webnovel

Dzikir Cinta

"Neng, Aa boleh cium tangannya?" Asiyah mengangkat dagu perlahan, memindahkan pandangannya dari kancing baju dada suaminya menuju wajah sang suami. Pandangan mata mereka beradu, Asiyah tersipu, Salman tersenyum malu-malu. Perlahan tapi pasti Salman menggerakkan kedua tangannya yang gemetar, mengangkat lembut kedua tangan mungil istrinya yang terasa dingin. Salman mencium kedua tangan putih itu, mengecup dengan penuh cinta dan kasih, ia memindahkan kedua tangan Asiyah ke dadanya dengan masih mendekapnya dengan sebelah tangan saja. Tangan kanan Salman naik keatas ubun-ubun istrinya, Salman mulai berdoa dengan menengadahkan tangan kirinya yang masih menekan kedua tangan Asiyah didadanya. Salman berdoa khusyuk dan pelan, memohon keberkahan atas istri yang sudah Allah berikan kepadanya. "Hari ini, Aa sudah sah menjadi suami kamu, doain Aa semoga selalu bisa mendampingi kamu sampai akhirnya kita berjumpa di Jannah Allah nanti ya, kalaupun andai akhirnya maut yang memisahkan kita, Aa gak akan melarang kamu buat nikah lagi ya. Karena Aa sayang kamu karena Allah" Assalamu 'alaikum Jazakumullahu khoir untuk para pembaca Di next novel ini akan bercerita tentang pemeran utama Asiyah Abdullah yang terpaksa bercerai dengan suaminya yang soelh karena sesuatu. Akankah ia mendapatkan jodoh yang lebih baik dari Allah? Nantikan lanjutan kisahnya ya. Novelnya sudah selesai, akan di posting part demi part karena beberapa bagian masih proses revisi sedikit. Jazakumullahu khoiron 

RirinPutriAbdullah · Realistic
Not enough ratings
22 Chs

Rezeki yang tak terduga

Wajib , Vote dan Comment !

Rezeki yang tak terduga

Setelah sholat Ashar dan murajaah hafalan, Arif duduk sendirian diteras rumah. Sekitaran mata kirinya terlihat membengkak dan biru. Arif sudah merasa sehat, hanya bagian mata kriri saja yang terasa perih saat tersentuh. Ia duduk sendiri, sambil ditemani sebaskom kecil air hangat serat waslap yang sesekali ia letakan lembut keatas mata kirinyaa. Dirumah sedang tidak ada orang, Umi dan Abi sedang mengantar Teh maryam kembali kerumah mereka.

"Assalamualaikum"

Suara seseorang memanggil dari luar pagar, Arif keluar dan melihat seorang bapak berusia 40 tahunan seperti sedang kebingungan.

"Waalaikumussallam" Arif menjawab sambil mendekati pintu pagar.

"Maaf, diak tau dimano tempek tinggal ustad Arif?" bapak itu berbicara dengan logat khas minangkabau

"Ustad Arif mana ya pak?" Arif meyakinkan, takut-takut salah orang

"Ustad Arif guru di pondok Al Kahfi"

"Oh, qadarullah saya orangnya. Ada perlu apa ya pak?"

"Subhanallah, kau orangnyo yo? Alhamdulillah. Ambo Papanyo Rahma, ambo mendapek telepon semalam, jadi pagi-pagi tadi ambo langsung terbang kesiko. Boleh ambo masuk?"

"Nuhun, pak. Silahkan" Arif dan bapak itu masuk kedalam rumah dan duduk diteras

Ayah Rahma memperhatikan wajah Arif, tampak jelas sekali biru dibagian mata kiri Arif. Ia juga melihat baskom air hangat dan waslap yang ada di teras meja, sepertinya Arif sedang mengobati memarnya dengan air hangat. Mereka berbincang lepas, Ayah Rahma tak henti-hentinya berterima kasih kepada Arif, karena kalau tak ada dirinya, entah bagaimana nasib putri sulungnya yang jauh dari kedua orang tua.

Arif merasa senang, dengan kejadian ini ia menjadi kenal dengan ayahnya Rahma, orang yang notabene berbeda bahasa dan adat dengannya. Melihat ayah Rahma, Arif jadi teringat salah satu temannya saat sedang berkuliah di Al-Azhar dulu. Meski sudah jauh-jauh merantau mengelilingi banyak Negara, Saipul masih susah untuk menghilangkan cirri khas utamanya, yaitu logat minangnya. Teman satu flat Arif itu dulu akhirnya menikah dengan mahasiswi berprestasi di Alazhar asal Aceh. Cut hana.

Setelah panjang mengobrol, ayah Rahma pamit. Ia mengantarkan kembali ayah Rahma kedepan pagar, menaikki mobil yang sepertinya ia sewa. Sebelum pulang ayah Rahma memberikan sedikit hadiah untuk Arif, ia berkata bahwa hadiahnya ini bukan apa-apa dibanding pertolongan Arif. Ia berkata hanya ini yang bisa Ia bawa karena sejak semalam ia buru-buru mempersiapkan keberangkatan ia dan istrinya ke bogor.

Ayah Rahma meninggalkan dua dus oleh-oleh dari Padang untuk Arif, mereka bersalaman dan setelah berpamitan ayah rahma pulang. Arif mengangkat dua dus itu kedalam, ia menaruhnya di kursi ruang tamu.

^^^

Jam Sembilan malam, kedua orang tua Arif sudah sampai dirumah. Mereka mengucap salam kemudian masuk kedalam rumah. Arif kembali duduk didepan tv, sesaat setelah membuka pintu. Ia sedang asyik menonton berita perampokan emas di beberapa toko emas di Sumatra yang ketahuan cctv. Komplotan perampok beraksi disiang hari dengan menggunakan mobil jenis apv dan menggunakan senjata rakitan laras panjang.

"Rif, Arif" Uminya memanggil dari depan

"iya, Mi" Arif berjalan menyusul

"Ini kardus Apa?"

"Oh, itu tadi oleh-oleh dari orang tua santri yang kemarin Arif tolongin, Mi"

"Yang, santriwati dari padang itu?"

"Iya, Mi"

"Terus, orang tuanya datang dari Padang buat nyariin kamu?"

"Ya, enggak Mi, mereka datang buat liat keadaan anaknya, terus ayahnya mampir kesini. Katanya mau ucapin terimakasih"

"Umi, bukak ya?"

"Silahkan atuh mi"

Kemudian mereka berdua membuka kedua kardus itu, kardus pertama berisi penuh keripik balado merk Christine hakim, dan kardus kedua berisi bermacam-macam keripik-keripik, mulai dari yang manis sampai yang asin.

"Masyaallah, ini oleh-oleh banyak pisan euy. Buat siapa, Rif?"

"Buat Arif, Bi. Tadi diantarin sama orang tua santri kerumah"

"Wah, kalau gini, besok Abi bawa ke kandang Sapi ya, buat ngasih mang Udih dan lain-lain"

"boleh, Bi. Terserah Abi aja"

"Besok, Umi minta anter kerumah Teh maryam ya, bawain ini"

"Iya Mi"

.........

Ada yg mau ngobrol lgsung sm author?

yuk follow ig author di @ririn.p.abdullah

jgn lupa review dan balonnya yaa