ketika seseorang kehabisan akal, maka kata yang akan diucapkan adalah maaf. Maaf karena sudah membuat lawan bicaranya menunggu terlalu lama.

Dirma menaikan sebelah alisnya, "Maaf untuk apa?"

Jelas Dirma bingung karena Zella juga membingungkannya.

"Gue minta maaf dengan keadaan lo yang sekarang."

"Keadaan? Gue baik-baik aja." balas Dirma cepat.

"Maksud gue lo, 'kan baru aja kehilangan Maura--"

"--Oh, jadi lo mau bahas soal Maura? Males gue." potong Dirma cepat. Wajahnya kini pun terlihat malas seperti apa yang baru saja diucapkannya.

"Enggak, Dir. Sebenarnya--"

BRAK!

"Ada kecelakaan!"

"Tolongin cepetan!"

Untuk kedua kalinya ucapan Zella dipotong oleh suara hingar-bingar orang yang ramai berkumpul didepan Cafe dan ia ingat salah satu dari mereka mengatakan 'kecelakaan'.

Mereka berdua pun segera keluar dari Cafe. Tentu saja penasaran dengan apa yang terjadi. Seorang gadis sedang menangis histeris dengan luka parah di bagian kaki kanannya.

"Naya?!" teriak Zella terkejut setengah mati. Itu Naya! Naya yang kecelakaan. Zella tidak menyangka adiknya Fajar sedang terbujur lemas di tepi jalan dan baru saja kecelakaan.

"Ayo kita bawa dia ke rumah sakit."

Naya dibawa ke rumah sakit terdekat menggunakan angkot yang baru saja dicegat oleh salah satu Bapak penolong. Zella masih syok dengan apa yang ia lihat.

"Nay, kenapa bisa kecelakaan sih?"

Gadis berambut keriting itu menangis sesenggukan, "Aku lagi cari bang Fajar. Dia nggak pulang sampai sekarang."

"Fajar nggak pulang?" tanya Zella memastikan. Naya merespon dengan anggukan.

"Sakit banget, Kak, aku nggak kuat."

"Tahan, Nay! Kita hampir sampai."

Akhirnya Zella melupakan tujuannya lagi. Mungkin Takdir belum memberinya kesempatan untuk meninggalkan Dirma. Zella tanpa Dirma akan menjadi selemah kapas. Tanpa Dirma, hidup Zella tidak akan sempurna.

Mengingat kalau Naya sedang mencari Fajar, Zella berinisiatif menelpon cowok itu. Semoga saja perkataan Naya tidak benar dan sekarang Fajar sedang baik-baik saja di rumah. Tapi saat ia mencoba menelpon, nomornya tidak aktif.

Sebenarnya apa yang sedang terjadi?

***