webnovel

Sms dari Adam

Arif masuk ke kamarnya, bersiap untuk tidur. Sebelum tidur ia melihat ke Hp nya, mungkin saja ada pesan atau panggilan penting yang masuk. Ia merebahkan diri, duduk diatas ranjang, dan benar saja ada 3 panggilan dan 1 pesan whatsapp di Hp nya. Arif melihatnya ternyata Adam yang mengirim pesan. Ia bertanya, ada keperluan apa Adam mengiriminya pesan malam-malam.

Ia ingat sekali siapa Adam, dia adalah santri cerdas yang selalu meraih juara 1 dikelasnya. Orang tuanya juga dari kalangan terhormat, ayahnya adalah salah seorang pengusaha garmen sukses di Bogor. Ia sudah lulus dari Al-kahfi beberapa waktu yang lalu, mungkin saja ia mengirim pesan karena ada hal yang penting dan ingin ditanyakan. Arif membuka pesan whatsapp tersebut isinya kurang lebih begini

"Assalamualaikum Ustad Arif, khaif halk? Ustad Arif, langsung saja, ada hal penting yang harus ana bicarakan ke ustad. Ana ingin bertemu secepatnya"

Arif terkejut melihat isi pesan yang Adam kirimkan, ada apakah sebenarnya sehingga ia ingin langsung bertemu, dan sepenting apakah hal itu. arif membalas pesan anak muda itu

"Waalaikumusallam, khoir, Alhamdulillah. Ada perlu apa? besok sore saja di masjid Al fatih"

Setelah membalas pesan Adam, Arif kembali tidur dan beristirahat. Ia mematikan hp nya sebelum tau apa balasan yang akan dikirimkan Adam.

^^

Waktu berlalu cepat, tak terasa hari sudah sore, langit mendung kota bogor membuat warna langit yang seharusnya biru menjadi abu-abu. Sore ini arif menyengaja, sholat di masjid kebanggaan masyarakat Bogor. Masjid bogor. Ia melakukannya bukan tanpa alasan, sebab ia sudah memiliki janji untuk bertemu dan membicarakan hal serius menurut mantan santri kesayangannya, Adam. Setelah sholat Ashar seperti biasa Arif membaca Mushaf yang selalu ada didalam ranselnya. Ia hanyut dengan murajaah dan mentadaburi makna ayat satu demi satu. Arif sekarang sudah sampai pada surat Yusuf, ketika saudara-saudara kandung Yusuf melemparnya kedalam sumur. Sungguh arif tak kuasa membeendung air matanya hingga tumpah ke baju koko nya.

Entah mengapa, meski sudah ratusan kali membaca ayat ini, ia masih saja tetap menangis. Setelah selesai Arif keluar dari masjid, menunggu di pelataran. Namun, tanda-tanda akan kemunculan Adam masih belum terlihat. Arif tak ingin menelpon, takutnya saat ini Adam sedang ada di jalan dan mengendarai sepeda motor sehingga bunyi telepon malah akan membahayakan dirinya.

Setelah sekitar 5 menitan duduk diteras masjid, yang ditunggu akhirnya tiba. Ia tampak tergesa dengan pakaian seadanya.

"Assalamualaikum, Ustad Arif"

"Waalaikum sallam warahmatullahi wabarakatuh"

"Khaifa halk, Ustad?"

"Ana bi Khoir, Alhamdulillah. Wa antum khaifa?"

"Khoir Alhamdulillah, afwan ustad ana telat. Soalnya harus beresin dagangan dulu di pasar"

"Antum dagang sekarang?"

"panjang ceritanya, Ustad. Mari duduk ustad, ada yang ini ana tanyakan"

Mereka berdua kemudian mencari tempat yang nyaman untuk mengobrol. Mereka seperti tau betul nahwa masjid adalah tempat untuk hamba Allah beribadah, sehingga semampu mungkin memcari tempat yang obrolann mereka tidak akan mengganggu jemaah lainnya.

"Kenapa gak tanya via telepon saja?"

"gak, bisa Ustad. Ini penting"

"na'am ceritalah"

"Afwan ustad, sebenarnya ini aib. Tapi, demi Allah ana sudah bertaubat untuk hal ini dan sudah benar-benar ingin berubah"

"Maksud antum?"

"Jadi gini Ustad, dulu pas masih di pondok, saat ana berada di tingkat 3 ana berkenalan dengan salah satu santriwati pondok. Perkenalan itu sampai hari ini Cuma kami berdua yang tahu, dan qadarullah hari ini Ustad pun tahu. Kemudian setelah perkenalan itu kami saling bertukar nomor HP. Meski di pondok dilarang keras menggunakan HP kami masih memiliki celah untuk saling berhubungan. Kami saling menanyakan kabar, ibadah, tukar cerita dan terakhir saling mengirim ucapan rindu satu sama lain"

"setelah rindu yang lama tak tertahan, masa liburan sekolah tiba. Kami kembali kerumah orang tua masing-masing. Orang tua saya di Bogor dan dia balik ke bandung. Saat liburan hubungan kami makin intens, kami sering teleponan juga saling video call. Akhirnya kami berdua tidak tahan, dan memutuskan untuk bertemu. Ana pamit kepada kedua orang tua untuk pergi ke Bandung dengan alasan ada acara outbond dari pondok, padahal ana berbohong"

"kemudian, di bandung kami bertemu. Hanya berdua saja, sama dengan ana beliau pun pamit kepada kedua orang tuanya untuk ke Mall mencari kitab. Kami ketemuan di satu taman, yang pada hari itu taman itu sangat sepi dan tidak ada orang selain kami berdua. Awalnya kami hanya ngobrol biasa, saling menatap dan melempar canda. Namun, lama kelamaan nafsu membawa kami untu saling berpegangan tangan."

"sekarang ini saja Ustad, kalau ana ingat hal itu sambil membayangkan wajahnya, tangan ana seperti terasa hangat, seperti ada yang memegang. Setelah berpegangan duduk kami semakin dekat, meski ragu ana tau ia ingin sekali menyenderkan kepalanya di bahu ana, kemudian dengan gemetare ana memberanikan diri memegang kepalanya dan menjatuhkannya ke bahu kiri ana"

"setelah itu ia melihat mata ana langsung, pandangan kami bertemu dan kami saling menatap. Perasaan tak karuan timbul dalam hati, entah keberanian dari mana kemudian, ana mendekatkan wajah ana ke wajahnya, semakin dekat dan dekat sampai akhirnya kami saling berciuman"

"Astagfirullahal adzim, antum tau kan itu dosa?"

"naam Ustad, kami tau. Biarkan ana melanjutkan cerita Ustad"

"Kemudian, kami berdua dirundung rasa bersalah, dia menutup wajahnya karena malu. Kami sadar saat itu memang hanya kami berdua yang ada ditaman itu, dan kami yakin tidak ada satupun manusia yang melihat kelakuan kami, ta[pi, kami tetap menangis, karna kami sadar Allah melihat kami. Kami ketakutan"

"Akhirnya sore itu, kami berdua memutuskan untuk memutus komunikasi. Dan fokus kepada ujian akhir kami"

"Beberapa bulan berselang, rindu dalam hati kami membuncah, kami berdua sama-sama tidak tahan. Ia mengirimi ana pesan singlkat, enanyakan kabar. Ana membalasnya. Lalu dari situ, komunikasi kami terulang seperti dulu lagi"

"Menjelang Ujian akhir ia mengirimi pesan, bahwa ia ingin fokus belajar. Ana pun melakukan hal yang sama, ternyata saat fokus belajar untuk ujian tersebut, Allah membuka hati kami. Allah member tahukan kepada kami bahwa yang kami berdua lakukan itu salah. Setelah muhasabah diri yang panjang dan taubat yang sesungguhnya, ana memutuskan apa yang harus ana lakukan dalam hidup ini. Ana memberanikan diri lagi untuk menelponnya yang terakhir kali sesaat setelah pengumuman kelulusan kami diumumkan."

"Disitu ana bilang, bahwa jika dia bersedia maka tunggulah ana 3 bulan lagi, ana akan datang ke bandung untuk meminangnya. Setelah lulus, ana langsung berwirausaha, sempat 2 minggu berjualan sepatu namun sepertinya perputarannya lambat, dan untungnya tidak terlalu besar."

"Ana, main-main ke rumah Uwak, didekat pasar ciondet, uwak bisa dikatakan adalah seorang yang berhasil dalam berdagang ayam potong. Disana ana l;angsung minta ke Uwak untuk berdagang, Uwak langsung mengiyakan karena ia sangat senang dengan semangat muda ana, katanya"

"Seminggu pertama berjualan, ana diberi sedikit tempat dari lapak uwak, ayam pun ana ambil dari dia. Dalam seminggu pertama itu ana bisa menjual 10 sampai 20 ekor ayam, untungnya lumayan, sekitar 20 ribu per ayam. Setelah ana liat hasilnya yang lumayan, ana mengeluarkan semua tabungan untuk menyewa lapak, dan mengambil langsung sendiri ayam kepada peternak yang bulu ayam itu ana cabut sendiri"

"Awalnya kualahan, namun lama-kelamaan ana bisa, dan akhirnya sekarang ana sudah memiliki 30 langganan tetap tiap bulannya"

"Masyaa Allah,

.........

Ditunggu review, balon dan batu kuasanya 🙏

Next chapter