webnovel

Sarapan di Pagi Hari

Mobil melaju di tengah jalan. Meski Bima dan yang lainnya sibuk bercengkrama, namun hal itu tidak mengalihkan Marko dari pikirannya.

Marko kembali teringat pertemuannya dengan Debi. Keadaan Debi yang sangat menyedihkan membuat Marko tidak tega meninggalkan Debi seorang diri, tapi lagi-lagi Marko dikalahkan oleh gengsinya. Yah, penolakan cinta yang dilakukan Debi membuat Marko merasa enggan untuk perduli dengan Debi.

"Bagaimana keadaan Debi sekarang ya? Apa dia sudah pulang?" bisiknya.

Rasanya Marko enggan untuk melupakan Debi. Marko terus merasa cemas memikirkan Debi saat ini.

"Woe, lagi mikirin apa sih," kata Bima mengejutkan Marko.

"Apa-apaan sih kamu ini. Mengganggu saja."

"Ye, aku kan hanya penasaran saja. Tidak perlu marah kayak gitu dong. Lagian kamu lagi mikirin apa sih? Kelihatannya serius banget?"

"Mungkin dia lagi mikirin Debi tuh," sahut Bagas yang seolah tahu jalan pikiran temannya.

"Kamu beneran lagi mikirin Debi ya?"

"Apaan sih, gak usah buat gosip deh."

"Terus kamu lagi mikirin apa kalau gak lagi mikirin Debi? Secara tadi kan kamu baru ketemu sama Debi."

"Iya, betul itu. Aku kaget banget pas lihat Debi tadi. Bisa-bisanya dia bekerja di tempat seperti itu," sahut Gilang.

"Mungkin itu karena dia butuh banyak uang. Secara Debi kan menghidupi hidupnya sendiri."

"Iya, mungkin saja seperti itu. Tapi yang membuat aku penasaran sampai sekarang. Kok Debi bisa memakai jaketnya Marko ya?"

Ketiga teman Marko melihat kearahnya, membuat Marko merasa terganggu.

"Ngapain kalian ngelihatin aku? Mungkin saja itu jaket baru Debi yang kebetulan mirip dengan jaketku."

"Terus jaket kamu kemana dong? Setelah kamu dari toilet, kamu gak pakek jaket kamu sama sekali tuh?"

"Itu karena......."

Marko menghentikan ucapannya. Marko bingung harus menjawab apa untuk pertanyaan teman-temannya.

"Karena apa Marko?"

"Sudahlah, lebih baik kamu fokus saja sama jalan."

Marko menyandarkan kepalanya. Marko memejamkan matanya, dan ketiga temannya tidak lagi berani bertanya kepadanya.

"Berhenti Pak," kata Debi saat dia sampai di depan kos-kosannya. Debi berjalan turun dari motor.

"Ongkosnya berapa Pak?"

"Dia puluh ribu Mbak."

"Iya Pak, sebentar saya ambilkan."

Setelah Debi memberikan selembar uang dua puluh ribuan. Debi langsung berjalan masuk ke dalam kos-kosannya. Langkah Debi berderap menuju ranjang tidurnya.

Debi yang hendak menghempaskan tubuhnya. Menghentikan keinginannya saat melihat pantulan dirinya di cermin. Debi berdiri sembari memandangi bayangannya di cermin.

"Menyedihkan sekali aku."

Saat itu Debi kembali teringat dengan kejadian tadi. Debi melihat tubuhnya. Tangan tak bertanggung jawab seolah tergambar jelas menjamahi tubuhnya.

"Aaaaaaa."

Debi teriak histeris. Ini pengalaman yang sangat menyakitkan bagi Debi. Debi sangat terauma, sampai membuat Debi menitihkan air matanya.

"Mungkin kalau aku tidak bekerja di tempat itu. Aku tidak mungkin mengalami kejadian buruk seperti ini."

Debi berniat ingin keluar dari tempat kerjanya yang baru, tapi di sana Debi lebih banyak menghasilkan uang yang dibutuhkan Debi.

"Aku harus bagaimana?"

Di tengah rasa sakit yang Debi rasakan. Debi juga merasa bingung. Debi membaringkan tubuhnya di atas ranjang tidur. Debi berharap dengan membaringkan badannya. Debi bisa menghilangkan perasaan campur aduk di dalam dirinya.

***

Tok tok tok

Debi mengerjapkan matanya. Debi tak langsung beranjak dari tidurnya. Debi masih diam di tempatnya sembari mendengar suara ketukan pintu yang ia yakini dari pintu kos-kosannya. Debi mengambil ponselnya. Saat itu jam menunjukkan pukul 06.00.

"Apa ada yang bertamu di kos-kosanku sepagi ini?"

Debi beranjak dari tidurnya saat mendengar ketukan pintu yang semakin terdengar keras. Langkah Debi berderap mendekati pintu.

Cklek

Debi mematung di depan pintu. Saat itu Debi melihat Rafa yang sudah berdiri di depan kos-kosannya sepagi ini.

"Rafa?"

"Selamat pagi Debi. Bagaimana kabar kamu pagi ini?" tanyanya dengan tersenyum manis.

"Alhamdulillah, aku baik-baik saja."

"Syukurlah, aku lega mendengarnya. Kamu tahu, semalaman aku tidak bisa tidur karena memikirkan keadaan kamu."

"Tidak terjadi apa-apa denganku kok. Kamu tidak usah khawatir."

"Iya, sekarang aku tidak khawatir."

"Oh iya, ngomong-ngomong, kamu kok bisa sampai ke kos-kosanku sepagi ini?"

"Iya itu karena aku khawatir sama kamu, Debi. Aku tidak sabar ingin segera mengetahui keadaan kamu. Oh iya, sekalian aku juga datang membawa sarapan untuk kamu."

Rafa menenteng kotak makan di tangannya. Tidak ketinggalan pula. Rafa menyunggingkan senyuman manisnya.

Deg

Saat itu Debi teringat dengan Marko. Dulu sebelum ada masalah dengan hubungan mereka. Marko sering kali datang ke kos-kosan Debi untuk membawakannya sarapan. Marko selalu datang sepagi ini seperti Rafa.

"Ya Tuhan, aku kangen sama Marko. Tapi sepertinya Marko sudah tidak mempedulikan aku sama sekali," bisiknya.

Memori Debi mengingat kejadian tadi malam. Yah, sikap dingin Marko membuat hati Debi terasa sakit. Padahal tadi malam Debi terlihat sangat menyedihkan, tapi Marko tidak perduli sama sekali.

"Apa aku mengingatkan kamu dengan seseorang?"

Debi tersadar dari lamunannya saat mendengar ucapan Rafa. Debi tersenyum kepada Rafa.

"Enggak kok."

"Tapi wajah kamu tidak bisa berbohong. Sepertinya aku memang mengingatkan kamu dengan seseorang."

"Sudahlah, itu tidak penting. Kamu membawakan aku sarapan?"

"Iya, ini sarapan untuk kamu."

"Terima kasih ya."

Debi mengambil kotak makanan yang diberikan Rafa kepadanya.

"Kamu masih di sini?" tanya Debi saat melihat Rafa yang belum juga beranjak dari duduknya.

"Kamu tidak mempersilakan aku masuk?"

"Kamu mau masuk ke kos-kosanku?"

"Iya, itu kalau kamu mengizinkan aku masuk."

"Maaf ya Rafa. Bukannya aku tidak mengizinkan kamu masuk, tapi aku tidak enak hati kalau dilihat penghuni kos-kosan lain."

"Oh, seperti itu ya," balas Rafa yang terlihat jelas merasa kecewa.

"Sekali lagi aku minta maaf ya Rafa?"

"Iya Debi, tidak apa-apa kok. Kalau begitu aku pulang dulu."

"Iya, sampai ketemu di kampus."

"Iya."

Rafa berjalan menuju mobilnya, dan seiring itu juga Debi menutup pintu kos-kosannya.

Huh, Debi melihat kotak makanan di tangannya. Memori Debi kembali mengingat Marko, tapi Debi langsung menghilangkannya.

"Lebih baik aku mandi dulu deh."

Debi menaruh kotak makanan di atas meja. Debi berjalan mendekati handuk miliknya, dan langsung kembali berjalan menuju kamar mandi.

Rafa belum juga melajukan mobilnya. Rafa masih diam sembari melihat kearah kos-kosan Debi yang sudah tertutup rapat. Padahal Rafa belum melajukan mobilnya, tapi Debi sudah menutup rapat pintu kos-kosannya. Huh, sepertinya tidak mudah mendekati wanita seperti Debi.

"Apa mungkin Debi seperti ini gara-gara ada seseorang di hatinya?"

Rafa teringat dengan guratan kesedihan yang terlihat jelas di wajah Debi tadi. Yah, Rafa semakin yakin kalau Debi memiliki satu nama yang tersimpan di dalam hatinya. Karena itulah Debi tidak mudah membuka hatinya untuknya.

"Mungkin aku harus bekerja keras lagi untuk mendapatkan hati Debi. Iya, aku akan melakukan itu."