6 Perkenalan (Lagi)

Segera Farani dan Lulu berakhir di mobil Sita.

Sisi baiknya adalah mereka tidak perlu bingung mencari kendaraan untuk mengangkut mereka pulang. Tapi bagi Farani, ini menjadi situasi yang sedikit canggung. Apalagi kejadian terakhir kali mereka bertemu membuatnya merasa tidak enak hati. Iya, tidak enak hati dan kepikiran.

"Kearah mana nih?" tanya Sita memecah keheningan.

"Anter gue dulu kali ya, biar searah gitu kalo dari sini." kata Lulu memberi saran.

"Oke." ucap Sita lalu memacu kendaraannya membelah kota.

Selama perjalanan tidak ada yang mengeluarkan suara. Selain mereka belum terlalu akrab, mereka juga merasa canggung untuk ngobrol. Untuk mencairkan suasana, Sita berinisiatif memutar playlist yang ada di mobil. Alunan musik 'River Flows in You' milik Yiruma terdengar.

"Lo suka instrumental juga?" akhirnya Farani memecah keheningan ditengah alunan musik.

"Heeh" Sita menjawab sambil menganggukkan kepala.

10 menit kemudian, sampailah mereka di depan rumah Lulu.

"Ayo mampir." ajak Lulu sembari turun dari mobil.

"Besok aja Lu, sekarang udah hampir sore." sambil melambaikan tangannya, Farani menutup kaca mobil. "Bye Lu."

"Bye Adek, bye Sita."

Sita dan Farani melanjutkan perjalanan. Rute selanjutnya adalah rumah Farani. Tanpa diberi aba-aba, Sita sudah hafal dimana rumah gadis tersebut. Canon In D Major mengalun, membuai Farani dengan lembutnya. Farani memang suka mendengarkan musik instrumental, itu sebabnya dia menikmati musik dengan tenang. Tapi sesuatu menggelitik pikiran Farani, 'orang macam dia kok bisa punya playlist macam ini?'

"Adik gue suka semua lagu itu, dan setiap pergi kemanapun selalu dengerin itu." jelas Sita, seolah tahu apa yang dipikirkan oleh Farani.

"Nggak banyak orang yang suka instrumental. Jadi kenapa adik lo bisa suka?" seperti mendapat keberanian, Farani mencoba mengulik lebih banyak.

"Nggak tau awalnya, tapi dia jadi lebih tenang aja setelah dengerin musik kek gini." jawab Sita sambil terus fokus menyetir.

"Dan akhirnya lo juga suka?"

"Nggak juga sih. Tapi kadang emang bikin tenang, apalagi kalo jadi pengantar tidur gitu." sesinggung senyum menghiasi bibir Sita. Membuat Farani salah tingkah. "Kalo lo, kenapa suka?"

"Kek yang lo bilang, dengerin musik bikin tenang. Apalagi kalolagi galau."

"Ngapain pake acara galau? Tinggal bilang aja ke abang lo kalo ada yang bikin lo galau."

"Galau nggak melulu soal cowo kan." sanggah Farani, "bisa juga galau milih warna lipstik, galau milih baju."

"Ribet deh jadi cewe." Sita menoleh kearah Farani, membuat keduanya saling bertemu mata.

'Nih cowo kadang serasa ngajakin berantem gitu' batin Farani saat berbincang dengan Sita. "Alah, kek cewe lo nggak ribet aja."

"Adek gue nggak seribet itu, nyokap juga biasa aja."

Dalam hati, Farani sedikit bertanya, jelas ada yang belum dia sebutkan dari beberapa orang yang ribet. Kenapa 'pacar' tidak disebutkan? "Pacar lo nggak ribetkah?"

Mobil berhenti di lampu merah, dan Sita menatap mata Farani tanpa berkedip, "Lo mau jadi pacar gue?"

Mendengar pertanyaan Sita barusan membuat Farani salah tingkah. Dilihat dari tatapan matanya, jelas Sita dalam mode serius. Tapi tetap saja Farani merasa canggung.

"Nggak." jawab Farani sambil memalingkan muka.

Untuk menghindari kecanggungan, Farani lalu mengeluarkan HP-nya, membuka chat dan pura-pura sibuk membalas chat.

Selama sisa perjalanan sampai ke rumah, baik Farani maupun Sita tidak ada yang berucap. Satu belokan lagi dan mereka sampai di Beethoven no 15.

"Makasih buat tumpangannya." Farani bergegas keluar dari mobil. Namun perkataan Sita membuatnya menghentikan tindakannya tersebut.

"Gimana caranya biar lo mau jadi pacar gue?"

Tanpa menjawab pertanyaan Sita, Farani langsung menutup pintu mobil dan berlari ke dalam rumah. Setelah sampai di kamar, Farani mengintip dari balik tirai. Betapa kagetnya ia saat melihat mobil Sita masih terparkir di depan rumahnya.

*

Makan malam keluarga.

Semua anggota keluarga berkumpul dan menikmati makan malam dengan khidmad. Tidak ada interupsi ataupun obrolan saat makan malam. Bukan karena tidak adanya keakraban, tapi lebih agar makan malam berjalan lancar.

Setelah selesai makan malam, mereka berkumpul di ruang tengah dan menonton televisi.

"Adek besok berangkat jam berapa?" tanya ayah memulai pembicaraan.

"Libur Yah, 2 hari liburnya." jawab Farani sambil membolak-balik majalah.

"Kalo gitu kita ke rumah nenek aja, daripada di rumah sendirian." sambung Bunda.

"Nggak bisa, Adek udah janji sama Lulu mau main ke rumahnya. Mama Papa Lulu pulang katanya."

"Oleh-olehnya pasti banyak." Fareza nimbrung pembicaraan. "Jam berapa berangkat? Biar bareng sama Abang aja kalo gitu."

Farani menganggukkan kepala tanpa mengalihkan padangan dari majalah.

Setelah puas menonton televisi, ayah dan bunda kembali ke kamar. Tinggal lah Fareza dan Farani di ruang tengah dengan kegiatan masing-masing. Sampai Farani mendekati kakaknya dan berbisik, "Abang kenal Sita dari mana?"

Mendengar bisikan sang adik, otomatis alis Fareza terangkat. Entah ada angin apa sampai Farani membahas teman kampusnya itu.

"Di kampus lah, emang mau dimana lagi? Emang kenapa?" Fareza merasa curiga sekaligus penasaran.

Farani merasa bimbang antara bercerita atau menunda cerita tentang kejadian tadi siang. Terlebih bagian Sita menyatakan keinginannya untuk menjadi pacarnya. Bisa jadi itu hanya bercandaan yang dilontarkan oleh Sita.

"Nggak, cuma rada heran aja. Dia suka musik instrumental." akhirnya Farani mengalihkan topik pembicaraan.

Tanpa mengalihkan pandangan dari Hp, Fareza menjawab, "Iya, kan adiknya suka. Dia keknya jatuh cinta sama adiknya. Apa-apa adiknya."

"Bagus dong, itu tandanya dia sayang adiknya. Nggak kek abang yang cueknya setengah mampus."

"Abang kurang sayang apa coba? Kemana-mana dianterin. Lagian kamu bukan anak SD lagi yang mesti diawasin, nggak kaya adiknya Sita yang masih SD."

Adik Sita masih SD? Jadi berapa usia Sita saat adiknya lahir??

Itulah pertanyaan yang muncul dibenak Farani.

"Wow, amazing."

"Lo tau kenapa Sita nggak punya pacar?" Fareza tampak meyakinkan untuk mulai bergosip tentang sahabatnya itu, sayangnya Farani tak memberikan tanggapan seperti harapannya. "Karena adiknya posesif banget."

"Bersyukur tuh adikmu nggak posesif kek gitu."

Farani lalu meninggalkan ruang tengah dan kembali ke kamarnya.

Setelah membersihkan wajah, Farani membuka HP yang sedari tadi tergeletak di meja belajar. Betapa kagetnya dia saat melihat ada pesan masuk dari nomor asing.

Ini nomor gue, disave ya. Sita.

Darimana Sita bisa mendapatkan nomor HP-nya? Jawabannya antara Fareza dan Rere.

avataravatar
Next chapter