webnovel

DAYS WITH MY UNEXPECTED BOSS

Aku melihatnya. Dada bidang dengan punggung yang lebar di balik jas hitam menawannya. Sepasang manik elangnya yang menatap tajam dan senyum manis di bibirnya, membuatku bergetar. Gerakan tangannya saat membenarkan dasi di lehernya, aku ingin menggantikannya. Memakaikan dasi di lehernya, menatap rahang kokohnya dari dekat, mengecup bibir tipisnya. Kau begitu menawan, Bos.

KuroyukiRyu · Urban
Not enough ratings
32 Chs

I'm Better Than Her! [Part A]

Ini hari Jumat. Hari kelima sejak aku mulai bekerja dengan Adam. Semua berjalan dengan biasa, tenang dan damai. Hubunganku dengannya pun tidak ada peningkatan.

Oh, hei, memang apa yang kuharapkan? hahaha.

Aku selalu berusaha tampil menarik di depannya, tapi tidak ada tanda-tanda kalau dia tertarik padaku. Sial. Sampai saat ini pun teman yang kupunya hanya Allan. Entah, apakah memang sulit bergaul di kantor atau aku yang tidak memiliki usaha untuk mendapatkan teman. Ini menyulitkanku untuk mengorek informasi mengenai Adam.

Allan? Tidak tidak, dia mungkin akan mengolok-olokku di depan Adam.

'Tokk tokk tokk!' gerakan mengetikku di atas papan ketik terhenti, pandanganku beralih pada pintu.

"Masuk," ucap Adam dengan suara baritonenya yang seksi. Pintu pun terbuka dan masuklah seorang wanita muda ke dalam ruanganku dan Adam. Langkahnya terlihat anggun di mata orang lain, namun tidak menurutku.

Aku yakin ia pasti mencoba menarik perhatian Adam. Namun, sayang sekali, fokus Adam lebih besar pada laptopnya.

"Tuan, Nyonya Christian membawakan surat perjanjian kerja samanya. Beliau juga sudah menandatanganinya."

"Letakkan saja di meja." Bagus, Adam masih tidak melihat ke arah wanita itu.

"Baiklah, kalau begitu saya undur diri," wanita itu berbalik dan mengambil langkah keluar. Dia sempat melirikku sebelum menghilang di balik pintu.

'Apa-apaan dengan lirikan itu, huh?'

Baru saja aku ingin kembali menyelesaikan laporan yang harus kubuat, Adam buka suara.

"Jessy," panggilnya.

"Ya, Tuan?" sahutku cepat. Ada nada sarat kegembiraan tersembunyi dalam kalimatku.

"Atur ulang jadwalku, mundurkan semuanya satu jam. Aku akan pergi ke suatu tempat setelah ini."

"Baik, Tuan." Aku mengambil buku saku yang teronggok di samping papan ketik. Buku saku yang berisi semua jadwal Adam secara terperinci. Ah, kalau begini aku harus menghubungi setiap pihak yang terkait dengan jadwal Adam. Beruntungnya tidak banyak, aku hanya perlu menghubungi tiga orang.

Atensiku kembali pada layar komputer yang sedikitnya, ah, tidak- sangat membuatku bosan. Pagi tadi Adam menyuruhku membuat laporan mengenai hasil rapat kemarin yang sialnya sebagian besar tidak kumengerti.

Bagaimana tidak?! Aku baru bekerja kemarin dan belum memahami semua yang berhubungan dengan proyeknya. Iya sih, Adam membantuku, memberiku beberapa map untuk kupelajari. Bagusnya, aku sudah mempelajari satu map dari tiga map lainnya dalam satu malam. Aku patut berbangga dengan pencapaiannya yang sederhana.

Tanganku terjulur, memegang layar komputerku dengan gemas. Fokus, Jessy. Pekerjaanmu akan cepat selesai jika kau fokus.

Aku mencoba larut pada pekerjaanku yang masih setengah jalan, sesekali melirik pada pojok kanan bawah layar komputer, melihat jam. Sampai bermenit-menit selanjutnya aku berhasil menambah beberapa baris di Ms.Wordku. Tenang saja, walau aku sulit fokus, namun jika sekalinya aku sudah fokus, hasil pekerjaanku akan memuaskan.

Tidak percaya? Tanyakan saja pada Mom yang melahirkanku. Dia sendiri yang sudah memujiku begitu saat aku menyelesaikan tugas rumah matematikaku di kelas tiga sekolah dasar.

Derit kursi membuatku spontan menoleh, pada Adam tentunya karena aku tidak membuat gerakan besar di kursi. Kulihat ia bangkit dari kursi kebesarannya yang pernah ternodai itu. Kepalanya mendongak setelah memilih map di mejanya.

Oh, Tuhanku! Kami bertatapan!

Bibir seksinya melemparkan senyum tipis dan aku sesak napas di tempat.

"Jessy, sekarang kita pergi. Aku ada temu dadakan dengan seseorang."

Berdua? Oh, aku tiba-tiba tidak peduli bagaimana kelanjutannya.

"Siap, Tuan!" tanpa dilihatnya aku sudah meraih tas jinjingku. Aku siap pergi kapanpun dia mau.

Adam mengenakan jas hitamnya yang tadi tersampir cantik di punggungg kursi, menariknya di beberapa sisi agar tidak nampak begitu kusut.

Kaki beralas pantofel mengkilat dan mahalnya mulai melangkah, tanpa mengucapkan apapun ia tahu aku dengan sigap mengekorinya.

Ia mempersilakanku masuk ke dalam audi hitamnya yang sama mengkilatnya seperti sepatu yang ia kenakan. Adam diam saja meskipun sepertinya ia tahu aku penasaran dengan tujuan destinasi pagi ini.

Namun, aku juga ikut diam. Duduk manis sembari menghirup aroma kopi yang lembut di dalam mobil. Sesekali meliriknya melalui ekor mata dengan tatapan memuja. Sial, aku seperti seorang penggemar yang menggilai aktor tercintanya.

"Ada apa, Jessy?"

Aku terlonjak dan segera menatap lurus ke depanku. Oh, apa Adam sadar aku berkali-kali meliriknya?!

Jantungku nyaris jatuh, peka sekali bos tampanku ini.

"S...aya hanya penasaran ke mana kita akan pergi saat ini, Tuan."

Tidak seratus persen benar, delapan puluh persen aku rela dibawanya ke manapun.

"Tenang saja, pastinya kita tidak pergi untuk sebuah presentasi," tukas Adam. Nadanya yang terdengar meledek membuatku menoleh padanya.

OH, MY GOSH!

Mata kami bertemu untuk dua detik! Detik selanjutnya terdengar tawa renyah mengalun, Bukan aku.

"Kau seharusnya melihat wajahmu ketika rapat kemarin, Jessy." Setelah nada meledeknya, ia berujar santai.

Aku melempar ingatanku pada beberapa hari lalu, ketika pertama kalinya aku mengikuti sebuah rapat perusahaan dengan keadaan kosong. Ah, maksudku bodoh. Jelas saja karena aku belum mengetahui apapun.

Mungkin karena responku yang lama, Adam melanjutkan berbicara.

"Baiklah, maafkan aku, Jessy. Seharusnya aku tidak mengajakmu tiba-tiba, dan seharusnya juga aku bertanya apakah kau memiliki kesulitan untuk memahami proyek perusahaan karena kau pekerja baru."

Aku tidak bernapas selama ia berbicara. Kalimat permintaan maafnya terdengar tulus. Kupikir Adam adalah tipe bos yang diam-diam keras.

Jangan berpikiran keras yang kumaksud adalah ia horni diam-diam di sampingku. Ya, meskipun aku lebih menyukai yang seperti itu.

"Tidak apa, Tuan. Bukankah sudah menjadi pekerjaan saya?"

Tiba-tiba aku baru bertanya-tanya sekarang. Belajar dari mana aku tentang cara berbicara yang sopan. Aku langganan ruang konseling semasa menengah atas hingga kuliah.

"Ya, kau benar. Sayangnya aku bukan pemimpin perusahaan yang baik jika membiarkan pekerjaku kebingungan."

Kusimpulkan Adam adalah pria yang perfeksionis. Tentu saja bukan kategori yang buruk. Aku yakin ia juga tidak bertindak kasar pada pekerjanya yang melakukan kesalahan atau terlihat linglung di dalam rapat. Jika ia bos yang kejam, mungkin ia sudah membentakku begitu kami melangkah keluar dari ruang rapat.

Aku jadi semakin mencintai pekerjaanku dan Adam, ahahaha.

"Saya yakin, Anda adalah bos yang diidamkan banyak pekerja di luar sana, Tuan. Sebagai pemimpin perusahaan, Anda sangat perhatian pada para pekerja Anda," dan aku salah satunya yang mendapatkan perhatian itu dan menginginkan lebih. Arrghhh!

"Hmm, aku tidak yakin, tapi terima kasih, Jessy."

"Tentu saja, Tuan."

Aku mendapatkan senyum itu lagi! Mom, kau harus melihat senyum calon menantumu itu, kau pasti akan meleleh bersamaku.

Setelah senyum menawan yang Adam berikan padaku, ia tidak lagi berbicara. Ia fokus mengendarai mobilnya, bahkan lajunya terasa lebih cepat. Sedangkan aku duduk bersandar dengan hati berbunga-bunga dan berkupu-kupu.

Mobilnya melambat begitu memasuki area parkir sebuah restoran besar. Aku menilik arlojiku untuk memastikan ini pukul berapa, berpikir ini sudah tiba waktunya makan siang.

Namun, ini baru pukul 10.37, terlalu awal jika Adam ingin makan siang. Lima belas menit perjalanan juga kurasa tidak akan mengundang lapar begitu saja.

Aku menoleh pada Adam yang sudah melepas sabuk pengamannya. Kemudian, ia menoleh padaku, "Ayo keluar, Jessy," sebelum membuka pintu mobil lebih dulu.

Adam menungguku hinga benar-benar turun dari mobil. Tidak lupa ia mengunci mobilnya dan berbalik untuk memasuki restoran. Aku berjalan di belakangnya, mengikuti irama langkah kakinya yang membuat alunan tersendiri saat beradu dengan lantai marmer di bawahnya.

Pandanganku mengedar, mencari sekiranya siapa yang mungkin akan Adam temui. Terjawab oleh lambaian tangan seorang wanita dengan surai merah burgundy yang ditatap Adam.

Brengsek, siapa dia?!

Adam membawa langkahnya mendekat. Meskipun enggan, aku tetap mengikutinya bagai anak ayam yang tidak ingin ditinggal induknya.

Wanita itu berdiri begitu aku dan Adam tiba, kedua lengannya merentang lebar untuk memeluk Adam. Tanpa permisi. Aku menatap bosku, ia membalasnya dengan satu tangan.

"Aku merindukanmu, Adam~"

Hoekk. Aku ingin muntah mendengar suara genitnya.

Arah tatapanku melirik pada Adam dengan rasa ingin tahu mengenai respon bos panasku ini pada wanita merah itu. Dari gelagat si wanita, mereka seperti kawan lama, bahkan wanita itu santai sekali memeluk Adam.

Tidak ada sahutan dari Adam, kulihat ia hanya mengangguk sekali dan wajahnya terlihat datar nan enggan.

Rasakan itu, dia tidak tertarik denganmu, jalang! Jadi, cepat menyingkir dari hadapan kami berdua.

"Apa apa, hm? Jangan jutek begitu setelah sekian lama kita tidak bertemu, Adam~" kali ini telapak tangan dengan kuku bercat ungu terang membelai rahang Adam.

"Sudahlah, tujuan undanganmu adalah ingin membicarakan mengenai pengajuan kerja sama itu, bukan?"

Adam menarik salah satu kursi di sana, kemudian ia menatapku dan mempersilakan aku duduk sebelum ia menarik kursi untuk dirinya sendiri.

"Hei, siapa wanita itu? Kekasih barumu, hm?" suaranya terdengar mencemooh sembari menatapku sengit.

Sayang sekali, itu tidak membuatku gentar untuk menatapnya balik. Aku juga tidak takut untuk meninggikan dagu.

"Ia Jessy, asistenku." Singkat. Padat. Jelas.

"Oh, Adam, ia tidak terlihat pintar untuk posisinya itu~"

Jalang sialan! Tanganku gatal untuk meninju wajah penuh polesan makeup-nya.

.

.

.

.

.

- To be continue -