webnovel

Taman

Rafa yang awalnya hendak masuk ke dalam kamarnya. Mengurungkan niatnya saat melewati kamar keponakannya. Rafa pun mendekatinya.

Tok tok tok

"Siapa?"

"Ini Om, Marko."

"Mau apa Om?"

"Om mau bicara sama kamu. Om boleh masuk?"

Rafa tidak mendengar jawaban dari Marko. Meskipun seperti itu, Rafa tetap membuka pintu kamar keponakannya, dan masuk ke dalam.

Cklek

Saat itu Rafa melihat keponakannya yang tengah terbaring di atas ranjang tidurnya. Rafa berjalan mendekatinya.

Saat itu Marko masih tidak merespon kedatangan omnya. Marko masih diam di atas ranjang tidurnya. Rafa tersenyum dan duduk di samping keponakannya.

"Om tahu kamu kesal sama Mama kamu, Marko."

Lagi-lagi Marko masih belum merespon. Marko melakukan itu karena sebenarnya dia kesal dengan omnya. Yah, bayangan omnya yang mengantarkan Debi pulang masih terngiang di benaknya.

"Mama kamu memang selalu mengutamakan status daripada cinta yang tulus. Jika kamu memang benar mencintai wanita itu. Om akan mendukung kamu."

Marko mengalihkan pandangannya. Marko melihat omnya yang masih duduk di sampingnya.

"Memangnya Om berani sama Mama?"

"Kenapa Om tidak berani? Serahkan saja masalah Mama kamu sama Om."

"Tapi masalahnya di sini bukan hanya Mama, Om. Tapi sepertinya wanita itu tidak suka denganku."

"Memangnya kamu tahu kalau dia tidak suka sama kamu?"

"Iya, aku tahu. Karena dia menolak cintaku waktu itu."

"Itu tandanya kamu diminta untuk lebih keras lagi untuk membuktikan ketulusan kamu, Marko. Apa kamu lupa? Wanita itu lebih suka dengan laki-laki yang mencintainya dengan tulus."

"Entahlah Om, hubunganku dengannya sekarang semakin jauh."

"Kamu laki-laki Marko. Jangan sampai hanya karena ini kamu jadi patah semangat. Om yakin kamu bisa menaklukkan hatinya."

Rafa tersenyum memberikan semangat. Meski Marko hanya sebatas keponakannya, namun Rafa sudah menganggapnya seperti anak sendiri. Rafa sangat menyayangi Marko.

"Iya Om. Om Rafa benar."

"Nah, gitu dong. Kamu tidak boleh patah semangat seperti tadi."

"Iya Om."

Melihat senyuman terbit di bibir keponakannya. Rafa ikut senang.

"Ini sudah malam. Sekarang istirahatlah."

"Iya Om."

Setelah Rafa mengusap rambut Marko. Rafa beranjak dari duduknya. Rafa melangkahkan kakinya dan berjalan keluar dari dalam kamar keponakannya.

Marko tak kunjung beranjak dari tidurnya. Ia terus membaringkan badannya. Meski omnya sudah keluar dari dalam kamarnya, namun pikiran Marko masih mengingat omnya. Yah ingatan Marko tentang omnya yang mengantarkan Debi pulang masih terngiang.

"Apa Om Rafa suka sama Debi ya? Dan wanita yang Om Rafa maksud satu kampus denganku itu Debi?"

Huh, memikirkan hal ini membuat Marko benar-benar pusing. Marko tidak ingin mempercayai kedekatan mereka, namun lagi-lagi keyakinan Marko dipatahkan keraguannya. Pasalnya omnya tidak pernah mau dekat dengan wanita manapun jika dia tidak benar-benar memiliki perasaan.

"Ya Tuhan, bagaimana kalau Om Rafa dan Debi memang benar memiliki hubungan?"

Marko mengusap wajahnya kasar. Marko benar-benar dibuat frustasi memikirkan masalah ini. Marko memejamkan matanya untuk melupakan masalahnya ini, namun tetap saja Marko tetap kepikiran.

"Sial, aku tidak bisa tidur."

Marko beranjak dari tidurnya. Marko pun duduk di ranjang tidurnya, dan kembali memikirkan masalah omnya dengan Debi.

Debi membalikkan badannya. Pikirannya mengingat saat ia di tempat kerja. Ucapan Doni terus terngiang di telinganya, membuat Debi yang terbaring tak bisa tidur.

"Ya Tuhan, apakah benar jika Rafa itu bosku di tempat kerja? Tapi kenapa Rafa harus membohongi aku? Menutupi dirinya yang sebenarnya?"

Debi kembali mengingat ucapan Rafa. Rafa sempat bilang jika dirinya bukan pemilik tempat ia kerja, tapi entah kenapa Debi merasa ragu akan ucapannya.

Huh, memikirkan ini membuat Debi benar-benar dibuat bingung. Debi ingin mempercayai ucapan Rafa, tapi harus dipatahkan dengan keraguannya.

"Entahlah, aku yakin cepat atau lambat. Siapa sebenarnya Rafa akan segera terkuak."

Debi memejamkan matanya dan melupakan masalah yang kini mengusiknya.

***

Minggu datang menyapa. Debi yang terbebas dari pekerjaan dan kuliahnya memilih untuk duduk termenung di depan danau. Huh, sungguh segar rasanya. Apalagi saat ini hembusan angin membelai wajah cantiknya. Debi benar-benar menikmati hari liburnya yang tidak bisa ia rasakan setiap harinya.

Debi perlahan membuka matanya. Indah, hamparan danau dan rindangnya pepohonan membuat Debi betah duduk di sana. Debi tersenyum senang, membuat wajahnya cantiknya semakin menawan.

Saat itu sepasang mata Debi tidak sengaja menangkap seseorang. Seseorang itu berjalan memasuki taman.

"Bukannya itu Rafa dan Marko ya? Kok mereka bisa barengan? Apa mereka saling mengenal?"

Sepasang manik indah Debi tidak hentinya melihat mereka yang terus berjalan masuk ke dalam taman.

"Mau kemana mereka? Aku harus mengikuti mereka. Aku harus tahu mereka sebenarnya ada hubungan apa?"

Rafa dan Marko yang tak bisa lagi dilihat Debi, membuat Debi melangkahkan kakinya untuk mengikuti mereka.

Saat itu Debi yang terlalu fokus dengan mereka, membuat Debi tidak menyadari ada sebuah batu yang ada di depannya.

Brukkkk

Debi terjatuh saat kakinya tak sengaja menyandung batu itu.

"Aduhhhh."

Debi merintih kesakitan sembari memegangi kakinya. Namun hal itu tidak bertahan lama saat Debi teringat dengan Marko dan juga Rafa. Debi pun langsung beranjak dari duduknya.

Debi mengedarkan pandangannya saat tidak mendapati Marko dan juga Rafa. Entah kemana mereka, yang jelas Debi tidak melihat siapapun di sana.

"Mereka kemana ya?"

Debi terus mengedarkan pandangannya dengan harapan bisa menemukan Marko dan juga Rafa. Nihil, Debi tetap saja tidak melihat Marko maupun Rafa.

"Kemana mereka pergi ya?"

"Debi."

Deg

Debi terkejut saat sebuah tangan memegang pundaknya. Tidak hanya itu saja. Sebuah tangan memegang pundaknya. Debi membalikkan badannya.

"Ya Tuhan, Rafa. Kamu ngagetin aku saja."

"Maaf. Habisnya tadi aku lihatin kamu celingak-celinguk sendirian. Lagi nyari siapa sih?"

"Tadi aku...."

Debi menghentikan ucapannya. Tidak mungkin Debi mengatakan jika ia tengah mencari Marko dan juga Rafa.

"Kamu kok bisa ada di sini?"

"Iya, aku sedang menghabiskan liburan di sini."

"Kamu sendirian?"

"Iya, seperti yang kamu lihat. Aku sendirian."

"Yakin kalau kamu sendirian? Kamu tidak sama seseorang?"

"Tidak. Aku datang sendirian kok."

Mendengar jawaban Rafa. Debi pun merasa heran. Pasalnya tadi Debi baru saja melihat Rafa masuk ke dalam taman bersama Marko. Tapi jawaban Rafa tidak seperti yang dilihatnya.

"Kenapa kamu terlihat terkejut begitu? Apa ada yang salah dengan jawabanku?"

"Enggak ada sih, aku kira kamu sama seseorang."

"Enggak, aku sengaja datang ke sini sendirian."

Sebenarnya Rafa ingat jika kedatangannya ke sini bersama keponakannya, tapi Rafa sengaja tidak mengatakannya. Yah, untuk apa Rafa mengatakan hal itu. Toh itu tidak penting bagi Debi.

"Kamu sendirian ke sini?"

"Iya Rafa, aku sendirian."

"Mau aku temani?"

"Boleh."