webnovel

KESALAHAN DITANGGUNG ANAK

"Cuih!" Ayah Misya meludahi wajah pemimpin preman itu.

Pemimpin preman itu langsung mengelap wajah yang diludahi oleh ayah Misya. Awalnya, ia berpura-pura bersikap tenang. Hingga akhirnya, urat matanya mulai menjalar dan telapak tangannya pun mulai melayang.

Ia melayangkan tamparannya ke wajah ayah Misya dengan sangat keras sehingga ayah Misya memuntahkan darah. Misya terlonjak kaget melihatnya. Ia pun langsung memeluk ayahnya dengan erat dan berusaha untuk melindunginya. Misya melindungi tubuh ayahnya dengan punggungnya.

"Jangan pukul lagi, aku mohon . . . jangan pukul lagi ... ." pinta Misya dengan lirih sembari menitikkan airmatanya.

Misya sangat ketakutan, tetapi ia lebih takut jika ia kehilangan ayahnya saat itu. Sedangkan pemimpin preman itu hanya tertawa ketika melihat Misya yang tampak sangat berani.

"Ha, ha, ha. Awalnya, aku ingin membicarakan hal ini baik-baik, tapi jika seperti ini, aku tidak akan bicara dengan mulutku. Aku akan bicara dengan tangan dan kakiku," ucapnya sambil tertawa terbahak-bahak. "Kalian, seret gadis ini sekarang juga!" perintahnya kepada ketiga anak buahnya.

Ketiga anak buahnya pun segera berjalan ke arah Misya. Mereka memisahkan Misya yang memeluk ayahnya dengan sangat kasar dan tak berbelas kasih. Mereka menyeret Misya dengan paksa.

"Jangan sentuh aku! Kalian mau bawa aku ke mana?" tanya Misya dengan lantang dan serak, menyisakan isak tangis dirinya. "Ayah, tolong aku!" Misya meminta pertolongan kepada ayahnya sambil menangis meraung-raung. "Ayah, tolong aku!"

Ayah Misya mencoba untuk menyusul Misya dengan kondisi tubuh terluka. Ia tak kuasa untuk bangkit dan berjalan mengesot sembari mengangkat lengan kanannya. "Jangan bawa anakku!" teriaknya dengan suara yang melemah. Namun, pemimpin preman itu tak berbelas kasih padanya.

Pemimpin preman itu menginjak-injak punggung ayah Misya yang saat itu dalam keadaan tiarap. Ayah Misya tak lagi kuasa untuk melakukan perlawanan. Ia hanya bisa membiarkan pemimpin preman itu menginjak-injak dirinya dengan kasar dan kuat, hingga ayah Misya kembali memuntahkan darah dari mulut dan hidungnya.

Misya yang saat itu tengah diseret oleh anak buah preman itu, tak memalingkan pandangannya dari ayahnya. Misya melihat dengan jelas kejadian yang sangat memilukan baginya. Misya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya dan menangis meraung-raung, ketika ia melihat ayahnya yang sangat terluka.

"Tidak, Ayah! Lepas!!!" teriak Misya dengan lantang.

Misya berusaha memberontak dari cengkraman mereka. Akan tetapi, tenaga kedua preman itu jauh lebih kuat darinya. Misya hanya melakukan perlawanan sia-sia yang menghabiskan tenaganya saja.

Pemimpin preman itu menginjak-injak punggung ayah Misya hingga ayah Misya tak sadarkan diri. Setelah puas, ia pun beranjak dari tempatnya dan keluar dari rumah Misya. Ia mengelap keringatnya dengan arogan dan segera menyusul anak buahnya yang telah mengikat tubuh Misya dengan tali dan menutup mulut Misya dengan lakban hitam.

Mereka telah stay di dalam mobilnya dan menunggu pemimpin mereka datang. Mereka berencana membawa Misya entah ke mana.

Mereka pun akhirnya melihat pemimpin mereka datang dan masuk ke dalam mobilnya. Ia duduk di kursi depan, di samping anak buahnya yang akan menyetir mobil. Sedangkan dua lainnya tengah mengapit dan mengawasi Misya di kursi belakang.

"Kita akan bawa dia ke mana, Bos?" tanya preman yang menyupir mobil.

"Kita akan menjualnya ke tempat biasa. Let's go!" Ia memerintahkan anak buahnya untuk menjalankan mobilnya menuju tempat biasanya yang tidak tahu letaknya di mana.

Sepanjang perjalanan, Misya tak henti-hentinya bergerak dan bersusaha berteriak. Akan tetapi, ia tak kuasa, karena para preman itu mengikat tubuhnya dengan kencang serta menutup mulutnya dengan plester.

"Jangan buang-buang tenagamu! Cukup duduk manis saja, kita akan segera sampai," ucap pemimpin preman itu dengan santai.

"Hmmp! Hmmp!" Misya mencoba berbicara kepada pemimpin preman itu dengan tatapan netra yang tajam, menatap belakang kepalanya.

Pemimpin preman itu menolehkan kepalanya ke arah belakang. Ia memperhatikan Misya sambil tersenyum dengan puas. Kemudian, ia memerintahkan salah satu anak buahnya untuk membuka plester di mulut Misya.

"Hei, kau! Buka mulutnya!" perintahnya kepada salah satu dari mereka.

Anak buah yang diperintahkan untuk membuka plester mulut Misya pun langsung menarik pelester yang menutupi mulut Misya dengan cara yang kasar. Misya merasakan perihnya plester yang ditarik dari mulutnya.

Misya tak lagi memperdulikan rasa sakit yang saat ini ia rasa. Misya pun langsung memfokuskan matanya, menatap pemimpin preman yang saat ini tengah menolehkan kepalanya ke arah belakang dan juga menatap Misya.

"Katakan! Aku akan memberikanmu kesempatan untuk berbicara." Pemimpin itu mempersilakan Misya untuk berbicara.

"Kenapa kau melakukan hal keji ini kepada kami? Apa salah kami?" tanya Misya dengan geram.

"Sepertinya kau sendiri tahu kalau ayahmu adalah penjudi yang memiliki banyak hutang di mana-mana. Dia kalah judi, tapi tidak membayar hutang judi miliknya. Dia malah melanggar peraturan judi dan mengeruk, lalu membawa kabur semua uang kami. Katakan, apakah ayahmu tidak bersalah?" tuturnya.

"Tapi tidak seharusnya kalian melakukannya dengan cara ini," cetus Misya.

"Lalu, kami harus melakukannya dengan cara apa? Dengar, nona muda, kami bukanlah manusia baik yang suka beramal. Dan aku tidak akan pernah melepaskan siapa pun yang pernah menghianatiku. Aku telah mencari ayahmu ke mana-mana selama setengah tahun ini. Akhirnya, aku menemukannya. Jangan salahkan jika aku menagih hutang dari seorang penghianat," tuturnya.

"Berapa hutang ayahku? Aku akan berusaha untuk melunasinya." Misya akhirnya mengutarkan maksud dan tujuannya.

"Kau? Ingin melunasi hutang ayahmu? 50 juta dollar. Apa kau sanggup melunasinya?" Ungkapan darinya membuat Misya terlonjak.

"Li-lima puluh juta dollar?" gagap Misya.

"Benar, gadis kecil sepertimu jangan terlalu sombong dan sok bisa melunasinya. Tapi, kau bisa melunasinya dengan satu cara. Memang benar, anak harus menanggung beban dari orangtuanya. Kau bisa melunasi semua hutang ayahmu hanya dalam satu malam." cetusnya. "Kau, tutup lagi mulutnya!" perintah preman itu kepada anak buahnya.

Setelah ia selesai berbicara, ia pun kembali memerintahkan salah satu anak buahnya untuk menutup mulut Misya kembali. Sebelum hal itu terjadi, Misya berusaha memberontak. "Kau mau bawa aku ke mana?!!" Ucapan Misya sebelum mulutnya ditutup kembali oleh plester.

Mereka tak lagi memperdulikan Misya yang terus-terusan berusaha memberontak dengan sia-sia. Pemimpin preman itu memejamkan matanya dengan nyaman. Ia tampak menikmati perjalanannya sambil bersenandung dengan riang.

Hingga akhirnya, mereka pun sampai ke tempat tujuan mereka. Mereka membawa masuk Misya ke sebuah klub malam. Mereka tetap tidak melepaskan ikatan tangan Misya dan plester di mulutnya.

Mereka menyeret Misya hingga ke sebuah ruangan yang terdapat banyak para wanita berpakaian minim. Salah satu dari mereka pun datang menghampiri pemimpin preman dan mencium pipi kiri dan pipi kanannya.

"Oh, bos besar. Ada perlu apa anda datang ke sini?" tanya wanita itu kepada pemimpin preman.

"Hanya urusan seperti biasa. Apa kau bisa membantuku memilihkan baju terbaik untuknya?" Ia bermaksud meminta bantuan kepada wanita itu untuk memilihkan Misya pakaian terbaik.

Wanita itu memandangi Misya sekejap, dari ujung rambut hingga ke ujung kaki. "Gadis yang cantik. Tentu saja aku bisa memilhkan sesuatu yang sangat cocok untuknya. Aku akan mengubahnya menjadi Princess Belle, putri cantik si Pangeran buruk rupa," ujarnya sembari tersenyum bahagia.

Misya yang terdiam sesaat pun akhirnya mulai memberontak kembali. Ia mencoba terlepas dari kedua anak buah preman yang mengapitnya di kedua arah. Namun, semua itu hanyalah perlawanan sia-sia. Tenaga Misya tak sebanding dengan kedua preman yang bertubuh kekar, tinggi, dan berotot dengan kulit cokelat pekat.

"Lepas tali dan plester di mulutnya. Gadis lemah sepertinya tidak akan pernah bisa kabur!" perintahnya kepada kedua anak buahnya.

Mereka pun segera melaksanakan perintah dari pemimpin mereka. Mereka mulai melepaskan tali yang mengikat kuat tubuh Misya dan juga menarik dengan kasar, lakban yang ada di mulutnya.

"Apa yang mau kalian lakukan padaku? Lepaskan aku! Atau tidak, aku akan menghubungi polisi agar mereka menangkap bajingan sialan seperti kalian!" cerca Misya dengan geram dan gentar. Sudah di tahap ini, ia tidak lagi memiliki perasaan takut yang sia-sia untuk mereka.