17 Heartbeat

Suasana menjadi aneh, tiba-tiba rasa canggung menyelimuti Winda. Ia menjawab dengan gugup.

"Eerm, kenapa Kamu memintaku datang lebih pagi?" Winda berdiri melihat sudut lain ruangan itu, mencoba mengalihkan pertanyaan Luis sebab Winda tidak tau harus menjawab apa. Winda benar-benar merasa malu tertangkap basah oleh pemilik wajah baby face itu.

Luis tersenyum simpul, "Bantu Aku buka baju dan antar Aku ke kamar mandi." perintah Luis.

"Jangan mengerjaiku, kaki kamu sudah sembuh, Kamu bisa jalan sendiri tanpa bantuan" Winda tidak mau tertipu lagi.

"Hahaha ok, tapi tanganku terluka jadi ..." Luis menjulurkan telunjuknya dan mengisyaratkan Winda untuk mendekat.

Winda akhirnya mengalah dan membantu Luis membuka bajunya. Hanya baju, untuk bagian bawah pasti Luis bisa membukanya sendiri. Kata Winda dalam hati.

Winda juga membantu Luis mengenakan kemeja dan setelan jasnya, setelah pasienya itu selesai mandi. Saat Winda memakaikan Luis dasi, mereka begitu dekat membuat Luis leluasa meneliti setiap inci wajah Winda, begitu pun Winda merasakan jantungnya berdetak tidak karuan hingga di akhir pemakaian dasi mata mereka saling bertemu.

Lub dug ... Lup dug ...

Detak jantung mereka seakan berdetak lebih kuat dari biasanya. Mereka saling buang muka ke sisi lain begitu menyadari suasana canggung tersebut.

Winda membantu memakaikan sepatu di kaki Luis. Pria tersebut tersenyum puas dan berharap dalam hatinya bahwa wanita inilah yang kelak akan selalu membantunya berpakaian setiap hari.

"Winda, besok hari terakhir Kamu menjadi perawat pribadiku. Tapi besok Aku ada urusan bisnis luar negara, Aku harap Kamu bersedia ikut" kata Luis penuh harap.

"Ah, tapi ..."

"Kamu hanya perlu bilang ok, smuanya Aku yang uruskan. Anggap saja besok Kamu berlibur setelah seminggu sabar merawatku" Luis coba membujuk.

"Ok," ucap Winda agak ragu. Seketika wajah Luis berseri-seri seperti menang hadiah besar. "Tapi tidak hanya kita berduakan yang pergi?" tanya Winda merasa tidak nyaman jika cuma pergi berdua.

"Kita pergi bertiga dengan Niko, kamu tenang saja di Malaysia nanti kita bermalam di rumah kakak perempuanku." jelas Luis, seperti dia tahu akan kekhawatiran Winda.

Winda pun hanya bisa mengangguk pasrah, Anggap saja ini tugas terberatmu di hari terakhir kerja sebagai perawat pribadi Winda, ucap Winda dalam hati untuk menenangkan dirinya sendiri.

Hari ini Luis mengajak Winda pergi menemaninya ke kantor, sebelum ke kantor Luis singgah terlebih dahulu ke sebuah butik, dia ingin membelikan Winda beberapa baju sebagai hadiah. Saat mobil hitam yang di kendarai Niko menepi untuk parkir, Winda melihat sekilas bayangan Ari keluar dari butik di gandeng oleh wanita berbaju seksi menuju mobil silver miliknya di tempat parkir ujung. Winda coba menerjemahkan sosok wanita tersebut.

Siapa wanita itu, jelas itu bukan Vindri sepupunya Ari, sebab Vindri selalu berpakaian sopan meski bodynya begitu indah untuk di pamerkan. Siapa ya? Batin Winda.

Winda kemudian mengambil ponsel dan menghubungi Ari namun tidak dijawab, lalu Winda mengirim pesan, tapi Ari menjawab jika dia sedang dinas di Rumah Sakit. Akhirnya Winda tersenyum setelah membaca pesan tersebut. Padahal Ari berbohong sebenarnya pria yang dilihat Winda tadi memang Ari dan Jesika.

Ah sepertinya aku salah lihat. Rupanya itu orang yang mirip dengan Ari. Kata Winda dalam hati. Ia merasa lega.

Winda masuk ke dalam butik bersama Luis, Niko memilih untuk tinggal di mobil dan tidak mengganggu Quality time Tuannya. Luis menyuruh Winda memilih pakaian yang akan dia kenakan untuk menemani Luis ke kantor, Winda menolak sebab dia merasa nyaman-nyaman saja mengenakan baju seragam perawatnya, tapi Luis memaksa, dia bilang, "Jangan mempermalukanku, nanti Aku dikira punya penyakit parah sehingga harus dikawal perawat pribadi" Luis beralasan.

"Aku kira selama ini kamu bangga pakai perawat pribadi, kenapa tiba-tiba jadi malu" senyum Winda mengejek.

Mungkin Luis hanya ingin menjaga wibawanya di depan para karyawan pikir Winda. Luis hanya membalasnya dengan mengangkat bahunya sambil memperlihatkan senyum mempesonanya. Untuk beberapa detik jantung Winda berdebar lebih kuat.

Winda melihat lihat beberapa model baju beserta warna, semuanya nampak bagus menurut Winda, itu terlihat dari sinar matanya dan caranya tersenyum saat melihat baju-baju tersebut. Semuanya bagus hingga Winda tidak bisa memilih. Luis menyuruh pelayan butik untuk membungkus semua baju yang sudah dilihat Winda tapi lagi-lagi Winda menolaknya, itu terlalu membazir menurut Winda. Akhirnya Winda memilih satu dress berwarna toska dengan motif batik, lengan pendek, dada tertutup, sedikit mengecil di pinggang namun melebar ke bawah lutut. Winda berdiri di depan cermin, dia nampak manis dengan rambut di kuncir kuda. Akan tetapi Luis yang tiba-tiba telah berdiri di belakangnya menarik ikatan rambutnya, membiarkan rambut lurus sepunggung Winda terurai.

"Seperti ini lebih mempesona" bisik Luis di telinga Winda sambil mengaitkan beberapa helai rambut Winda ke belakang telinga.

Winda merasakan hal yang aneh, tubuhnya seperti tersengat listrik, hangat, mendebarkan, kalimat sederhana yang memberikan efek seperti obat dopamin, menenangkan.

Dua puluh menit kemudian mereka sampai di kantor Luis, semua karyawan mulai dari pintu masuk sampai ke ruang kerja Luis menatap Winda dengan penasaran. Selama Luis mulai memimpin perusahaan, belum pernah ada satu wanita pun dalam kehidupan pribadinya diajak ke kantor. Karyawan perusahaan tersebut mulai membicarakan Direktur Utama dan wanita tersebut di belakang.

"Siapa wanita yang bersama Direktur? Wanita itu cantik ya? sangat serasi dengan Direktur."

"Apakah itu kekasih Direktur? apakah ini berarti mereka akan menikah?."

"Wanita itu jelek, tidak sepadan dengan Direktur." ucap para karyawati yang suka nyinyir.

"Direktur tidak pernah terlihat berkencan dengan wanita manapun, mana mungkin itu kekasihnya. Cepat tanya asisten Niko, dia pasti tahu."

"Aku tidak berani, aku tidak mau kena masalah."

Para karyawan bergosip di belakang Direktur, mereka berbicara sesuka hati mereka sendiri padahal belum tahu kebenarannya. Luis menyuruh Winda duduk menunggunya di sofa dalam ruangannya, sementara itu Luis berjalan keluar karena melihat sedikit kehebohan yang dilakukan para karyawannya yang sedang berkerumunan.

"Apa yang terjadi?" tanya Luis dengan suara berwibawanya. Semua karyawan terdiam tidak ada yang berani bergosip lagi setelah mendengar suara Luis.

"Jangan lihat yang tak perlu kalian lihat,Jangan berbicara yang tak perlu dibicarakan, satu lagi jangan urusi yang bukan urusan kalian! kalian disini dibayar untuk kerja bukan bergosip" ucap Luis dengan tegas.

Begitulah Luis yang selalu keras kepada bawahannya, tapi jika di luar jam kerja dan tidak sengaja bertemu di luar, dia akan sangat bersahabat dengan karyawannya. Jadi meski Luis seperti itu di kantor semua karyawanya hormat dan menjadikannya idola, banyak para karyawati yang menyukainnya.

Sementara itu, di pintu masuk departemen lantai bawah seorang wanita memaksa untuk bertemu dengan Tuan Luis padahal belum membuat janji, seorang wanita berbaju seksi dengan sombongnya mengatakan bahwa dia anak dari relasi kerja Tuan Luis yang sangat penting. Wanita tersebut menerobos dan terus menuju ruang kerja Luis.

Wanita tersebut berjalan bak model yang sedang beraksi di atas panggung peragaan busana. Wajah angkuhnya membuat orang mengosipkannya dan mecibir tidak suka.

avataravatar
Next chapter