18 Part 18

     "Kau tidak berniat mengatakan mengenai kepindahanmu kepada mereka?" tanya Sehun seraya menyetir.

     "Tidak, tidak untuk saat ini."

     "Jadi kapan lagi? Ketika kau mau pindah?" perkataannya terdengar ketus. Yoona mendengus, mungkin kesal pada dirinya sendiri yang tak juga mengabari anak kos lainnya. "saran dariku, katakan secepatnya pada mereka. Mereka bisa sedih jika kau mendadak keluar dari sana." tepat ketika itulah mobil Sehun berhenti. Ya, mereka sudah tiba dirumah peninggalan ibu Yoona. "aku tidak ikut turun, banyak urusan yang harus aku selesaikan di bar." Sehun benar-benar terlihat berbeda, dia terus berkata ketus pada Yoona.

     "Kau kenapa?" Yoona sudah sangat menyadari perubahan Sehun sejak tadi. "marah padaku?" dan Yoona bukanlah tipe penyabar. "kalau kau marah padaku, katakan, kenapa? Jangan ketus seperti ini." ditatapnya Sehun secara langsung.

     "Kalau aku katakan, apa kau akan mendengarkan perkataanku?" tanya Sehun.

     "Tergantung." balas Yoona cepat. Sorot mata Sehun tampak suram, membalas tatapan Yoona dengan perasaan tertahan.

      "Jika begitu, aku tidak perlu mengatakannya. Turunlah, aku sudah telat." dan semakin ketus. Yoona berdecak lantang. Jadi ikutan kesal karena diperlakukan seperti itu. Yoona sangat tidak suka dengan orang yang berkepribadian tidak jelas seperti itu.

     "Hah, baiklah." ia buka seat belt dengan geram. Dibukanya pintu mobil itu lalu keluar dari sana. "terima kasih!" ujarnya penuh penekanan sebelum menutup pintu mobil dengan bantingan keras.

°

°

     Saat ini Ji Soo sedang berkelana tidak tau arah. Untuk kesekian kalinya ia memilih untuk meninggalkan kelasnya—karena tadinya ia mendapatkan kabar dari temannya bahwa sang dosen yang ia taksir tidak bisa hadir. Tentu, karena tidak ada wajah yang ingin ia lihat, ia pun memutuskan untuk tidak hadir juga. Lalu, dimana dia saat ini? Masih di halte bis. Masih memikirkan kemana ia harus pergi.

°

°

     Sebuah mobil berhenti di halte bis, perlahan kaca mobil itu terbuka dan tampaklah pria tampan didalam sana. Senyum Ji Soo mengembang, ia tampak sangat bahagia. Berbeda dengan pria tampan yang ada didalam mobil, pria itu tampak.. Murung? Cepat naik, akan aku antar. Begitulah kata pria tampan yang ada didalam mobil itu. Sebenarnya tanpa disuruh pun Ji Soo tetap akan masuk kedalam mobil itu.

     "Kupikir kau sudah berangkat sejak tadi." kata Ji Soo kepada Sehun—si pria tampan itu.

     "Aku mengantar Yoona dulu." jawabnya santai seraya menyetir.

     "Wah, yak, kau benar-benar menyukainya ya?" Ji Soo menjadi bersemangat.

     "Entahlah, aku juga tidak tahu." Sehun tetap terlihat murung. Tidak jelas penyebabnya.

     "Hmm, playboy memang selalu memberikan jawaban yang sama."

     "Aku antar kekampus kan?"

     "Tidak!" sambar Ji Soo cepat. Sehun meliriknya aneh. "aku tidak berniat kekampus. Wanitaku tidak hadir hari ini." perkataan Ji Soo memancing senyuman di wajah Sehun. Sejenak ekspresi murung di wajah tampan itu pun menghilang.

     "Jadi mau aku antar kemana?" tanya Sehun lagi.

     "Aku boleh ikut denganmu saja? Bukankah kau mau ke bar?"

     "Baiklah."

°

°

     Perjalanan mereka menuju bar diisi dengan obrolan—karena Ji Soo tak henti-hentinya membahas hal-hal yang tak penting. Tak terduga, hujan turun. Di musim dingin seperti itu, kedatangan hujan hanya digambarkan sebagai malapetaka. Karena berkat kepingan air itu, udara semakin kian menusuk. Ji Soo tengah mengamati rintikan hujan—yang tengah menghujam kaca mobil—dan reflek mengancing jaketnya dengan rapat.

     "Wah, syukur aku ikut denganmu.." ujarnya, merasa akan sangat menyedihkan jika duduk di halte dalam keadaan hujan seperti itu. "Kenapa barmu sudah ramai? Bukankah kalian belum buka? Kupikir ini masih terlalu pagi." kata Ji Soo yang sudah fokus melihat situasi halaman depan bar—yang sudah terlihat dari kejauhan. Tampak banyak mobil yang terparkir di halaman bar. "yak, mereka siapa?" ekspresi santai Ji Soo kontras berubah serius—seperti Sehun yang sejak awal sudah mulai menaruh curiga.

°

°

     Mobil Sehun meluncur pelan memasuki halaman bar lalu memarkirkan mobilnya di halaman samping—tempat dimana biasanya ia memarkirkan mobilnya. Masih didalam mobil, keduanya mengamati 3 orang pria berbadan kekar yang tengah berdiri diambang pintu masuk bar milik Sehun. Entah mengapa, Sehun dan Ji Soo seperti sudah bisa menebak dengan apa yang tengah terjadi didalam bar itu.

     "Yak, bagaimana?" tegur Ji Soo ditengah renungan mereka. Sehun menatapnya diam, masih memikirkan cara aman. "baiklah, lebih baik kita kabari Jun Yeol hyung dulu." Sehun mengangguk menyutujui saran itu. Ji Soo segera menghubungi Jun Yeol dan langsung menceritakan kondisi bar saat itu.

     "Lebih baik kau tunggu disini, aku saja yang masuk."

     "Eish!" seperti kilat Ji Soo tahan tangan Sehun—yang hendak keluar dari mobil. "apapun yang terjadi, aku akan tetap menemanimu." ujarnya yang kini tengah melepas jam tangannya. "aku harus menyelamatkan jam ini, aku membelinya dengan susah payah—karena harus menabung selama setahun." meletakkan jam tangannya didalam mobil itu.

     "Mereka berbahaya.." Sehun mengingatkan.

     "Kau pikir selama ini aku berkelahi dengan siapa? Ya dengan spesies mereka juga. Sudah, jangan cemaskan aku. Aku ini cukup kuat untuk sekedar dipukul. Bagaimana, kita keluar sekarang?" bukannya merasa takut, Ji Soo malah terlihat bersemangat. "lagi pula sudah lama aku tidak merenggangkan otot-ototku." lagi-lagi Sehun tersenyum berkat perkataannya. "Let's go!"

°

°

     Dari awal mereka keluar dari mobil, ketiga pria berbadan kekar yang tengah berdiri di ambang pintu sudah mengamati mereka. Seperti mendapatkan jackpot, pria berbadan kekar itu tampak puas dengan kedatangan mereka—seakan memang merekalah yang ditunggu-tunggu. Belum juga Sehun berkata, ia dan juga Ji Soo sudah didorong paksa masuk kedalam bar.

     "Oh shit!" gumam Ji Soo, cukup kaget melihat keadaan bar saat itu. Mengapa? Keadaan bar saat itu sangat kacau. Disampingnya, Sehun tampak berang. Memang betul, kondisi barnya tampak kacau balau. Meja dan kursi terletak acak dan sebagiannya sudah patah. Lemari kaca dan berbagai hiasan juga tampak pecah—seperti disengaja. Tapi, hal yang lebih membuat Sehun sangat marah bukanlah itu, melainkan.. Para karyawannya terlihat dipaksa duduk dilantai—dalam kondisi tubuh yang sudah babak belur.

     "Ada apa ini?" tanya Sehun dengan nada berat—karena emosinya yang tengah tertahan. Dilihatnya satu persatu pria-pria berwajah mavia yang nyaris memenuhi barnya.

     "Waw waw.. Akhirnya yang ditunggu datang juga." suara itu mengalihkan pandangan Sehun. Tampak seorang pria tengah duduk santai di tengah ruangan—yang baru telihat setelah beberapa orang yang tadinya menutupinya kini berdiri menepi. "kita bertemu lagi." senyuman diwajah itu semakin memperlihatkan kesombongan.

     "Yak, bukankah dia.." bisik Ji Soo tidak melanjutkan perkataannya, itu karena Sehun memberinya kode untuk diam.

     "Jadi, apa maksudmu dengan semua ini?" tanya Sehun kepada pria yang masih tersenyum kepadanya. Geram betul melihat senyuman itu, rasanya ingin segera menghajar wajah itu.

     "Mmm.. Hanya.. Balas dendam." jawab pria itu santai diiringi tawanya yang memancing tawa pria-pria kekar lainnya. Sekilas, ia seperti bos mavia. Disela tawa itu, dia bangkit dari duduknya. Melangkah tenang menuju Sehun dan Ji Soo, langkahnya terhenti 2 langkah tepat dihadapan Sehun. Dia menatap Sehun dengan dagunya yang terangkat tinggi. Dengan wajahnya yang masih memperlihatkan sisa luka, dan senyumannya yang tak lagi terlihat, ia lanjut berkata. " jadi, kurasa kau sudah paham akan maksudku." ucapnya pelan. Tenggorokan Sehun tercekat karena emosi yang memuncak. Tentu Sehun paham akan maksudnya. Ji Soo tampak tak sabaran dan hendak melangkah mendekati pria itu, tapi dengan cepat Sehun menahan gerakkannya.

     "Tenanglah." bisik Sehun.

     "Hah, bukankah kau pria yang melompat ke parit itu? Haha.." perkataannya kini tertuju kepada Ji Soo. Tawanya kembali memancing tawa pria kekar lainnya. Mmmkk! Seperti kilat tangan Ji Soo mencengkram mulutnya dengan kuat.

     "Kau terlalu banyak bicara." kata Ji Soo tanpa takut. Aksinya membuat beberapa pria kekar mendekatinya dan hendak memukulnya, tapi gerakkan mereka terhenti dikarenakan suara siriney polisi yang terdengar membisik dari luar sana. Ji Soo melepaskan tangannnya dari wajah menjijikkan itu. Dengan senyumnya yang tak kalah menghina, Ji Soo berkata. "kenapa? Kau mau kabur?" ucap Ji Soo.

     "Aaa, kalian sudah menghubungi polisi?"

     "Tidak. Aku tidak merasa berada dalam situasi dimana aku harus meminta bantuan polisi." balas Ji Soo berbohong—guna terlihat keren. Disampingnya Sehun hanya bisa menahan gerakkan emosional dalam dirinya. Mengapa? Dia hanya tidak ingin ada yang terluka lagi. Melihat kondisi karyawannya, dia sudah merasa sangat bersalah. Pria sombong yang ada dihadapannya terlihat memberi kode kepada pria kekar lainnya—yang sepertinya anak buahnya. Mereka bergegas keluar dari bar, sebelum itu, dengan ekspresi kesal bercampur cemas, ia menyempatkan diri untuk mengatakan sesuatu kepada Sehun.

     "Jangan main-main denganku. Kau tahu, kapanpun aku bisa menyakiti mereka. Jadi, jangan pernah halangi aku. Jangan ikut campur urusan kami. Dan juga, jika kau ingin Yoona dan adiknya aman, tutup matamu." itulah perkataan terakhirnya sebelum keluar dari bar.

     "Aish!" Ji Soo berniat mengejar mereka, tetapi lagi-lagi Sehun menahannya. "Kau ini kenapa sih? Kenapa dari tadi hanya diam saja?!!" bentak Ji Soo penuh emosi menatap Sehun kecewa. "kau masih bisa diam melihat mulut kurang ajarnya yang terus-terus berceloteh ria?!!" Sehun menghela nafasnya dengan berat, memejamkan matanya sejenak. Rasanya hatinya sangat perih karena luapan emosi yang hendak pecah.

     "Setidaknya kita tidak membuat keadaan semakin kacau. Kau tidak lihat mereka?" ujarnya memperlihatkan sorot matanya yang tajam. Raut kecewa tampak jelas di wajahnya. Ya, dia kecewa pada dirinya sendiri. Baru Ji Soo sadari, mengenai keberadaan karyawan Sehun di sudut ruangan itu—yang kini tengah berbaring asal di lantai. Mereka tampak lemah.

     "Astaga, yak, kalian baik-baik saja?" Ji Soo sudah berlarian menghampiri mereka. Sementara itu Sehun memilih menghubungi Jong Suk untuk meminta bantuan dokter itu. Dia hanya merasa tidak perlu memanggil ambulan, masalah akan semakin rumit jika media mengetahui masalah ini. Bagaimanapun juga bar miliknya sudah sangat terkenal di kota itu. Aaa! Suara siriney polisi! Cepat-cepat ia hubungi Jun Yeol.

     "Hyung! Kau dimana?" kata Sehun setelah Jun Yeol menerima telepon darinya.

     "Aku berada di ujung jalan dekat lokasi bar. Kalian baik-baik saja? Kulihat mereka baru saja pergi." jawab Jun Yeol sedikit berteriak—takut Sehun tidak mendengar suaranya karena suara siriney yang ia nyalalakan masih berbunyi.

     "Hyung, matikan sirineymu. Aku tidak ingin menarik perhatian banyak orang."

     "Aish, kupikir hari ini aku akan mendapatkan tangkapan yang banyak. Tapi karena kau, aku terpaksa melepaskan tangkapanku begitu saja!" protes Jun Yeol dari balik ponsel itu.

     "Dari pada memikirkan itu, lebih baik kau kesini, hyung. Aku tutup dulu." tut.. tut.. tut..

     "Kau dan Yoona sama saja! Kalian membuatku terpaksa menahan diri untuk tidak mengejar mereka! Ini lagi, kenapa harus hujan sih?!! Membuatku semakin tampak menyedihkan saja!" memasukkan ponselnya kedalam jaketnya. Jun Yeol mengacak rambutnya dengan geram. Masih sangat kesal, ia nyalakan mesin mobilnya—mobil kantor—lalu meluncur menuju bar milik Sehun.

°

°

     Bahkan malam sudah tiba, hujan tak juga berhenti. Yoona yang sudah kelelahan seharian mengatur rumah itu terlihat berbaring lemas di ruang keluarga—yang cukup kecil karena menyatu dengan dapur. Yoona hanya sendirian? Ya, benar sekali. Itu karena haraboji baru saja kembali kerumahnya—yang letakkan tepat disamping rumah Yoona—yang akan segera ia tempati. Aa, Yong Bin. Melihat hujan yang bahkan semakin deras, Yoona merasa cemas akan keadaan adiknya itu. Segera ia menghubungi Jong Suk, karena Jong Suk lah yang terlihat lebih perhatian pada adiknya. Telepon darinya tidak mendapatkan jawaban. Ia mencoba menghubungi Jong Suk hingga yang ketiga kalinya. Tetap tidak ada jawaban.

     "Ada apa ini? Tumben sekali." pikirnya yang kini mulai menghubungi Kwang Soo.

     "Ya ada apa?!" Kwang Soo menjawab panggilan darinya bahkan sebelum satu detik berlalu.

     "Oppa, apa Yong bin sudah pulang?"

     "Sudah, dia sedang makan malam bersamaku. Yak, kenapa kau belum pulang. Aa, yang lain juga belum pulang. Cepatlah pulang, dirumah sangat sepi."

     "Ya, sebentar lagi aku akan pulang."

     "Baiklah, hati-hati dijalan. Naik taksi saja, menunggu bis hanya akan membuatmu mati kedinginan."

     "Iya iya baiklah.." begitulah Kwang Soo. Walau ia sering berkata kasar, tetapi sesungguhnya hatinya sangat lembut.

°

°

     Berkat perkataan Kwang Soo, Yoona memilih untuk pulang pada saat itu juga. Ia raih jaket tebalnya lalu menutupi piyamanya dengan jaket tersebut. Wah, sepertinya malam ini akan sangat dingin. Pikirnya seraya melihat derasnya air hujan yang terlihat dari balik pintu rumah itu. Dengan menggunakan sebuah payung, Yoona keluar dari rumah itu. Benar sekali, tubuhnya langsung diserang angin malam yang suhunya luar biasa mengacaukan pertahanan tubuhnya. Ia sampai meriang karena kedinginan. Oo?

°

°

     Dilihatnya sebuah mobil terparkir di tepi jalan tepat di depan rumahnya. Tentu ia mengenal mobil itu. Dari tempatnya berada, dapat ia lihat Sehun yang tengah duduk didalam mobilnya. Hee? Dia sedang tidur? Cepat-cepat Yoona melangkah mendekati mobil itu. Ia ketuk pintu itu dengan jemarinya. Berkatnya Sehun terbangun dari tidurnya. Ya, tadinya Sehun memang tertidur. Mungkin karena kelelahan seharian mengurus masalah di bar miliknya, dan juga dengan beragam pemikiran yang pelik yang pada akhirnya membuat kepalanya pusing dan tanpa sadar tertidur ketika menunggu Yoona disana. Sadar Yoona sedang berdiri diluar sana, Sehun segera menurunkan kaca mobilnya.

     "Cepat masuk." katanya yang sudah membuka kunci mobilnya. Yoona yang memang tengah kedinginan dengan senang hati langsung masuk kedalam mobil itu. Payung basahnya ia letak di kursi bagian belakang.

     "Sejak kapan kau disini?" itulah pertanyaan pertama yang Yoona lontarkan.

     "Entahlah, aku tidak ingat." dan begitulah jawaban Sehun. Yoona menatapnya dengan pandangan mencari tahu.

     "Kenapa, ada masalah?" tebak Yoona.

     "Tidak." jawab Sehun santai.

     "Kau tahu, kau tidak perlu menjemputku.."

     "Tapi aku harus menjemputmu." sela Sehun. Yoona menatapnya diam sebelum kembali bertanya.

     "Kenapa? Apa ada yang terjadi?" Yoona semakin merasa curiga. Sehun tak menjawabnya. Hanya mengamati terjangan air hujan yang jatuh diatas kaca mobilnya. Tentu saja, Sehun tidak akan mengatakan masalah itu padanya. Sehun dalam usaha untuk menggagalkan rencana Yoona pindah dari rumah Kwang Soo, dan jika Yoona mengetahui masalah yang baru saja ia dapat, itu hanya akan mempercepat kepindahannya. Ya, dari awal Sehun tahu itu. Alasan mengapa Yoona memilih pindah dari rumah Kwang Soo. Ia tidak ingin orang disekitarnya terluka.

     "Kau sudah makan?" kali ini Yoona yang tidak menjawab. Sehun tatap Yoona sejenak. Ia tahu itu, Yoona sedang mencoba mencari tahu apa yang tengah ia sembunyikan. "belum? Baiklah. Mari kita cari makanan." putusnya tak ingin terjerat dalam mata indah milik Yoona.

-

-

-

-

→Yong Bin Interview←

Author >> Yong Bin-a, bagaimana tadi disekolah? Apa kau menikmati pelajaranmu.

Yong Bin >> Kami tidak belajar, nuna kan tahu, play group hanya bermain. Bagaimana sih! (Wah, bakat sombongnya tidak memandang orang. Dia sombong kepada siapapun)

Author >> Aaa.. Haha. Sepertinya aku salah bertanya. Lalu, tadi kau bermain apa saja? (Aku tetap mempertahankan ekspresi ramah)

Yong Bin >> Aku tidak ikut bermain. Aku sedang bete. (Aish, bocah ini membuatku muak)

Author >> Bete? Kenapa? (Tapi aku masih bisa mempertahankan senyum diwajahku)

Yong Bin >> Yoona nuna sudah tidak peduli padaku. Dia selalu pulang disaat aku sudah tidur. Kami hanya bertemu ketika di pagi hari, itu juga kalau nuna tidak telat bangun. (OMG, jadi selama ini dia merindukan kakaknya?)

Author >> Kau merindukan kakakmu ya?

Yong Bin >> Yang benar saja, tentu tidak. Aku kesal padanya!

Author >> Tidak, itu namanya rindu..

Yong Bin >> Tidak! Bukan rindu tapi kesal!

Author >> Rindu..

Yong Bin >> Kesal!

Author >> Rindu.. Itu rindu.

Yong Bin >> Tidak, KESAL!

Author >> Aish! Terserahmu! (Aku tutup buku catatanku lalu pergi meninggalkan si sombong itu. Tidak, karena merasa kasihan, aku kembali kepadanya. Oh tidak, kulihat kini Yong Bin tengah menangis. Sepertinya dia benar-benar merindukan kakaknya.)

°

°

°

°

Continued..

°

°

°

°

Baca cerita baruku ya kak..

Judulnya Breathing For You (By Hyull)

Ceritanya dalam banget loh..

Saya tunggu komentarnya..

Maaci..

avataravatar
Next chapter