16 Merayu Nia. Berhasilkah?

"Srshh"

Suara gemericik air menggema di toilet wanita. Gadis yang rambutnya di jepit itu mencuci wajahnya berkali kali hingga tak tampak habis menangis. Nia menatap pantulan wajahnya yang menyedihkan lalu menghela napas. Tangannya terkepal kuat mengingat perlakuan Mela dan teman-temannya.

"Mela, suatu saat aku akan membalasmu!" gumam Nia kesal. Manik coklatnya memerah menahan amarah dan sakit hati yang terpendam. Selama ini Nia selalu berusaha melawan, tapi Mela selalu berhasil membuatnya tak berdaya. Apalagi ia tak punya seseorang yang membelanya.

Selesai mencuci muka, ia keluar dari toilet dengan menunduk. Nia terlonjak saat tubuhnya menabrak seseorang dan hampir jatuh. Ternyata ia menabrak Kevin dan pemuda itu dengan cekatan menahan punggung Nia agar tak jatuh.

"Hati-hati nona," kata Kevin lembut. Bibirnya tersenyum menatap Nia yang begitu dekat dengannya. Dari jarak ini, ia dapat menelisik wajah Nia lebih jelas. Refleks Nia mendorong tubuh Kevin menjauh darinya.

"Jangan modus kamu," ketus Nia lalu melengos meninggalkan Kevin. Kaki jenjangnya melangkah ke perpustakaan. Kevin tersenyum dan mensejajarkan langkahnya dengan Nia. Gadis itu menghentikan langkahnya menyadari Kevin mengikutinya. Ia menatap tajam Kevin. "Berhenti mengikutiku," ujarnya dingin.

"Aku tidak mengikutimu, aku mau ke arah sana." Kevin mengelak, jarinya menunjuk sembarang arah lalu kembali mengekori Nia. Pemuda itu sesekali melirik paras Nia. Senyum tak luput dari wajah tampannya seolah menatap Nia adalah hal paling membahagiakan.

Langkah Nia berhenti di pintu perpustakaan. Begitu juga dengan Kevin. Ia berhenti tepat disamping Nia. Nia semakin jengah dengan sikap Kevin yang menurutnya menganggu. Kepala gadis itu mendongak dan memberi tatapan membunuh.

"Bisa berhenti mengikutiku?"

"Siapa yang mengikutimu? Aku mau pinjam buku," bohong Kevin dan buru-buru masuk ke perpustakaan. Ia mengambil buku asal dan pura pura membacanya. Nia menggelengkan kepala dan mencari buku yang menarik.

Perpustakaan sekolah ini cukup luas.

Lantainya terbuat dari kayu jati coklat tua. Terdapat banyak rak buku berisi berbagai macam buku dan disetiap rak ditulis berbagai tema untuk memudahkan mencari buku.

Perpustakaan ini mempunya meja dan kursi yang bisa digunakan siapa saja yang ingin membaca di perpustakaan. Lalu terdapat dua dispenser untuk yang haus. Tentu disini tidak boleh makan, hanya boleh minum air putih. Udaranya juga sejuk, cocok untuk membaca buku atau tidur.

Hari ini perpustakaan lengang, hanya ada beberapa anak yang membaca buku. Bagus untuk Nia yang ingin menyendiri. Setelah memilih buku yang Nia inginkan, ia duduk dan membaca bukunya dengan tenang.

"Wah kau suka baca buku biografi?" tanya seseorang di sampingnya. Tiba tiba saja Kevin sudah ada disamping Nia membawa komik. Nia tak menanggapi Kevin dan terus membaca. Manik coklatnya berbinar saat melihat prestasi yang dimiliki penyanyi-penyanyi di buku. Ia berhayal andai saja dirinya menjadi penyanyi sukses.

Kevin cemberut karena tak digubris. Ia melirik buku yang Nia baca. Isinya penyanyi-penyanyi terkenal di dunia. Ia ingat pertemuan pertamanya dengan Nia, ia bertemu di ruang paduan suara. Sekarang Kevin paham kenapa gadis yang rambutnya berponi itu antusias membaca biografi mereka.

"Taylor Swift. Ah aku tau dia. Aku suka beberapa lagunya," tutur Kevin. Nia menoleh sekilas dan lanjut membaca meski telinganya mendengarkan ucapan Kevin. "Kamu suka siapa?" tanya Kevin penasaran.

"Taylor Swift. Kamu tau lagu mean?" tanya Nia. "Mungkin. Aku sering lupa judul tapi ingat liriknya."

"You can take me down, with just one single blow. But you don't know. What you don't know. Someday I'll be, big enough so you can't hit me. And all you're ever gonna be is mean." Nia menyanyikan penggalan lagu Taylor Swift-Mean. Bibir tipisnya mengeluarkan melodi yang menggelitik telinga Kevin. Ia seperti tertawan oleh paras cantik dan suara memikat Nia.

"Itu lagunya, kau tau?" tanya Nia. Gadis itu menautkan kedua alisnya saat Kevin menatapnya. Ia menjentikkan jarinya menyadarkan Kevin. Pemuda itu gelagapan dan menjawab 'ya aku tau'.

"Kalo aku, paling suka lagunya yang Eyes open. Suaraku tidak sebagus kamu, tapi aku akan menyanyikannya. And nobody come to save you now. But you've got something they don't. Yeah you've got something they don't. You've just gotta keep your eyes open."

Nia tertegun saat Kevin menyanyikan penggalan lirik itu. Ia serasa terpampar dengan tiap bait yang terdapat dalam lagu. Ia tersenyum menyadari kebodohannya. Nyanyian Kevin membuat setitik api semangat menyala di hatinya. Kevin terkejut melihat Nia senyum.

"Kamu senyum?" Kevin melongo. Ia terpana pada senyuman Nia. Baru kali ini ia melihat senyuman Nia.

"Eh? Tidak," sangkal Nia lalu menutupi wajahnya dengan buku.

"Kamu tadi senyum. Wah cantik sekali. Ayo Nia coba senyum lagi."

"Apaan sih? Sana jauh jauh!" ujar Nia risih dengan Kevin yang berlebihan. Seolah senyumnya hal menggemparkan yang akan mengubah dunia. Memang mengubah dunia, dunianya Kevin.

"Ayo dong senyum lagi. Tadi senyummu manis sekali." Kevin masih memaksa Nia. Ia mengatupkan kedua tangannya membentuk permohonan tapi tak digubris. Ia berkali kali meminta Nia tersenyum lagi. Suara Kevin menimbulkan kegaduhan hingga penjaga perpustakaan menghampiri mereka.

"Ehem dilarang berisik", ujar penjaga perpustakaan. Ia membetulkan kacamata tebalnya yang turun sambil menatap tajam mereka.

"Maaf bu." Nia membungkuk sopan. "Kau sih berisik. Jangan ganggu. Aku mau baca lagi," kata Nia setelah penjaga perpustakaan pergi.

Nia kembali membaca buku sementara Kevin kembali mengamati wajah Nia. Ia tak bisa berpaling dari mata cerah dan bibir ranum Nia. Waktu serasa berhenti tiap kali menatapnya. Bahkan telinganya tak dapat mendengar hal lain selain gumaman dan suara napas Nia.

Nia sadar ditatap Kevin. Ia memukul pelan meja dan menatap tajam Kevin. Pemuda itu agak ciut mendapat tatapan menyeramkan Nia. Tapi ia menutupinya dengan cengiran.

"Sebenarnya kau ke perpustakaan untuk apa sih? Membaca buku atau hal lain?" Nia menyilangkan tangannya, menatap Kevin kesal. Sebenarnya ia tak masalah ada Kevin di dekatnya. Yang jadi masalah, tatapan Kevin yang seakan ingin melahapnya. Ia tak biasa dipandang terlalu lama. Tiap kali ada orang yang memperhatikannya, otaknya langsung berpikir negatif.

"Tentu saja membaca," ujar Kevin semangat. Ia membusungkan dadanya sombong.

Alis Nia terangkat sebelah. "Membaca? Daritadi aku tidak melihatmu membaca buku". Nia bahkan bisa melihat dengan jelas komik yang ia bawa, tergeletak di meja, tak tersentuh. Gadis poni itu tak paham dengan jalan pikiran Kevin.

"Aku benar membaca kok. Membaca isi hatimu, Nia."

Seketika mood Nia turun. Ia menatap jijik Kevin seperti melihat tumpukan sampah. Kenapa ada orang yang merayu dengan cara menjijikan seperti ini? Bulu kuduknya langsung merinding setelah mendengar perkataan pemuda mata sipit itu. Kalo boleh, Nia mau muntah sekarang juga.

avataravatar
Next chapter