webnovel

CHAPTER 12 - Rapat Malam

Sudut pandang Theo

"Theo, bolehkah aku masuk?" tanya seorang pemuda dari balik pengeras suara khusus yang terhubung dari luar pintu ruangan kerjanya.

"Siapa di sana?" tanyanya. Ia sedang merapikan berkas-berkas kertas yang berserakan di mejanya.

"Ini aku Duncan," ucapnya.

"Oh, baiklah. Silakan."

Akhirnya dari balik pintu geser otomatis yang terbuka karena sensor suara Theo, muncullah wujud Duncan yang masih berpakaian rapi dengan dasinya meski waktu sudah tengah malam.

"Kukira kau sudah tidur," ucap Duncan sambil menatap Theo sekilas dan terduduk di sofa di ruangan Theo. "Lembur?"

"Aku sedang merapikan berkas-berkas sebab sudah terlalu penuh di meja kerjaku," sahut Theo dengan pandangan masih tertuju ke sekumpulan kertas bertumpuk.

Sedikit lagi ia selesai merapikan.

Ada pula yang masih ia simpan, ada juga yang ia buang di tempat sampah. Kini tempat sampahnya sudah penuh.

"Kau sendiri tidak tidur?" tanya Theo balik.

"Aku tidak bisa tidur," ucap Duncan.

"Oh."

"Oke selesai," ucap Theo yang langsung menarik kursi gesernya ke depan dan memosisikan dengan sikap sigap. Kedua tangannya menumpu di atas meja. Tatapannya kini beralih ke Duncan yang terduduk di sofa di hadapannya.

"Jadi, um, ada yang bisa kubantu?"

"Tidak, aku hanya ingin mengunjungimu dan oh ya," Tiba-tiba Duncan mengeluarkan sesuatu dari balik saku blazer hitamnya.

Ia pun memberikan secarik amplop surat ke meja Theo.

Tatapan Theo beralih ke benda itu. Lalu digenggamnya amplop putih bersih itu.

"Dari Gerald Pieter. "

"Eh? Mr. Gerald?" gumamku pelan seraya bingung.

"Tadi Mr. Gerald menitipkan surat untukmu," kata Duncan. "Untung kau belum tidur sehingga aku bisa langsung memberimu ini.

"Kau bisa nanti saja untuk bacanya di kala kau sedang sendiri agar lebih tenang," lanjutnya.

Hati Theo pun sama halnya dengan perkataan Duncan. Niat untuk membaca surat inipun ia kesampingkan meski sebenarnya penasaran setengah mati sebab jarang sekali Mr. Gerald memberinya amplop seperti ini. Biasanya ia mengajak Theo mengobrol secara langsung.

"Apa kau masih melatih anak-anak yang mengambil susulan materi?" tanyanya.

"Iya," jawab Theo. "Targetku sampai bulan November sebelum ujian final."

"Itu termasuk latihan teori?"

Theo mengangkat kedua bahunya. "Sepertinya.

"Kau sendiri?" tanya Theo balik.

"Sejauh ini belum ada yang mengajukan susulan materi. Bukankah sebenarnya susulan materi itu tidak boleh, ya?

"Kalau misal tertinggal, ya, tanggung jawab pemain sendiri. Bahkan bisa dipulangkan," lanjut Duncan.

"Aku tidak seperti itu," ucap Theo menolak pernyataan Duncan. "Lagipula mereka kan juga gak mau susulan materi, kan?"

"Selagi mereka mau susulan materi, aku menerimanya."

"Kecuali bagi yang gak lolos, aku biarkan, " lanjut Theo.

"Kau memang berbeda dari yang lainnya, Theo," ucap Duncan.

"Huh?" Theo mengernyitkan dahi.

"Mereka—para pelatih lain termasuk aku pun tidak menerima pemain yang mengajukan materi susulan," kata Duncan.

"Karena itu akan menghambat dan mempersulit diriku atas rencana yang telah kita susun bersama mengenai permainan takdir nanti.

"Aku tidak punya waktu juga sebab jam ku penuh dengan melatih para pemain tentang latihan fisik."

Theo terdiam.

"Aku yakin dalam waktu beberapa bulan ini, semua bisa terkejar sesuai rencana," sahut Theo.

"Iya aku sangat yakin dengan jiwamu yang positif," ucap Duncan. "Tidak apa-apa, Theo. Kau memang luar biasa di antara yang lain."

"Jadi kau ke sini hanya ingin mengatakan itu saja?" tanya Theo dengan lirikan tajam ke arah Duncan.

Duncan terkekeh. "Aku hanya ingin berbincang denganmu sebab sudah lama aku tidak bertemu denganmu sejak kau sibuk dengan pelaksanaan pra-permainan takdir dan memberikan materi susulan."

"Padahal baru seminggu tidak bertemu," ucap Theo.

"Bagiku itu sudah lama," ucap Duncan bersikeras.

"Terserah kau lah," ucap Theo memalingkan pandangannya.

"Baiklah sepertinya malam ini kau butuh istirahat agar energi esok hari lebih semangat," kata Duncan sambil beranjak dari sofa.

Kemudian ia berjalan mendekati pintu geser sensor suara dan melambaikan tangannya ke arah Theo. "Selamat malam, teman."

Theo tidak menjawab. Hanya pandangan datar melihat ke arah lain.

Kemudian sosok Duncan menghilang dari balik pintu geser.

Kini dirinya diselimuti kesunyian malam ditemani barang-barang penting yang memusingkan pikirannya bertahun-tahun. Lalu, benda amplop putih ini hadir di hadapannya.

Pandangannya beralih ke benda berbentuk persegi panjang itu.

Hatinya sungguh merasa tidak siap seperti akan ada sesuatu yang terjadi padanya. Padahal hal itu belum tentu terjadi.

Theo menghela napas.

Ia pun mulai memberanikan diri.

Digenggamnya dan dibukanya hingga menampilkan sepucuk surat di dalamnya. Kemudian dibukanya dan menampilkan tulisan tinta yang indah.

Untuk Theo Zephyr

Halo Theo..

Bagaimana kabarmu? Aku lihat kau semakin sibuk apalagi setelah kau mengurus beberapa pemain yang mengambil susulan materi.

Mengenai susulan materi dan ini termasuk tujuanku dalam mengirimimu pesan.

Aku hargai niatmu menerima susulan materi meskipun ini tidak berlaku sebenarnya. Tapi pastikan bahwa susulan materi ini selesai sebelum Desember. Kau juga harus mengajarkan materi strategi kepada mereka sebelum masuk ke materi teori sebab materi ini tidak bisa dikerjakan secara rangkap. Kuharap kau bisa segera menyelesaikan hal ini agar rencana kita untuk permainan takdir ke-519 tidak tertunda di bulan Januari nanti.

Jika kau tidak menepati hal ini, maka jabatanmu yang akan menjadi taruhannya.

Oh ya, besok pagi kau harus mengawas ujian strategi kelas B selama seminggu penuh ini sebelum kau dapat pemberitahuan atau shift berikutnya.

Itu saja pesan dariku.

Kuharap harimu menyenangkan seperti biasanya.

Salam,

Gerald Pieter

Theo menghela napas, kali ini untuk membuang stres nya.

Apabila dirasakan secara mendalam mungkin kini otaknya berasap. Pikiran mumet kembali menerpa dirinya setelah membaca tiap kalimat dalam surat tersebut.

Mengingat hari sudah tengah malam, memberitahu Eireen dan si kembar Andrei Andrea tidaklah tepat. Kabar ini sungguh mendadak hingga Theo perlu memikirkan sesuatu.

Bagaimanapun dirinya harus memberitahu akan hal ini pagi besok. Dengan cara apapun.

Mengenai target terselesaikannya materi susulan, ia pun berharap agar hal ini cepat selesai. Sebenarnya ia tidak ingin mengambil materi susulan. Akan tetapi suatu hal telah menjanggal di hatinya yang rapuh dan berusaha kuat.

"Gadis itu adalah harapan kasta Shuvidarm," ucapnya di tengah keheningan.

**

1 bulan yang lalu, tepatnya tanggal 28 Juni. Setelah operasi micro-chip terselesaikan. Malam hari yang seharusnya istirahat, kini diharuskan untuk berdiskusi bersama.

Rapat ke-519 dimulai di gedung utama lantai 10 dengan pengawasan yang ketat tentunya.

Mr. Gerald sebagai ketua umum dan wakilnya, Allison yang awalnya adalah sesama pelatih. Namun, mendapatkan promosi jabatan menjadi wakil ketua umum. Lalu lima orang pelatih berkumpul di meja panjang.

Mr. Gerald duduk di kursi depan sebagai pemimpin berjalannya rapat malam ini.

"Selamat malam, semuanya. Terima kasih sudah hadir di rapat ini," ucap Mr. Gerald sopan sambil meletakkan kedua tangannya di atas meja. Pandangannya menatap satu persatu pelatih di hadapannya yang terduduk rapi.

"Pada malam ini, saya mengundang kalian semua untuk membahas rencana kita pada permainan takdir ke-519 ini. Izinkan saya menampilkan peta perjalanan permainan takdir ke-519."

Mr. Gerald pun tampak menggenggam suatu remot yang kemudian menampilkan cahaya hologram visual map perjalanan rencana dari bulan ke bulan.

"Permainan takdir ini akan dilaksanakan pada tanggal 1 Januari. Maka dari itu, setelah operasi microchip, para pemain diwajibkan untuk istirahat dan membiasakan diri dengan chip di otak mereka selama seminggu. Kemudian mereka mulai beraktivitas latihan baik fisik dan teori hingga November. Kurikulum revisi akan diberitahu besok.

"Lalu di Desember, mereka akan melaksanakan Ujian final," lanjutnya.

Kemudian setelah penjelasan panjang lebar, Mr. Gerald mengganti visual cahaya hologram tersebut menjadi visual teknis permainan ujian final.

"Untuk teknisnya, masing-masing pemain dibentuk 4 anggota dalam satu kelompok beserta ketua dan wakil kelompoknya di mana mereka disuguhkan oleh suatu dunia yang asing kemudian mereka diharuskan bertahan hidup di sana.

"Di dunia rekayasa itu, mereka dapat mengambil barang-barang penting yang sekira mereka dapat membantu, seperti pisau belati, senapan serbu peluru karet, dan lainnya yang tersebar di tiap sudut tempat.

"Mereka juga bisa mendapatkan bahan makanan dengan cara berburu.

"Adanya teka-teki akan mengasah mereka dalam berpikir dan merealisasikan apa yang telah mereka pelajari selama berbulan-bulan.

"Ujian final ini dilaksanakan selama enam hari penuh," jelasnya panjang lebar.

"Apakah ada yang ingin ditanyakan sebelum saya melanjutkan penjelasan?" tanya Mr. Gerald kepada seluruh pelatih.

"Apa yang kami lakukan selama ujian final, maksudku seperti apa penilaiannya?" tanya Vionna.

"Nah, itu akan saya jelaskan berikutnya," jawab Mr. Gerald.

"Ada lagi?"

Terjadi keheningan di antara mereka.

"Sepertinya tidak ada, Mr. Gerald," ucap Duncan.

"Baiklah, saya lanjutkan," ucap Mr. Gerald.

"Di ujian final ini, kalian sebagai para pelatih akan menjadi pengawas, yaitu dengan melacak kondisi mereka di monitor. Apabila ada salah satu pemain yang tidak kuat menjalani ujian final atau ada suatu masalah, maka mereka akan segera diangkut dan mengalami kekurangan poin sebesar 40% dari 100%."

"Di sini, kita akan menilai seberapa jauh dan kuat mereka dalam menghadapi masalah di dunia asing. Seberapa tangguhnya mereka dalam bertahan hidup sebelum mereka akan mengalami yang realitanya di Januari."

"Untuk penilaiannya dinilai secara individu dalam kelompok. Jadi tidak akan sama satu sama lainnya."

"Yang berhasil melaksanakan sampai akhir, maka peluang mendapatkan skor tertinggi pun besar," jelasnya.

"Sampai di sini apakah ada yang mau ditanyakan?" tanya Mr. Gerald kembali.

"Pak, saya ingin bertanya. Apabila seorang pemain mendapatkan pengurangan poin sebesar 40% apakah itu berarti dirinya tidak akan lolos ke babak selanjutnya?" tanya George.

"Tentu saja tidak akan lolos. Bahkan pengurangan sebesar 40% akan mengancam posisinya sebagai pemain," jawab Mr. George.

"Apakah di ujian final ini akan diadakan ular sebagaimana seperti permainan di realitanya di bulan Januari nanti?" tanya Jane.

"Belum. Sejauh ini ujian final mencangkup materi yang telah mereka dapatkan selama delapan bulan penuh," jawab Mr. Gerald.

"Oh berarti tidak sama dengan yang permainan takdir ke-518 dan sebelumnya, ya?" tanyanya.

"Iya itu benar sebab yang lalu menurut saya terlalu cepat dan akan menimbulkan perasaan syok dalam diri pemain. Jadi itulah pembaruannya," kata Mr. Gerald.

"Baiklah, dimengerti!" seru Jane.

"Ada yang mau ditanyakan lagi?"

"Untuk tingkat kesulitannya apakah tetap stabil maksudnya masih bisa dilaksanakan dengan baik di ujian final dan permainan takdir di Januari nanti?" tanya Theo.

"Kalau itu akan ada perubahan sedikit mengenai tingkat kesulitannya. Jadi, tiap permainan takdir dari tahun ke tahun berbeda sehingga di situlah letak keseruannya," jawab Mr. Gerald.

"Menurut saya, sebaiknya untuk tingkat kesulitannya masih wajar agar adil seperti yang telah mereka pelajari sebelum-sebelumnya," jelas Theo.

Mr. Gerald terdiam sejenak dan seketika tersenyum. Lalu berkata, "Terima kasih atas saranmu, Theo. Akan kita bahas kembali saat rapat selanjutnya setelah ujian final."

Theo hanya terdiam. Sejenak menampilkan senyuman tipis yang menandakan mengerti atas perkataan Mr. Gerald.

"Baiklah segini saja rapat malam ini. Karena kalian juga harus beraktivitas esok pagi. Jadi, saya akhiri saja rapat ini. Terima kasih semua!" ucap Mr. Gerald.

Rapat malam pun selesai dengan titik topiknya mengenai ujian final.

Halo, terima kasih ya sudah membaca cerita aku. Kalian sangat memotivasi aku untuk terus menulis lebih baik ^_^

Jangan lupa tambahkan ke library jika kalian suka yaa!

Have a nice day y'all!

angelia_ritacreators' thoughts