webnovel

Api Cemburu

Tap tap tap

Semua karyawan bar pun pulang saat bar mulai tutup. Tidak terkecuali Debi yang saat ini berjalan bersama teman-temannya.

Saat itu Renata yang berjalan di samping Debi. Melihat Doni yang terus melihat kearah Debi. Renata yang melihatnya pun menjadi penasaran.

"Kamu ini kenapa sih Don, dari tadi aku lihatin, kamu ngelihatin Debi terus. Naksir ya?" kata Renata sembari tersenyum.

"Mana berani aku suka sama Debi. Bisa-bisa dapat teguran lagi aku."

"Maksud kamu apa?"

"Debi itu......."

Dretttt dretttt dretttt

Doni menghentikan ucapannya saat mendengar ponselnya berbunyi. Doni mengambaikan ponselnya, dan saat itu Doni langsung menoleh ke belakang.

Deg

Doni terkejut. Mulutnya mengatup untuk tidak lagi melanjutkan ucapannya.

"Debi itu apa Doni maksudnya? Jawab yang jelas," tanya Renata meminta penjelasan.

"Tidak apa-apa kok. Sudah, aku mau pulang duluan."

Doni mempercepat langkahnya menuju motornya yang sudah terparkir.

"Aneh banget sih Doni itu."

"Iya Kak Renata. Aku lihat Mas Doni memang terlihat aneh sama aku."

"Mungkin dia suka sama kamu."

"Ah, itu gak mungkin Kak."

"Kenapa gak mungkin? Kamu kan cantik. Wajar saja kalau Doni suka sama kamu."

"Gak deh Kak, itu gak mungkin."

"Di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin. Siapa tahu selama ini Doni diam-diam menyimpan perasaan sama kamu."

"Aku tetap gak percaya Kak."

"Ya sudah kalau kamu gak percaya. Kita tunggu saja apa yang selanjutnya Doni lakukan sama kamu."

"Debi mencoba mempertimbangkan ucapan Renata, namun itu tidak mungkin terjadi baginya.

"Oh iya Debi, kamu mau bareng sama aku?"

"Gak deh Kak, rumah kita kan beda arah. Nanti aku biar naik ojek saja."

"Ya sudah kalau kamu gak bareng sama aku. Aku pulang dulu ya?"

"Iya Kak, hati-hati di jalan."

Setelah Renata menghidupkan mesin motornya. Renata melajukannya pergi meninggalkan tempat itu.

Debi melanjutkan langkahnya, saat suasana parkiran sudah sepi.

"Debi, tunggu."

Debi menoleh ke belakang saat mendengar panggilan dari seseorang.

"Rafa?"

Saat itu Debi melihat Rafa yang tengah berjalan mendekatinya.

"Kamu belum pulang Rafa?"

"Iya, aku belum pulang."

"Kok kamu bisa belum pulang? Perasaan tadi semua pengunjung sudah pulang deh."

"Emz itu......."

Rafa pun bingung harus menjawab bagaimana untuk pertanyaan Debi barusan. Rafa memutar otak, namun tetap saja Rafa tidak mendapatkan jawaban.

"Kamu mau pulang?" tanyanya mengalihkan pembicaraan.

"Iya, aku mau pulang."

"Bagaimana kalau kita bareng?"

"Enggak usah deh. Aku pesan ojek online saja."

"Tidak apa-apa, bareng aku saja. Daripada kamu pesan ojek online, nanti uang kamu malah berkurang."

"Enggak apa-apa sih, kan memang sudah aku siapkan untuk membayar ojek online."

"Kamu tahu, padahal aku sengaja pulang telat agar aku bisa bareng sama kamu lo, tapi kamu malah mau pesan ojek," balas Rafa dengan wajah sedihnya.

Huh, melihat itu. Debi menjadi tidak tega. Meski Debi lebih suka menggunakan ojek online, tapi Debi juga tidak bisa membiarkan Rafa yang dengan sabarnya menunggunya pulang.

"Ya sudah deh, aku pulang bareng sama kamu saja."

"Nah, gitu dong," balas Rafa tersenyum senang.

"Ayo ke mobilku."

"Iya."

Debi melangkahkan kakinya mengikuti Rafa yang berjalan menuju mobilnya.

"Silakan masuk tuan putri," kata Rafa sembari tersenyum senang. Huh, Rafa memang selalu jago membuat hati Debi berbunga-bunga.

"Terima kasih."

"Iya, sama-sama."

Setelah Debi masuk ke dalam mobil. Rafa berlari mengitari mobilnya, dan masuk ke dalam.

"Sudah siap?"

"Iya."

"Baiklah, kita pulang sekarang."

Mobil Rafa pun melaju meninggalkan seseorang yang kini melihat kearah mereka. Tangannya terkepal karena rasa cemburu dan juga kesal yang menumpuk di dalam hatinya.

"Marko, bukannya itu Om kamu dan Debi? Kenapa mereka bisa pulang bareng?" tanya Gilang.

"Iya Marko. Apa mungkin mereka ada hubungan spesial?"

Sebenarnya api cemburu kini membakar hati Marko, tapi Marko mencoba berpikiran positif. Toh Debi karyawan omnya. Hal yang wajar jika omnya menawarkan pulang bareng kepada Debi. Apalagi saat ini Debi seorang diri di parkiran.

"Tidak mungkin."

"Kenapa tidak mungkin? Mereka terlihat begitu dekat Marko. Apalagi mereka juga pulang bareng."

"Iya, betul itu."

"Mungkin itu karena Om Rafa tidak tega melihat Debi sendirian di sini. Karena itulah Om Rafa menawarkan pulang bareng."

"Ah, masak sih. Aku rasa enggak deh Marko. Om kamu kan cuek sama wanita. Tidak mungkin dia dengan gampangnya menawarkan pulang bareng sama Debi. Jika mereka tidak ada hubungan spesial."

"Untuk apa kamu bicara seperti itu Gilang. Bagi Marko itu tidak penting. Kan Marko tidak suka sama Debi. Iya kan Marko?" sahut Bima.

Mendapatkan pertanyaan itu, Marko pun terdiam. Mereka tidak tahu saja, bagaimana panasnya hati Marko saat ini. Tapi Marko lebih memilih untuk menyimpannya seorang diri.

"Ayo kita pulang."

"Nah kan apa yang aku bilang. Marko itu sudah tidak perduli dengan Debi. Ayo kita ikuti Marko."

Ketiga teman Marko memilih untuk mengejar Marko yang kini sudah masuk ke dalam mobil.

Brakkkk

Marko membanting pintu mobilnya. Langkahnya berderap memasuki rumahnya.

"Marko, kamu sudah pulang nak?" tanya Bu Calinda.

"Iya Ma, aku sudah pulang."

"Kamu kenapa Marko? Kenapa kamu terlihat kesal seperti itu?"

"Mungkin itu karena Marko sedang bertengkar sama pacarnya," sahut Rafa yang memasuki rumah.

Marko mengalihkan pandangannya dan melihat omnya yang saat itu berjalan mendekatinya.

"Kamu punya pacar Marko? Siapa? Apakah anak haram itu?" tanya Bu Calinda dengan kesalnya. Pasalnya Bu Calinda pernah dikenalkan dengan Debi yang menurutnya tidak sederajat dengan keluarganya.

"Dia punya nama Ma. Namanya bukan anak haram."

"Mau namanya atau tidak. Mama tidak perduli. Bagi Mama dia tetaplah anak haram yang dibuang keluarganya. Keluarganya saja tidak mengharapkan dia, ngapain kamu mengharapkan dia yang hanya akan mencoreng nama baik keluarga kita."

"Terserah Mama."

"Marko, Mama melakukan ini demi kebaikan kamu."

"Bukan kebaikanku, tapi kebaikan Mama yang selalu ingin terpandang."

"Marko, tidak seharusnya kamu bicara seperti itu sama Mama. Pasti anak haram itu kan yang mengajari kamu untuk berani sama Mama?"

"Terserah Mama mau ngomong apa. Percuma saja aku menjelaskannya."

Huh, Marko merasa kesal mendengar mamanya mengatai Debi. Wanita yang ia cintai sampai saat ini. Marko malas berdebat dengan mamanya, karena hal itu hanya akan berakhir sia-sia. Marko melangkahkan kakinya menuju kamarnya.

"Marko, Mama belum selesai bicara sama kamu."

Meski sebenarnya Marko mendengar panggilan dari mamanya. Marko tetap mengabaikannya.

"Ini pasti benar, kalau anak haram itu yang mengajarkan Marko tidak benar."

"Sudahlah Kak, tidak baik terlalu keras sama Marko."

"Bagaimana Kakak tidak keras sama Marko. Kakak tidak mau Marko salah mencintai wanita."

"Marko itu sudah besar Kak, dan dia berhak menentukan pilihannya."

"Kakak tidak akan pernah membiarkan Marko sama anak haram itu, bagaimana pun caranya."

"Terserah Kakak. Kalau Kakak ingin Marko berani sama Kakak, lanjutkan keinginan Kakak."

Tidak hanya Marko yang kesal dengan Bu Carina, tapi Rafa pun juga sama. Rafa memilih melangkahkan kakinya menuju kamarnya.