webnovel

4. Mulai membangun rencana

Rasty sudah berdandan rapi pagi itu. Usai berpamitan pada ibunya akhirnya dia pergi ke rumah suaminya untuk melamar pekerjaan yang kemarin ia lihat.

Tekadnya sudah bulat untuk membalas semua perbuatan Aldi dan Gissele padanya bagaimanapun caranya.

Sesampainya di rumah Aldi, di sana hanya ada beberapa pelamar yang sedang menunggu di ruang tamu.

Mira yang ada di dalam tubuh Rasty saat ini tahu jika mereka saat ini sedang diwawancarai oleh mertuanya di ruang kerja Aldi.

Keputusan biasanya diserahkan pada Mira dan Aldi, barulah itu pada mertuanya. Namun kali ini dia tidak tahu apakah Gissele akan ikut andil atau tidak.

Ada seorang wanita yang baru saja keluar dengan wajah yang murung. Sepertinya dia ditolak, Rasty membatin.

Wanita itu terlihat sangat gemuk, mungkin mertuanya tak mau memiliki kepala pelayan yang tidak gesit dan banyak makan.

Lalu wanita kedua juga ditolak karena mungkin terlalu kurus, mungkin dipikirkan mereka wanita itu akan mudah jatuh sakit jika bekerja di sana.

Kemudian perempuan yang agak tua masuk. Belum lama ada di dalam, dia keluar lagi sambil mengumpat.

"Memangnya salah kalau umurku sudah lima puluh tahun?! Mereka sebenarnya mau aku bekerja sebagai pelayan atau istri!"

Rasty yang mendengarnya tersenyum, sebelum akhirnya tiba lah gilirannya.

Jika sejak tadi dia bisa berpikir dengan tenang dan bersikap santai. Namun saat ini jantungnya tiba-tiba berdegub kencang. Ia tidak gugup karena masalah wawancara ini. Melainkan akhirnya dia bisa melihat suaminya dan wanita yang sudah merebut posisinya setelah beberapa hari berlalu.

Tangan Rasty gemetar ketika dia hendak meraih kenop pintu. Ia menarik napasnya dalam-dalam hingga akhirnya masuk dan melihat tiga orang yang membuatnya seketika jijik.

"Masih muda ya?" Gissele langsung berkomentar. "Bagus sih, daripada sudah tua. Tapi—" Gissele menggantung kalimatnya.

"Tapi kenapa?" tanya Aldi pada Gissele.

"Kalau cantik memang mau bekerja jadi kepala pelayan?" Gissele menatap Aldi kemudian memeluk pinggang lelaki itu.

Bara api yang ada di dada Mira seketika berkobar melihat pemandangan itu. Mereka bahkan belum sah di mata hukum. Tapi—

"Jadi bagaimana? Kamu sudah tahu kan kalau kami membutuhkan kepala pelayan?" tanya Ibu Aldi.

"Saya tahu Nyonya," jawab Mira. Ia mengepalkan kedua tangannya. Untuk menahan kekesalannya.

"Sudah dia saja. Aku tidak mau kepala pelayan yang tua, karena tidak gesit dan sembrono," kata Gissele.

Aldi sejenak berpikir. Dia melihat Rasty dari ujung kaki sampai ujung kepala sambil mengangguk.

"Kamu tidak takut aku menggoda kepala pelayan?" tanya Aldi dengan bercanda.

Gissele tertawa ringan. "Aku tahu selera kamu tinggi, Sayang. Mana mungkin kamu doyan dengan pelayan," jawab Gissele dengan nada mengejek.

Mira mengangkat satu sudut bibirnya. Jelas tercetak senyum samar di wajahnya. Ia tidak apa-apa dihina seperti ini. Namun sayangnya dia tidak mau hinaan itu keluar dari mulut seorang wanita yang sudah merebut suaminya.

"Baiklah kalau begitu, kamu bisa bekerja mulai besok pagi. Mengenai gaji dan pekerjaan kamu. Besok akan diberitahu oleh kepala pelayan yang lama." Aldi mengakhiri sesi wawancara itu.

Entah Rasty sedang beruntung. Ataukah alam sedang membantunya saat ini, karena yang jelas rencananya untuk masuk ke dalam rumah Aldi akhirnya bisa tercapai sekarang.

"Terima kasih Nyonya, Tuan," kata Rasty. Ia pun keluar dari ruangan itu. Tak lama setelah dia keluar, ia mendengar suara gelak tawa dari Gissele.

Mereka bertiga terlihat jika tidak bersedih setelah Mira menghilang karena mengalami kecelakaan. Tapi kenapa? Apakah sejak dulu dia memang tidak diinginkan seperti ini?

Ia masih ingat waktu itu, jika Aldi sangat mencintainya. Bahkan lelaki itu terlihat jika dia tidak akan mengkhianatinya dengan cara seperti ini. Namun kenapa semua harus berakhir dia bersama dengan wanita lain?

Bayangan demi bayangan ketika Aldi selalu bersikap manja padanya. Kemudian selalu melindungi dan menjaganya. Mira jelas saja tidak akan menyadari jika lelaki itu akan bermain di belakangnya.

"Bukankah suami yang terlihat selalu manis itu lebih menyeramkan?" Eva teman Mira saat itu pernah berkata seperti itu padanya. Namun Mira tidak memercayainya.

"Aldi memang selalu manis, Ev. Kamu jangan membuatku tidak percaya dengan suamiku sendiri," jawab Mira dengan santai. Percaya saja dengan apa yang dilakukan oleh suaminya.

Hingga perkataan temannya itu terbukti belum lama ini. Jika ternyata ucapan Eva benar-benar terjadi.

"Tubuh Mira belum ditemukan?"

Mira menoleh ke arah suara. Segara baru saja turun dari mobil dan berbicara dengan seseorang di telepon.

"Jangan berkata mayat jika tubuhnya belum ditemukan. Karena mungkin saja dia masih hidup dan kita tidak tahu!"

Mira tertegun. Lain dengan Aldi, dia melihat Segara begitu mencemaskannya. Bahkan dia menghubungi orang lain untuk mencari keberadaannya.

Segara melewatinya begitu saja. Segara tidak tahu jika Mira yang dia cari ada di sana.

"Tidak! Teruskan pencarian, polisi sudah menghentikannya dua hari yang lalu. Tapi aku ingin kalian mencarinya sampai ketemu!" perintah Segara.

Tubuh Mira seketika luruh. Sampai tanpa sadar tas yang tersampir di pundaknya terjatuh. Isi di dalam tasnya berhambur mengeluarkan suara membuat Segara menoleh dan buru-buru membantunya.

"Maaf," kata Rasty. Dia memunguti barang-barangnya dengan gugup.

Segara membantunya mengambil barang-barangnya. Lelaki itu menatap sekilas wajah Rasty. Membuat wanita itu menundukkan wajahnya karena takut ketahuan oleh Segara.

"Kamu baru saja wawancara di rumah ini?" tanya Segara.

"Iya," jawab Rasty.

Perempuan itu segera pergi, ia menundukkan kepalanya sedikit sebelum pergi meninggalkan Segara.

"Tunggu!"

Mira mendadak gugup. Dia berhenti kemudian mendengar suara langkah mendekat.

"Lipstikmu ketinggalan," kata Segara sambil mengulurkan lipstick milik Rasty.

"Terima kasih banyak."

Segara mengangguk, Rasty pun segera pergi dari sana.

Ia tidak menyangka jika kakak iparnya itu akan mencarinya. Tapi—sepertinya akan sangat sulit untuk tubuh Mira ditemukan.

Karena jika dipikir lagi, padahal dia jelas jelas terjatuh di bawah jembatan itu. Tapi kenapa tubuhnya tidak mengambang? Atau—Rasty yang ada di dalam tubuh Mira itu masih hidup hingga ia berada di suatu tempat saat ini?

Entahlah, Mira tidak tahu. Dia juga tak ingin berpikir. Karena yang terpenting sekarang adalah dia harus buru-buru membuat Gissele dan Aldi menderita. Sebelum dia kembali ke tubuhnya dan mati—mungkin.