webnovel

Dia Sempurna

•Dia sempurna dengan caranya sendiri• Bagi Anya, Areel adalah sosok laki-laki sempurna dibalik sifat dinginnya. Tersimpan sejuta rahasia dibalik tatapan tajam miliknya. Hal itu berhasil membuat Anya penasaran untuk mengusiknya. Namun bagi Areel, Anya hanyalah gadis bodoh, berisik, juga ceroboh. Bertemu dengan Anya merupakan kesialan di hidupnya. Namun tanpa sadar, mereka dipertemukan oleh takdir untuk saling menyembuhkan luka satu sama lain.

Wiwi_Rahayu · Teen
Not enough ratings
8 Chs

Superhero

Motor Areel berhenti tepat di depan pagar berwarna emas yang menjulang tinggi menghalangi rumah yang begitu mewah dari luar. Segera ia memberi kode agar perempuan yang sejak tadi duduk di belakang sana segera turun.

"Turun, Putri," ujar Areel ketika Putri terlihat enggan untuk turun.

Putri menghela napas berat namun tetap mengikuti perintah Areel. Segera ia turun dari motor dan berdiri tepat di samping Areel.

"Padahal gue masih pengen main sama lo, Kak," ujar Putri murung. "Udah malam. Ntar orangtua lo nyariin."

"Kak!"

"Nggak usah dibahas. Gue cabut dulu."

Putri menggeleng cepat. Langsung menahan lengan Areel saat laki-laki itu ingin menarik gas motornya.

"Lo nggak mau mampir dulu?" tanyanya kemudian.

Areel menatap Putri datar, "Jangan tanya sesuatu yang lo udah tau jawabannya."

"Gue juga capek, Kak." Putri menundukkan kepalanya. Kepalanya selalu saja memikirkan hal tersebut. Sesuatu yang berhasil membuat perasaan iri dalam dirinya terus saja keluar.

"Nggak usah mulai." Areel kembali menyalakan motornya lantas melirik Putri. "Gue pergi.

Putri hanya menatap nanar motor Areel yang perlahan menjauh dari pandangannya. Satu tetes air mata mengalir melalui pipinya namun segera ia hapus sebelum akhirnya ia membuka pagar dan melangkah masuk ke rumahnya.

Ketika membuka pintu, ia langsung disambut dengan aroma masakan kesukaannya dari dapur. Langsung saja Putri berlari ke arah dapur. Tersenyum ceria ketika menemukan wanita terhebat dalam hidupnya.

"Mama!" seru Putri langsung memeluk wanita tersebut dari belakang membuat wanita itu hamper saja menjatuhkan spatula yang ada dalam genggamannya.

"Duh, kamu bikin kaget aja." Intan—mama Desti berbalik badan dan mengecup pipi Putri. "Kamu dari mana aja?"

"Aku, 'kan udah ngomong ke Mama. Tadi aku keluar kerja tugas buat MOS besok."

"Oh. Mama nggak dengar tadi. Kamu kerja tugas sama siapa?"

Putri terdiam beberapa saat sebelum akhirnya menjawab dengan suara pelan. "Teman, Mah."

Intan menyepitkan mata, "Beneran sama teman?"

Putri mengangguk, "Iya. Kalo gitu, aku ke kamar dulu, Mah."

Putri segera berlari menuju kamarnya sebelum Ana bertanya lebih jauh. Ia tak menginginkan jika terus saja berbohong kepada mamanya tetapi Putri tidak punya pilihan lain karena ia tidak ingin jika Putri dan Areel tidak bertemu lagi.

Putri benar-benar tidak menginginkannya.

***

Areel segera menekan nomor lift ke lantai lima. Saat tiba, ia segera berjalan menelusuri koridor apartemen dan berhenti tepat di depan kamar paling ujung dekat balkon. Tangannya bergerak memasukkan kode, menimbulkan sebuah suara.

Saat pintu terbuka, Areel langsung disambut dengan indahnya kesunyian di dalam sana. Tidak ada tanda-tanda kehidupan membuatnya menghela napas panjang lalu melangkah menuju kamar sebelah kanan.

Areel langsung menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Menatap langit-langit kamar yang dipenuhi dengan puluhan rumus fisika. Bukan hanya langit kamar, hamper semua dinding kamar Areel dipenuhi dengan berbagai pilihan rumus seakan laki-laki itu dimabuk mata pelajaran yang banyak dibenci oleh orang di luar sana.

Areel segera mengganti pakaiannya dengan kaos hitam serta celana pendek dengan warna senada. Ia memilih duduk di meja belajar dan mulai fokus membaca buku yang tidak sempat dibacanya di sekolah tadi.

Beberapa menit berlalu, tiba-tiba saja ponsel Areel bunyi, menandakan pesan masuk. Dengan malas, ia meraih ponselnya dan mengecek seseorang yang berhasil mengganggunya.

Areel mendengus setelah membaca pesan yang ternyata di kirim oleh seseorang yang berhasil menganggu hidupnya dua hari belakangan ini. Perempuan aneh yang tiba-tiba saja muncul di hadapan Areel dan melakukan tindakan yang membuat emosinya berhasil terpancing.

Areel mengabaikannya dan kembali membaca buku di depannya.

***

"Aaaa! Kok pesan Anya masih nggak dibalas, sih?!" teriak Anya sembari memperhatikan layar chat di ponselnya.

Anya merasa kesal ketika Areel kembali mengabaikan pesannya padahal tadi sore ia sudah memberikan Areel kartu internet. Jika tahu seperti ini jadinya, Anya lebih baik menggunakannya sendiri karena paket internetnya akan habis.

"Kak Areel ngeselin banget, sih. Apa susahnya coba balas pesan Anya. Nggak usah panjang-panjang deh atau nggak usah pake teks deh. Kirim stiker love aja Anya udah senang bukan main."

Anya langsung membuang ponselnya di atas kasur lalu beralih duduk di meja belajar. Melupakan sejenak masalah percintaannya karena saat ini ada hal yang lebih penting. Anya lupa mengejakan tugas yang diberikan oleh kakak kelas untuk membuat surat cinta untuk pengurus OSIS karena besok adalah hari terakhir menjalankan kegiatan MOS.

Meski kesal dengan Areel, Anya tetap memilih Areel sebagai tokoh utama dalam surat cintanya. Ia menuangkan seluruh isi hatinya untuk laki-laki tersebut agar dunia tahu betapa Anya mencintai salah satu rakyat Indonesia.

Setelah hampir satu jam menghabiskan waktunya di meja belajar, Anya tersenyum lebar setelah membaca ulang surat cinta yang berhasil tercipta dari tangan mungilnya. Segera ia menyimpannya ke dalam tas lantas berlari keluar kamar saat mendengar suara mobil milik ayahnya.

"Ayah!" seru Anya langsung memeluk Radit dengan erat.

Radit tersenyum lantas membalas pelukan Anya tidak kalah eratnya. Melihat putrinya baik-baik saja membuat Radit merasa lega dan beban dipundaknya seakan-seakan terangkat begitu saja.

"Anya udah makan?" tanya Radit setelah melepaskan pelukannya dan beralih mengelus rambut panjang Anya.

Anya menggeleng pelan, "Anya tunggu Ayah pulang."

"Yaudah, kita makan sama-sama, ya. Ayah beli nasi padang kesukaan Anya."

"Yeyyy!" Anya berteriak girang lantas menarik lengan Radit menuju meja makan.

Sembari menunggu Radit menyiapkan makanan, Anya bersenandung ceria di meja makan dengan tangan telah siap memegang sendok. Anya tersenyum memperhatikan Radit, langsung dibalas laki-laki itu setelah duduk di depan Anya.

Mereka makan dalam diam sebelum akhirnya Anya membuka pembicaraan membuat Radit hampir saja tersedak makanannya sendiri.

"Ayah, Anya jatuh cinta."

Radit menatap Anya sedikit tidak percaya, "Anya serius? Siapa orangnya? Dia baik? Ayah kenal?"

"Satu-satu dong." Anya menatap Radit serius. "Anya serius, Yah. Dia kakak kelas Anya di sekolah baru. Orangnya baik tapi cuek jadi baiknya nggak kelihatan."

"Dia juga suka sama kamu?"

Anya menggeleng lemah, "Enggak. Cuma Anya yang suka. Sad banget, ya, Yah. Anya suka sendiri."

Radit terkekeh geli, "Ini beneran cinta, 'kan? Bukan cinta yang Cuma bertahan satu minggu terus hilang gitu aja."

"Ihh, bukan! Anya benar-benar cinta. Bukan cinta sesaat kayak dulu."

Selain Kayla dan Rasya, kebiasaan kisah cinta Anya juga diketahui oleh Radit karena dari dulu Anya selalu cerita kepada laki-laki tersebut. Tidak ada hal yang Anya tutupi dari Radit, termasuk kisah cintanya.

"Ayah percaya. Tapi Anya harus jaga diri, ya. Jangan langsung mau kalau diajak pacaran sama orang yang baru Anya kenal. Ayah nggak bisa ada di samping kamu dua puluh empat jam, jadi Anya harus jaga diri karna sekarang Ayah cuma punya Ayah."

Anya menatap sendu Radit, "Ayah nggak perlu khawatir. Anya udah besar kok. Udah bisa jaga diri. Anya juga punya Kayla yang selalu jagain Anya."

Radit berusaha tersenyum lantas menggenggam tangan kiri Anya. "Anya harus janji sama Ayah. Anya nggak boleh nangis. Kalau ada yang bikin Anya nangis, langsung bilang sama Ayah, ya."

"Siap, Ayah." Anya langsung berdiri dari kursinya dan berlari memeluk Radit. "Anya sayang Ayah."

Radit membalas pelukan Anya. "Ayah juga sayang Anya."

Satu hal yang Anya paling syukuri di dunia ini. Anya memiliki seorang superhero dalam hidupnya. Seseorang yang membuat Anya bertahan melewati berbagai pahitnya kehidupan yang telah berlalu ataupun yang akan datang nantinya.

Anya sangat beruntung. Sungguh beruntung. Di saat semua orang meninggalkan Anya dengan perlahan, ada Radit yang selalu di sampingnya. Selalu menjadi penguat dalam hidup Anya.