62 Apa Kau Kesusahan Mendapatkan Hatinya?

"Bagaimana dengan kakak angkatmu itu?" tanya Tedy. Lelaki itu sekarang memasang baut kembali. Apalagi setelah mengecek kondisi mesin yang sudah bagus dan diperbaiki.

"Namanya Spider. Dia baik-baik saja kok." Luci pun mendekat kepada Tedy untuk menonton lelaki itu memasang baut dengan cara manual.

"Maksudku dia tidak mengatakan hal-hal romantis dan sebagainya?"

"Tidak. Kenapa kau bertanya begitu?" Luci mengernyit sekaligus mendengus. Tedy memang terkadang suka menjahili Luci. Dan saat ini Luci juga berpikir bahwa Tedy sedang menjahilinya.

"Kau tau kan lelaki dan perempuan itu tidak akan bisa hanya berteman saja?" Tedy menyimpan maksud tersembunyi di dalam kata-katanya.

"Apa sih yang sedang ingin kau katakan?" Luci mendekat dan merebut obeng milik Tedy. Lalu Luci melotot dengan mengerikan.

"Tidak ada. Aku hanya ingin memberimu nasihat itu." Tedy merebut obeng yang berada di tangan Luci. Lelaki itu pun kembali memasang baut di beberapa sudut.

"Nasihat? Nasihat apa?"

"Nasihat tentang lelaki dan perempuan itu tidak akan bisa hanya berteman saja. Mereka tidak akan bisa menjalani hubungan normal. Di antara keduanya pasti akan ada salah satu pihak yang kalah." Tedy memandang Luci dengan serius.

Sebenarnya Tedy ingin berkata kepada Luci bahwa Tedy curiga kalau Spider itu menyukai Luci. Tapi saat melihat Luci sepertinya tidak akan mempercayai kata-kata Tedy, oleh karena itu Tedy pun mengurungkan niatnya.

'Lebih baik Luci tau dengan sendirinya saja,' batin Tedy.

Saat itu Luci mulai membantu Tedy untuk membersihkan mesin pemanas bahan topeng sintesis itu dari luar. Tak lupa Luci menyapu lantai yang mana terdapat debu berserakan. Keduanya bekerja sama seperti keluarga.

Momen-momen kehangatan antar keluarga itu mengingatkan Luci tentang Daniel. Berkat Daniel Luci bisa memiliki sebuah keluarga, walaupun itu bukan keluarga kandung.

Selama Luci dan Danile menjalin hubungan, keluarga Daniel begitu baik dan sayang kepada Luci. Bahkan tidak terlihat adanya kesenjangan di antara mereka. Luci dirangkul seperti keluarga mereka sendiri.

Momen-momen hangat itu yang membuat Luci merindukan Daniel saat ini.

Tedy pun menyadari itu dengan cepat. Jangan lupa bahwa Tedy adalah lelaki yang peka. Dia adalah seseorang yang bisa menganalisis ekspresi seseorang dengan presentase hampir 100% akurat. Dan Tedy tau bahwa saat ini Luci sedang teringat akan Daniel.

"Lu," panggil Tedy. "Ini sudah satu tahun. Bahkan jika kau ingin berkencan lagi, itu tidak masalah," lanjut Tedy sembari menghela napas.

Luci pun menunduk. Gadis itu merosot di atas lantai dan duduk sembari memeluk lututnya.

"Jika Kak Amy meninggal karena salahmu, lalu jika seseorang memintamu untuk berkencan lagi, seperti apa perasaanmu?" lamun Luci dengan wajah yang berat dan lesu.

Luci berusaha membuat perumpamaan untuk Tedy agar Tedy tau seberapa berat perasaan Luci saat ini hanya sekedar ingin melupakan Daniel. Bagi Luci, Daniel adalah segalanya. Bagi Luci melupakan Daniel adalah hal paling mustahil di dalam hidupnya.

Merasakan sindiran yang dikatakan Luci telah membuat Tedy merasa kalah dan tak bisa berkata apa-apa. Bahkan untuk mengatakan satu pembelaaan pun Tedy tidak mampu. Akhirnya saat itu juga Tedy tau bahwa Luci belum siap untuk melupakan Daniel.

'Tapi masalahnya kapan? Kapan kau akan melupakan Daniel, Lu? Aku tidak bisa melihat adik kecilku bersedih begini. Hmm, apa aku menjodohkan Lu dengan kakak angkatnya saja ya? Toh, mereka tidak ada ikatan darah kan?' pikir Tedy dengan mantab.

Merasa bahwa dia sudah membuat Luci bersedih, Tedy pun berinisiatif untuk mengajak Luci mengunjungi makam Daniel.

"Bagimana kalau setelah kita memperbaiki mesin ini kita pergi ke makam Daniel? Anggaplah ini adalah permintaan maafku kepadamu karena sudah mengusulkan ide untuk berkencan," usul Tedy dengan sangat tulus.

"Itu adalah ide yang sangat bagus, Kakak Ipar," angguk Luci dengan bahagia.

Kebahagiaan itu bukalah tanpa sebab. Selama beberapa bulan terakhir Luci tidak bisa mengunjungi makam Daniel. Hal itu dikarenakan Tante Arum yang tidak memperbolehkan Luci untuk mengunjungi makam Daniel.

Selain itu Tante Arum juga mengancam jika sampai wanita itu memergoki Luci mengunjungi makam Daniel, maka Tante Arum tidak akan segan untuk melukai Hans.

Oleh karena itu Luci tidak pernah berani untuk mengunjungi makam Daniel, bahkan pada malam hari sekalipun. Tante Arum adalah orang yang tak terduga. Dia bisa saja menyewa orang untuk mengintai pemakaman. Jadi Luci tidak ingin mengambil resiko.

Tapi sekarang Luci mengenakan topeng laki-laki kan? Belum lagi Tedy yang mengajak Luci. Pasti jika Tante Arum tau, dia tidak akan curiga bahwa lelaki yang datang bersama Tedy adalah Luci.

Luci menjadi lebih bersemangat dari sebelumnya.

"Saatnya bertemu dengan calon suamiku," girang Luci. Tapi Tedy justru terlihat miris saat mendengar Luci mengatakan hal itu

***

Di sebuah kamar VIP, rumah sakit Medical Sky

Spider mengintip pelan pada pintu kamar itu, kamar di mana Hans sedang dirawat. Terlihat anak kecil berusia dua belas tahun itu yang saat ini sedang membaca buku dongeng.

Saat itu waktu menunjukkan pukul tiga sore. Setelah menyelesaikan beberapa pekerjaan miliknya, Spider menyempatkan diri untuk mampir sebentar demi menengok keadaan Hans. Bagi Spider, Hans adalah harta karun yang harus dia jaga. Karena dengan harta karun itu dia bisa mendapatkan Luci dengan sedikit lebih mudah.

'Bee pasti akan tersanjung jika aku bisa akrab dengan anak lelaki itu. Jika dia melihatku bisa memberi kenyamanan dan keamanan bagi mereka, bukan tidak mungkin cinta akan tumbuh dengan sendirinya,' batin Spider.

Sementara Spider masih mengintip pada kamar Hans, dua orang pekerja rumah sakit yang bertugas untuk menjaga dan memeriksa rekaman CCTV pun merengut bersamaan.

Dua lelaki itu sama seperti Al dan Rudy (pegawai di kantor Evan) yang sukanya bergossip. Jika di dalam rekaman CCTV mereka melihat ada berita menarik maka mereka akan membicarakannya sampai sepanjang hari.

Nama kedua lelaki itu adalah Wilson dan Ron.

"Hey, Wil, kemarilah!" panggil Ron dengan kikikan yang tak bisa berhenti. Ron adalah seorang lelaki bertubuh atletis dengan tinggi badan ideal. Ron dan Wilson memiliki arah intai CCTV masing-masing.

"Apa?" tanya Wilson dengan tidak antusias. Wilson adalah seorang lelaki berambut jabrik dengan gaya necis dan trendi.

"Kemarilah! Hey, Wil!" Ron terlihat tidak sabaran. Ketika melihat Wilson tidak menanggapi panggilannya, Ron pun menarik kursi putar temannya itu agar bergerak dan mendekat padanya.

"Lihat ini! Bukankah ini Tuan Diamond?" tanya Ron manatap rekaman CCTV di depannya dengan mata berbinar-binar. Bagi Ron setiap berita yang berpotensi menjadi gossip itu adalah hal yang paling berharga di dunia.

"Eh, ya, kau benar, Ron. Apa yang dia lakukan? Perbesar lagi!" perintah Wilson. Lelaki itu mulai sangat bersemangat. Dia pun memajukan kursi putarnya ke depan untuk mengintip rekaman itu lebih teliti.

"Baik akan kuperbesar," jawab Ron lalu menekan sebuah tombol pada layar. Rekaman itu resolusinya berubah menjadi lebih besar.

"Bukankah ini aneh? Salah satu penyumbang dana terbesar di rumah sakit kita mengendap-endap seperti itu?" lanjut Ron sembari menyenggol bahu Wilson tanpa henti.

"Kau benar. dan sikapnya sangat tidak sesuai dengan Tuan Diamond yang kita kenal, yang biasanya terlihat seperti …."

"Mayat hidup!" sahut Ron meneruskan perkataan Wilson. Wilson pun menjentikkan jarinya di udara karena setuju dengan perkataan Ron.

"Ehem, jadi bagaimana kalau kita selidiki soal ini?" Ron menyenggol bahu Wilson lagi.

Wilson pun mengernyit. Di wajahnya terukir ketidak setujuan pada ide Ron yang sangat gegabah itu.

"Kau tidak tau siapa itu Tuan Diamond? Kudengar dia memiliki bisnis gelap di negeri ini." Wilson berbisik seolah-olah takut jika seseorang mendengar perbincangan mereka.

Yeah, karena Wilson bukanlah petinggi negeri, maka lelaki itu tidak akan pernah tau identitas Spider yang sebenarnya. Baginya Spider adalah atasan yang dingin dan tidak memiliki ekspresi, seperti mayat hidup.

"Itulah gunanya penyelidikan, Wil. Jika kita menyelidiki dari titik terkecil kita akan mengetahui siapa itu Tuan Diamond." Ron memantabkan niatnya. "Bagaimana, kau setuju?" lanjut Ron sembari menaikkan alisnya beberapa kali.

"Entahlah. Tapi mari kita coba." Wilson pun berjingkrak karena saking semangatnya. Lalu lelaki itu pun menatap kembali pada layar CCTV. Tapi betapa kecewa sekaligus kaget dirinya setelah melihat bahwa Spider sudah hilang.

"Kupikir kita perlu bersabar jika ingin menyelidikinya." Wilson pun menggeserkan kursi putarnya untuk mendekati CCTV yang dipantau olehnya.

"Kenapa? Apa kau tidak tertarik?" Ron pun menggeserkan kursinya untuk mendekati Wilson.

"Kita kehilangan jejaknya, Bodoh. Dia sudah pergi. CCTV-mu sudah kosong, seperti otakmu," dengus Wilson.

Sementara itu di dalam kamar di mana Hans dirawat, Spider sudah masuk dan berdiri di dalamnya. Hans yang tadinya seerius membaca buku dongeng pun menurunkan buku yang dibaca olehnya, apalagi ketika mendengar seseorang memasuki kamarnya.

"Ah, ternyata kau, Paman. Ada perlu apa? Apa Paman kesusahan mendapatkan hatinya Kak Luci?" tanya Hans yang langsung mampu menebak isi dan maksud dari kedatangan Spider.

Seketika Spider agak tersipu. Siapa bilang Spider itu seperti mayat hidup? Dia itu pemalu, hanya saja lingkungan hidupnya yang membuatnya menjadi kaku dan kejam.

***

avataravatar
Next chapter