16 Kecewa

Ari terbangun dari tidurnya, lengannya terasa kesemutan seperti tertindih benda berat. Ari menoleh ke samping, pantas terasa berat, Jesika tertidur di sampingnya dan menggunakan lengan Ari sebagai bantalnya. Jesika tidur nyenyak, sepertinya ia terlalu lelah.

Ari mengambil ponsel menulis sebuah pesan untuk Winda. Kesempatan, saat Jesika belum bangun dari tidurnya.

"[Sayang, nanti malam Aku jemput ya? kita makan malam bersama.]" Isi pesan Ari.

Monika menggeliat, ia membuja matanya perlahan. Ari sudah bangun lebih dulu. Ia sedang memainkan ponselnya.

"Sayang, kamu sudah bangun? kenapa tak bangunkan Aku juga?" ucap Jesika manja seraya memeluk Ari yang duduk membelakanginya.

Ari segera meletakkan ponselnya dengan gugup di meja sebelah tempat tidur, takut Jesika melihat. Tapi terlambat, Jesika menyadari itu.

"Kenapa? Kamu menghubungi siapa? Mana ponselmu?" Jesika mulai mengintrogasi.

"Uhm, itu dari adikku, dia minta uang lagi tapi uangnya baru saja Aku pakai buat bayar sewa rumah ini." Ari mencari alasan dengan suara yang dibuat gelisah untuk menarik perhatian Jesika.

"Tenang sayang, nanti pakai uangku dulu."

"Thanks sayang, Kamu yang terbaik." Ari berbalik untuk mencium kening Jesika.

Setelah Jesika pulang, Ari melihat lagi ponselnya. Belum ada jawaban dari Winda, maka dia memutuskan untuk menghubunginya.

***

Winda sedang dalam perjalanan pulang, dia merasa lelah hari ini pulang sore. Winda melihat jam pada ponselnya, pukul 17.30 wib.

Ponsel berdering saat Winda akan memasukkannya kembali ke dalam tas. Winda melihat panggilan dari Ari.

"Halo" jawab Winda datar.

"Kamu lagi apa? kenapa tidak membalas pesanku? apa kamu sedang melakukan sesuatu yang tidak Aku suka?" tanya Ari beruntun, dia selalu saja curiga dengan Winda jika sulit di hubungi atau tidak menanggapi pesannya.

"Tadi Aku masih sibuk di tempat kerja karena tiba-tiba pasienku terluka. Maaf Aku belum membaca pesanmu" jelas Winda dengan sabar.

"Lain kali jangan begitu, Kamu juga harus memperhatikan pacarmu. Nanti malam Aku jemput," Ari terdiam sesaat, dia teringat sesuatu, mobilnya masih terparkir di Rumah Sakit. "Ehm, nanti kamu ke rumahku saja, kita makan di rumah."

"Tapi hari ini Aku lelah sekali, sekarang Aku masih di perjalanan pulang" Winda menjawab dengan tak bersemangat, ia benar-benar lelah.

"Kalau begitu langsung saja ke rumah sekarang, Aku tunggu" Ari menutup ponselnya tanpa memberi kesempatan Winda untuk menjawab. Ucapannya adalah perintah yang harus segera dilakukan.

Huuffft ...

Winda menghela nafas panjang, dia ingin terus pulang tanpa menuruti permintaan Ari. Namun, kemudian ponselnya berbunyi lagi, ada pesan dari Ari. Ari mengancam akan datang ke rumah Winda membuat keributan seperti orang gila yang sedang merindukan kekasihnya jika Winda tidak datang ke rumahnya sekarang juga.

"Seperti anak kecil, dasar!" keluh Winda.

Akhirnya Winda berbalik arah untuk pergi ke rumah Ari, dia hanya tidak ingin membuat Bundanya cemas jika Ari tiba-tiba datang ke rumahnya dan membuat keributan. Winda tidak ada pilihan.

Ari menyambut Winda di depan pintu rumahnya, Ari memeluk Winda sambil membisikkan kata sayang kemudian mengajak Winda masuk ke rumah untuk makan bersama. Ari sudah memesan makanan secara delivery order, mereka berdua makan bersama. Setelah selesai makan Winda beres-beres meja dan duduk santai di ruang TV mengobrol dengan Ari.

"Sayang, tadi pagi pulang kerja Kamu di jemput siapa?" tanya Winda.

Ari menjadi gugup tapi dia segera mengatasinya. "Kamu lihat Aku sayang? kok tidak panggil?" tanya Ari hati-hati.

"Tidak, bukan aku tapi Intan yang lihat Kamu, dia bilang sama Aku kalau Kamu di jemput seorang Wanita. Apa Vindri sepupumu itu datang kesini? tadi siang Aku ke sini tapi Kamu belum pulang juga" papar Winda.

"Eem i-iya, Vindri yang jemput Aku tadi pagi, Hehehe" tawa Ari yang dipaksakan.

Ari kemudian mengalihkan topik pembicaraan sebab dia takut kalau Winda terlalu banyak tanya nanti bisa ketahuan. Bagaimanapun Ari masih menyukai Winda, sebab dulu tidak mudah bagi Ari untuk mendapatkan Winda dan bagi Ari, Winda adalah wanita yang mempunyai keunikan yang membuatnya nyaman.

Ari mendekat ke Winda, dia coba memanfaatkan kesempatan yang ada, Ari mencium bibir Winda dengan penuh gairah dan Winda perlahan membalasnya. Lama kelamaan tangan Ari mulai menjelajah ke arah bawah. Winda segera menghentikan tangan Ari untuk tidak melewati batas aman, tapi Ari sedikit memaksa, dia mulai dikuasai nafsunya. Winda tidak tahan lagi.

Plaaakk ...!

Winda menampar pipi kiri Ari dengan kuat hingga meninggalkan bekas memerah di pipinya. Winda segera berundur, dia mengambil tas dan bersiap untuk pergi keluar dari rumah tersebut.

"Berhenti! kenapa Kamu menamparku? bukankah Wajar sepasang kekasih melakukan hal seperti itu? dan lagi kita sudah lama bersama" teriak Ari menahan marah karena di tampar, dia merasa harga dirinya di injak-injak karena mendapat penolakan.

Bagaimana bisa Winda menolaknya. Sedangkan Jesika saja dengan senang hati memberikan apa yang ia inginkan.

"Apa? wajar kata Kamu? bagiku sebuah hubungan dan waktu tidak bisa di jadikan tolak ukur atau alasan untuk melakukan hal tak senonoh seperti itu" Winda berjalan keluar, sebelum keluar dari pintu Winda menoleh ke belakang, "Aku kecewa!" ucap Winda dengan tatapan sedih.

Winda segera pergi dari rumah itu secepat mungkin. "Hah! tidak ku sangka itu yang ada di fikirannya" Winda mengerutu dengan rasa kecewa.

Aku pikir selama ini kita beesama dia tau betul apa yang selalu aku jaga dan pertahankan. Toh jika dia memang cinta kepadaku bukan karena nafsu, nantinya dia akan mendapatkan semua yang aku miliki, saat aku sudah sah menjadi miliknya seutuhnya. Aku sangat kecewa! Kata Winda dalam hati.

Sesampainya Winda di rumah, dia bergegas membersihkan diri dan terbaring di tempat tidurnya. Winda kecewa, ternyata pria yang coba dia pertahankan nyatanya berkelakuan sama seperti pria-pria mesum di luaran sana.

Winda kemudian berdoa kepada Sang Pencipta untuk memberinya petunjuk, jika memang dia yang terbaik pertahankanlah tapi jika menurut Tuhan dia tidak baik untuknya maka jauhkanlah.

Sesaat kemudian ada pesan masuk.

"[Besok datanglah lebih pagi, Aku butuh banyak bantuanmu.]" isi pesan dari Luis.

"Baiklah" Winda membalasnya.

Winda meletakkan ponselnya di meja, dan berbaring sambil menutup mata hingga akhirnya ia benar-benar terlelap.

***

Keesokan harinya pukul 06.30 wib Winda sudah sampai di Kediaman keluarga Adijaya. Winda segera masuk ke ruangan Luis. Luis masih tertidur di ranjangnya, Winda mendekat ingin memastikan kalau Luis apa benar masih tidur? matanya masih terpejam. Winda tersenyum mengamati wajah Luis, wajah baby face yang dia miliki saat tidur begituu imut. Saat Winda sedang mengamati Luis, tiba-tiba dia terbangun.

"Sudah puas memandangnya?" tanya Luis dengan senyum mempesonanya.

Winda gelagapan merasa malu sebab tertangkap basah sedang memperhatikannya. Luis sedikit tertawa melihat ekspresi Winda.

"Ini bukan kali pertama Kamu melakukan itu. Kenapa? Apakah Kamu mulai tertarik kepadaku?" Luis tersenyum menggoda.

"Ehmm, itu ..."

Winda semakin tersipu malu mendengar pertanyaan Luis. Dalam hati Winda mengutuki dirinya sendiri yang begitu ceroboh curi pandang ke pasiennya.

avataravatar
Next chapter