Erra membanting pintu kamarnya, lagi-lagi ia harus menangis karena pria itu.
Kenapa harus Rama yang membuatnya terluka?
Kenapa?
Erra bersimpuh di lantai, tangisnya histeris menyayat hati. Erra menarik selimut dan spraynya dengan brutal,kemudian mengobrak-abrik meja rias dan melemparkan barang-barangnya ke sembarang arah.
"Apa aku ini orang yang penuh dosa, Tuhan?" teriaknya,hati Erra begitu sakit. Sungguh.
"Kenapa Tuhan,kenapa?!!" lagi-lagi Erra berteriak di tengah tangisnya. Ia menjambak rambutnya, meluapkan kekesalan serta kesedihannya.
"Kenapa aku harus menderita seperti ini? Apakah aku tak layak bahagia? Kenapa Engkau selalu mempermainkan hidupku?" suara Erra melirih begitupun dengan perasaannya yang seakan-akan meluruh. Mata erra terpejam di atas lantai yang dingin. Meski air mata membasahi pipi, hati yang hancur,dan tubuhnya yang terasa lemas.
"Aku sendirian. Tak ada yang benar-benar menyayangiku."
Apakah Erra semalang itu?
Lagi-lagi Erra harus dihadapkan dengan yang namanya kenyataan dan kesendirian.
"Tak adakah orang yang menyayangiku?" ucap Erra sebelum akhirnya ia benar-benar menutup mata.
Brak!
Rama berdiri mematung saat mendapati Erra yang terkapar di lantai. Pandangannya seketika beredar pada keadaan kamar Erra yang berantakan. Rama tak habis pikir dengan apa yang dilakukan Erra. Kenapa bisa-bisanya gadis itu meluapkan emosi pada benda-benda tak bersalah ini?
Ya Allah..
Rama melangkahkan kakinya ke arah Erra. Rama berjongkok sembari menatap Erra. Pipinya basah,matanya sembab. Sekacau itukah ia?
"Ra.." panggil Rama sembari mengguncang pelan pundak Erra. Erra tak bergeming.
"Erra.. Sadarlah."
"Tak adakah orang yang menyayangiku?"
"Erra..."
"Aku lelah.. Hiks.. Biarkan aku istirahat."
"Erra.. Maafkan saya."
Erra seketika membuka matanya,menatap nyalang Rama. Lalu dengan kasar ia menepis tangan Rama. Erra bangun.
"Apa yang kamu lakukan di kamarku?" tanya Erra, suaranya berubah dingin dan menyelidik.
"Saya.."
"Pergi!" ucap Erra, Rama terdiam di tempatnya. Kenapa suasananya berubah menjadi dingin seperti ini?
"Ku bilang pergi!" teriak Erra kemudian, Rama berjengit. Ia lantas berdiri lalu menatap gadis yang tengah terduduk dengan penampilan kacaunya.
"Jangan bertindak bodoh."
"Pergi!"
"Maaf."
"Pergi dari rumahku, sekarang!"
Rama berbalik, ia kemudian melangkah pergi. Membuat Erra semakin menjadi. Erra menangis kembali.
Kenapa tidak ada yang mengerti perasaannya?
Kenapa tidak ada orang yang mencoba menahan dirinya?
Begitupun dengan dia,kenapa pria yang dicintainya tidak mengerti dengan perasaannya?
Dengan mudahnya Rama melangkah tanpa berbalik arah. Haruskah Erra berteriak dan meraung agar Rama mengerti?
Rama menghilang. Erra bangkit, ia berjalan tertatih ke ambang pintu. Rama benar-benar pergi. Rama meninggalkannya sendiri.
Erra tersenyum miris.
Benar-benar tak ada yang peduli padanya.
Menjelang malam Erra tak kunjung keluar dari kamarnya. Maia yang baru saja pulang pun mengetuk pintu kamar putrinya,rindu karena 7 hari tidak bertemu.
Tuk Tuk Tuk
"Rara.." Panggil Maia,Erra tak bergeming. Pintu kamarnya masih tertutup rapat.
"Rara.. Mamih bawain sate buat kamu,ayo makan sama-sama." Ucap Maia kembali. Namun tampaknya putri semata wayangnya masih mengurung diri.
"Ra.."
Cklek
Pintuk dibuka,Erra dengan piyama kelonggarannya menatap Maia tanpa ekspresi. Maia berkerut kening,Erra berdiri di depannya dengan mata sembab dan penampilan yang awut-awutan.
"Kamu.. Kenapa,nak?" Tanya Maia,air mata Erra jatuh seiring dirinya menghambur ke arah sang ibu. Menangis.
"Hiks.. Hiks.."
"Gak papa,sayang.."
"Hatiku sakit,mih.." Ucap Erra,jantung Maia seakan terenggut mendengar suara lirih putrinya.
____
Keesokan harinya,Rama dan Nayara berjalan beriringan masuk ke rumah Erra. Entah mau apa. Yang pasti keduanya dipersilakan masuk oleh Maia.
"Ayo silakan duduk." ujar Maia dengan ramahnya,Rama dan Nayara pun duduk.
"Terimakasih bu.." ucap Rama dengan ujung bibir yang tertarik ke atas.
"Iya sama-sama, kalau begitu saya panggil Rara dulu ya.."
"Hmm.. Iya bu."
Belum sempat Maia berbalik badan,Erra sudah turun duluan dengan piyama kelonggaran yang melekat di tubuhnya, rambut yang diikat asal dan juga mata yang sedikit sembab.
Erra mematung.
"Nah,,Ra untung kamu turun." ujar Maia sambil mendekat ke arah Erra,lalu ia membawa putrinya ke sofa.
Erra terduduk lesu,dadanya mendadak sesak dan juga wajahnya memanas.
"Kalau begitu ibu akan ke atas dulu ya,nanti Bi Kinah yang akan mengantarkan minuman."
Sepeninggalnya Maia,suasana di ruang tamu mula-mulanya hening. Hanya ada aura mencekam. Sampai akhirnya Rama memberanikan diri untuk memulai percakapan.
"Ra.." panggil Rama pada Erra, Erra memicingkan matanya sebentar
"Erra!" jelas Erra dengan dinginnya.
"Baiklah,Erra kedatangan saya bersama Nayara ingin meluruskan semuanya."
"Semuanya sudah lurus,bapak dan calon tunangan bapak hanya perlu melanjutkan hubungan tanpa ada pengganggu seperti aku." ujar Erra. Dingin. Begitulah.. Rama membuang nafas,sementara Nayara hanya menatap tanpa reaksi. " Aku sudah cukup mengerti pak,aku sudah paham dan dengan hormat sebaiknya bapak dan tunangan bapak pulang. Karena sudah tak ada lagi yang perlu dibicarakan."
Erra?
Erra sedang menahan air mata dan semua yang ada di hatinya.
Ia tak ingin menunjukkan kesedihannya. Ia tak ingin.
Meskipun ia harus menanggung sakit sendiri.
"Erra.." Kini gantian Nayara yang memanggil.
"Kenapa disaat aku sudah benar-benar terjatuh, kalian datang?" ujar Erra,kini matanya sudah berkaca-kaca menatap Nayara dan Rama bergantian.
"Erra.. Dengarkan kami bicara dulu."
"Tak ada yang perlu dibicarakan lagi." ujar Erra, ia bangkit dari duduknya. Ia hendak melangkah, namun Rama terlebih dahulu menahannya.
"Ra.." panggil Rama sembari melepaskan cekalannya.
"Apalagi?! Sekarang aku sedang belajar menjauhimu, aku sedang belajar tak lagi mengganggumu,dan aku sedang belajar tak lagi mengharapkanmu,sekarang apalagi??" ujar Erra dengan meluap-luap, air matanya akhirnya membasahi kedua pipinya.. "Aku sedang belajar melupakanmu,mas. Tapi,kenapa kamu harus datang disaat aku sedang belajar melepaskan.. Kenapa? Tak puaskah kamu menyakiti hati yatim ini?"
Erra ambruk,tubuh gadis itu terjatuh ke sofa.
"Kalian sebaiknya pergi.." ujar Erra dengan lirihnya,Rama berdiri mematung. Menatap sendu gadis tak berkerudung di depannya.
"Baiklah, maka saya yang akan meluruskan semuanya. Lupakan saja apa yang waktu lalu saya katakan, kamu hanya perlu menjalani hidup kamu dengan normal.. Kamu boleh berkunjung ke rumah saya,jika itu memang penting. Saya juga minta maaf jika selama ini saya banyak menyakiti hati kamu."
"Mas/mas." panggil Erra dan Nayara bersamaan. Keduanya tak percaya. Erra yang terkejut dan Nayara yang tak terima.
"Jadi,mulai sekarang kamu tak perlu bertindak bodoh seperti ini lagi."
"Aku akan tetap menjauh." ujar Erra ia bangkit, lalu melangkah pergi.
Rama menunduk.
"Mas.. Kamu tidak menyukai Erra, kan?"
"Aku hanya merasa bersalah, Ra.."
___
08.45 am
Erra menginjakkan kakinya di tanah bangunan besar tempatnya menuntut ilmu. Hari ini ia sudah merasa baik,jadi Erra memaksakan dirinya untuk Sekolah.
Walaupun harus telat lagi. 08.45 WIB.
Dan sekarang ia dihukum menyapu Masjid,malangnya ia hanya ditugaskan sendirian. Karena Erra mau berubah jadi ia menurut saja.
Huft..
Erra melepas sepatu sneakersnya,ia lalu melangkahkan kakinya memasuki bangunan yang dinamai Masjid Al-Barokah.
Baru saja ia sampai di ambang pintu, ia sudah disuguhkan dengan alunan suara indah yang memenuhi gendang telinganya.
Hati Erra terenyuh.
Bahkan tanpa sadar air matanya terjatuh.
Lantas ia melangkahkan kakinya semakin dalam. Ia semakin penasaran siapa gerangan yang sudah membuat jantungnya berdetak lebih kencang dan membuat air matanya menetes begitu saja.
"لم يطمثهن انس قبلهم ولاجان"
Seketika tubuh Erra gemetar, tangis haru jatuh dari kelopak matanya. Ia tak kuasa, sesuatu seperti menariknya untuk mendekat.
Terus mendekat.
Dan sampailah ia di belakang seseorang itu. Seorang laki-laki berkemeja merah marun.
Erra ambruk.
Ia terlalu jauh dari yang Kuasa, dan sekarang Allah memberinya hidayah. Memberi ia kesempatan untuk kembali kepada-Nya. Lewat seseorang itu.
"تبر ك اسم ر بك ذ ى الجلل والا كرام"
Erra menghapus sisa-sisa air matanya, ia lantas beringsut keluar dari Masjid. Namun naas,karena terburu-buru Erra malah keseleo.
"Awhhh.." ringis Erra,laki-laki berkemeja merah marun yang tadi telah melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an itu menengokan kepalanya.
"Hei.."
Laki-laki itu beranjak dari duduknya, ia melangkahkan kakinya untuk mendekat ke arah Erra.
Erra menggigit bibirnya.
"Makanya kalau jalan jangan buru-buru neng, liat-liat napa."
Erra mendengus dibalik wajahnya yang tertutupi rambut bergelombangnya. Ia lantas mengurut-urut betis kanannya.
"Kenapa, kakinya sakit?"
Erra mengangkat kepalanya, lalu ia menoleh.
Dan..
"Mas..