11 DIA CALON ISTRIKU

"Bagaimana keadaan Gina?" tanya Yudha kepada Dion yang telah selesai memeriksa Gina

"Aku sudah menyuntikan obat penurun panas padanya, tidak lama lagi demamnya akan mereda. Dan luka bakar di tangannya sudah sedikit melepuh, tapi sudah ku olesi obat luka bakar. Tapi, Yudha siapa gadis ini? aku baru pertama kali melihatmu begitu peduli pada seorang wanita. Sepertinya dia cukup spesial juga untukmu?" goda sang dokter muda yang merupakan salah satu teman Yudha juga.

"Dia calon istriku" kata Yudha dengan nada bicaranya yang dingin

"Benarkah? Apa kamu serius? Apa kupingku yang salah dengar ya? Hendri, apa kamu dengar itu?"

Dokter Dion tak percaya hingga dia terus saja mengorek kupingnya dengan jari kelingking, bahkan dia juga berusaha memastikannya pada Hendri. Hendri hanya tersenyum lembut dengan sedikit anggukan kepala sebagai jawaban.

"Sudah, hentikan. Jika dia baik - baik saja, maka kamu sudah boleh pergi sekarang"

"Yudha, sebagai teman, kamu ini tidak berperikemanusiaan sekali ya? Kamu memintaku datang disaat hujan dan tengah malam begini karena kamu bilang ada sesuatu yang penting. Dan setelah selesai, kamu memintaku pulang begitu saja? Aku akan tidur disini. Besok pagi, baru aku pergi" kata Dokter Dion sambil berlalu meninggalkan Yudha

Yudha terus memandangi wajah Gina disaat dia masih memejamkan mata dengan dahi berkerut dan keringat yang bercucuran

"Hendri, tolong katakan pada bi Ani untuk membawakan lap dan air kemari untuk membasuh keringat Gina. Dan kamu sudah boleh beristirahat"

"Baik, tuan permisi"

"Ini sudah bukan jam kerja"

"Maaf kak"

Hendri tertunduk dan beranjak pergi dari kamar Gina

Tak lama, Bi Ani pun datang dengan baskom kecil dan handuk ditangannya

"Permisi tuan"

Bi Ani hendak duduk di samping Gina dengan memeras handuk kecil

"Biar saya saja, bibi sudah bisa pergi" kata Yudha sambil mengulurkan tangan hendak meminta handuk kecil yang dipegang bi Ani

"Baik tuan"

Bi Ani memberikan handuk itu kepada Yudha dan segera beranjak pergi dari kamar itu. Yudha pun duduk disamping Gina, membasuh setiap keringat yang membasahi wajah san leher Gina. Meskipun mata Gina terpejam terlihat jelas ada kegusaran di alam bawah sadarnya. Gina seakan sedang berjuang keras untuk dapat keluar dari sana. Tangannya menggenggam erat selimut yang menutupi tubuhnya.

"Tidak perlu khawatir, kamu aman bersama denganku sekarang. Tidak akan ada lagi yang dapat menyakitimu" bisik Yudha ditelinga Gina, dan entah kenapa sepertinya kalimat itu berhasil membuat Gina sedikit tenang. Alisnya sudah tidak berkerut lagi, tangannya pun sudah tidak menggenggam erat selimutnya. Ginapun tertidur dengan nyenyak

Yudha menjaga Gina semalaman hingga dia tertidur dikursi sebelahnya. Gina terbangun dipagi hari, ketika cahaya matahari mulai menyelinap kedalam kamar melalui sela - sela tirai kamar. Dia membuka mata perlahan, mengerjapkan matanya berkali - kali

"Hmm"

Yudha terbangun setelah mendengar samar - samar suara Gina

"Kamu sudah bangun?" tanya Yudha sambil memegang dahi Gina untuk mengetahui kondisinya

"Syukurlah, demamnya sudah turun" kata Yudha sambil tersenyum tipis

"Aku dimana?"

Gina melihat langit - langit kamar lalu menoleh ke sekelilingnya, kemudian duduk dengan dibantu oleh Yudha

"Kamu berada dirumahku! Semalam kamu tertidur saat di perjalanan. Aku tidak tahu dimana rumahmu. Karena itu, aku membawamu kemari" Yudha menjelaskan pada Gina.

Gina pun kembali mengingat kejadian memilukan yang dialaminya semalam. Gina tertunduk dan kembali menitikan air mata. Kemudian dia mengangkat kepala dan kembali menatap Yudha

"Bagaimana kamu bisa kebetulan berada disana?" tanyanya dengan air mata yang masih mengalir di pipinya

"Itu bukan kebetulan. Ibumu menghubungi ku dan memintaku kesana untuk menjemputmu. Dia khawatir jika sesuatu terjadi padamu. Dan ternyata apa yang ditakutkannya benar - benar terjadi. Mereka mengundang mu datang hanya untuk menyakitimu" kata Yudha sambil menghapus air mata Gina

"Yudha, maukah kamu menikah denganku? Entah kenapa, aku merasa aman jika bersama denganmu. Kamu adalah penyelamatku. Aku sama sekali tidak takut atau khawatir kalau kamu akan menyakitiku" kata Gina dengan tatapan mata yang penuh keyakinan

"Tentu saja aku tidak akan menyakitimu. Dan aku juga tidak akan membiarkan siapapun menyakitimu termasuk kerluargamu itu. Besok kita akan pergi ke negara C untuk menemui ibumu dan juga kakek nenekku. Kita akan melangsungkan pernikahan disana" Yudha menjelaskan dengan lembut dan Gina tersenyum lembut dengan air mata yang masih berlinang.

"Sekarang kamu kembalilah beristirahat. Aku sudah menghubungi asistenmu dan mengatakan kalau kamu cuti" kata Yudha sambil berdiri dan hendak meninggalkan kamar Gina

"Terimakasih" jawabmya lemah kemudian kembali berbaring

"Hendri, besok kita ke negara C mengunjungi kakek dan nenek" katanya pada Hendri setelah keluar dari kamar Gina

"Baiklah kak. Apa kita harus memberitahu kakek dan nenek kalau kita akan berkunjung kesana?" Hendri bertanya dengan penuh sopan santun

"Tidak perlu, kita beri mereka kejutan saja. Aku juga akan melangsungkan pernikahan disana. Tolong hubungi kak Maria dan minta dia menyiapkan sebuah gaun"

"Baiklah, aku akan menghubunginya"

******

Di kediaman Atmaja, Papa Budi sedang termenung mengingat apa yang terjadi pada Gina semalam

"Apa dia baik - baik saja? Bagaimana keadaannya? Aaahhh kenapa aku harus tersulut emosi?" pikir papa Budi yang merasa menyesal atas apa yang telah dia lakukan pada putrinya

"Pa? Apa papa baik - baik saja? Kenapa papa terlihat murung?" kata Siska yang melihat papanya termenung di dekat jendela

"Tidak ada apa - apa. Papa hanya merasa tidak enak badan. Mungkin karena semalam papa kehujanan" jawab Papa Budi dengan suara lemah

"Apakah perlu memanggil dokter pa?" Siska terlihat khawatir

"Tidak perlu sayang. Papa akan minum obat setelah itu kembali istirahat"

Budi bangkit dari duduknya dan berjalan ke menuju kamarnya yang berada di lantai 2

"Baik pa semoga lekas pulih" kata Siska sambil tersenyum manis sebelum Budi berjalan meninggalkannya

"Gina, aku penasaran bagaimana keadaannya sekarang ya? Aku cukup puas melihat penderitaannya semalam. Tangisannya itu sungguh membuatku merasa terhibur" gumam Siska dengan di iringi senyum licik

"Aku tidak akan pernah membiarkan kamu merebut kembali kebahagiaan ku. Sudah cukup keberuntungan mu sebelum bertemu denganku. Kamu memiliki ayah dan ibu yang baik juga kekasih tampan yang menyayangi mu. Kini ayah dan kekasihmu itu telah berpaling darimu dan menyanyangi ku. Kasih sayang mereka akan semakin berubah jadi benci kepadamu!"

avataravatar
Next chapter