webnovel

Mengabaikan Rasa

Debi tertegun di depan makanan yang dibelikan Rafa. Huh, pikiran dan Debi masih berandai mengingat Marko.

"Mungkin jika hubunganku dan Marko tidak renggang. Pagi ini aku pasti menikmati sarapan bersama."

Memikirkan Marko seperti ini, membuat Debi menjadi sedih. Debi menjadi malas untuk berangkat kuliah, dan melakukan aktivitas apapun.

"Berhenti memikirkan Marko, Debi. Kamu harus fokus memikirkan masa depanmu."

Yah, seperti itulah tekad Debi. Debi tidak ingin memikirkan apapun selain masa depannya. Debi ingin menciptakan masa depan yang cerah. Debi tidak ingin hidup seperti ini. Dalam kesusahan dan sebatang kara. Debi menikmati makanannya dengan lahap. Debi benar-benar bersemangat hari ini.

"Om Rafa yakin mau ikut aku ke kampus lagi?" tanya Marko disela-sela mengunyahnya.

"Iya, Om yakin."

"Sebenarnya Om mau ngapain sih ikut aku ke kampus terus?"

"Ya mau ketemu sama calon tantemu."

"Kalau aku jadi Om Rafa. Aku akan langsung mengungkapkan perasanku dan setelah itu ajak dia menikah."

"Tidak semudah itu Marko. Dia tidak seperti wanita lainnya."

"Ya Om Rafa pakek cara jitu agar dia mau sama Om Rafa."

"Cara jitu yang bagaimana Marko? Sekarang Om sedang berusaha menaklukkan hatinya."

"Semangat berjuang kalau begitu Om."

"Pastinya Marko. Om boleh ikut kamu ya?"

"Iya Om, boleh."

"Nah, gitu dong. Itu baru namanya keponakan Om."

"Ya sudah, ayo kita berangkat sekarang."

"Oke."

Dengan hati riang. Rafa melangkahkan kakinya berjalan mengikuti keponakannya.

"Kalian mau kemana?" tanya Bu Carina yang berjalan masuk ke dalam ruang makan.

"Mau berangkat ke kampus Ma."

"Terus itu kenapa Rafa ngikutin kamu?"

"Biasalah Ma, Om Rafa kan mau deketin gebetannya."

"kamu ini kayak anak muda saja Rafa. Kalau kamu suka sama dia, tinggal bilang saja. Gitu aja kok repot."

"Masalahnya Kakak gak tahu dia wanita seperti apa. Pokoknya dia gak mudah ditaklukkan."

"Tinggal kamu pamerin uang kamu. Kakak yakin dia akan langsung jatuh cinta sama kamu."

"Masalahnya gak semua wanita mata duitan Kak, dan dia salah satunya."

"Kakak gak percaya kalau dia gak mata duitan. Semua wanita suka uang, dan Kakak yakin dia salah satunya."

"Terserah Kakak deh. Aku mau berangkat ke kampus Marko."

Rafa kembali melangkahkan kakinya bersama dengan keponakannya.

Langkah Debi terhenti saat melihat mobil yang baru datang berhenti di parkiran. Debi merasa tidak asing dengan mobil itu. Rasanya Debi pernah melihatnya.

"Di mana aku pernah melihat mobil itu ya?"

Debi menunggu pemilik mobil itu turun. Cukup lama, hingga Debi melihat seorang laki-laki yang sangat ia kenal turun dari dalam sana.

"Oh, ternyata itu mobilnya Marko."

Debi terus melihat Marko yang tidak menyadari keberadaannya.

"Marko."

Pandangan Debi beralih pada Maya yang tengah berjalan mendekati Marko. Maya tersenyum manis, namun tidak dengan Marko.

"Hari ini kamu sibuk gak Marko?"

"Aku......"

Marko mengalihkan pandangannya. Saat itu Marko baru menyadari jika ada Debi yang melihat kearahnya. Tatapan Debi terlihat tidak suka melihat kedekatannya dengan Maya.

"Apa mungkin Debi cemburu?" bisiknya.

Marko tersenyum samar. Sepertinya Maya bisa digunakan Marko untuk membuat Debi semakin cemburu. Dengan begitu Marko akan tahu bagaimana perasaan Debi kepadanya.

"Hari ini aku gak sibuk kok. Memangnya ada apa?"

"Jadi tuh gini. Kamu tahu temanku Lidya kan? Hari ini dia ulang tahu. Aku diundang dan harus membawa pasangan. Apa kamu mau datang denganku ke pesta ulang tahun Lidya?"

"Kapan itu?"

"Acaranya nanti malam sih."

"Aku gak sibuk. Aku akan menjadi pasangan kamu di acara ulang tahun Lidya."

"Yang bener Marko?" tanya Maya tersenyum senang.

"Iya, aku tidak bohong."

"Terima kasih ya Marko. Kamu memang pacarku yang sangat baik."

"Iya."

Marko melirik Debi yang masih melihat kearahnya. Wajah Debi terlihat semakin cemburu, dan Marko semakin senang.

"Sekarang aku tahu bagaimana perasaan kamu kepadaku Debi," bisiknya.

Melihat pemandangan yang menyakitkan. Mengubah suasana hati Debi. Padahal tadinya Debi sudah bersemangat, tapi melihat keberadaan Marko dan juga Maya, membuat moodnya kembali buruk.

"Ayo Debi, kamu gak boleh sampai patah semangat. Sekarang yang harus kamu pikirkan bisa segera wisuda."

Debi mengabaikan rasa sakit di hatinya. Langkahnya kembali berderap menuju kelasnya.

Melihat Debi sudah pergi. Marko kembali dengan sikapnya. Dingin dan acuh kepada Maya.

"Mau apa lagi kamu di sini?"

"Aku mau bareng sama kamu ke kelas."

"Gak bisa. Aku masih ada urusan."

"Kamu kenapa sih Marko? Tadi saja bersikap manis. Tapi sekarang tiba-tiba kamu berubah dingin."

"Bukannya aku memang seperti ini? Sudahlah, kalau kamu mau ke kelas. Sana ke kelas sendiri."

"Tapi nanti malam kamu jadi ikut ke pesta ulang tahun Lidya kan?"

"Iya, kalau aku gak sibuk."

"Tadi katanya gak sibuk? Tapi kenapa sekarang berubah?"

"Kamu ini cerewet sekali sih. Bikin sebel saja."

"Kamu itu yang bikin sebel. Pokoknya aku gak mau tahu. Kamu harus ikut aku ke pesta ulang tahun Lidya nanti malam."

Setelah mengucapkan itu, Maya melangkahkan kakinya pergi.

"Siapa wanita itu?" tanya Rafa yang baru saja keluar dari dalam mobilnya.

"Bukan siapa-siapa."

"Yang benar dia bukan siapa-siapa kamu? Tapi tadi kok Om denger wanita itu menyebut kamu pacarnya?"

"Mungkin Om salah dengar."

"Sepertinya telinga Om masih normal deh. Dan Om yakin kalau wanita itu memang pacar kamu. Iya kan?"

"Hanya pacar bohongan."

"Tetap saja dia pacar kamu. Kok kamu mau pacaran sama wanita cerewet kayak gitu? Apa di kampus ini tidak ada wanita yang lebih baik darinya?"

"Aku terpaksa Om. Kalau bukan karena aku ingin membuat dia berhenti mengganggu wanita pujaanku. Aku tidak mungkin mau pacaran sama dia."

"Jadi kamu sudah punya wanita incaran?"

"Ada sih Om, tapi aku ditolak."

"Kenapa?"

"Karena dia lebih senang menganggap aku sebagai sahabat."

"Mungkin dia punya alasan hanya menjadikan kamu sebagai sahabat."

"Iya Om, mungkin saja."

"Sudah, tidak perlu patah hati. Kamu ini laki-laki. Kalau cinta ditolak. Masih ada ribuan cara untuk mendapatkannya."

"Iya Om. Om Rafa benar."

"Nah, gini dong. Harus semangat. Sudah sana, masuk ke kelas."

"Terus Om mau kemana?"

"Om mau di sini nungguin gebetan Om datang."

"Memangnya dia belum datang?"

"Om gak tahu sih."

"Ya sudah kalau gitu Om. Aku ke kelas dulu."

"Iya."

Marko pun melangkahkan kakinya menuju kelasnya.

Brakkkk

Lidya dan juga Mira terkejut saat mendengar gebrakan meja. Ternyata itu Maya yang baru saja masuk ke dalam kelas.

"Kamu ini kenapa sih Maya. Datang-datang langsung menggebrak meja."

"Aku sebel banget sama Marko."

"Memangnya ada apa kamu sama Marko?"

"Dia itu aneh banget tahu gak."

"Aneh bagaimana?"

"Karakternya itu lo. Kadang bersikap manis, tapi kadang bersikap dingin. Aku kan jadi sebel."

"Mungkin yang aku katakan benar. Kalau Marko jadian sama kamu karena dia ingin memanfaatkan kamu."

"Tidak mungkin."

Mendengar nama Marko disebut. Debi yang juga ada di dalam kelas. Melihat kearah mereka. Dan saat itu juga Debi mendapatkan tatapan tidak suka dari Maya.

"Apa kamu lihat-lihat."