webnovel

Berusaha Tegar

Debi terkejut mendengar bentakan dari Maya. Saat itu Debi melihat Maya berjalan mendekatinya. Huh, jika sudah seperti ini. Debi bisa menebak akhirnya akan seperti apa.

"Pasti perubahan sikap Marko ada hubungannya sama kamu."

"Masalah Marko tidak ada urusannya denganku."

"Alah, aku yakin kamu pasti yang mempengaruhi Marko untuk bersikap tidak baik padaku."

"Sepertinya kamu kurang update."

"Maya, kamu lupa ya? Sekarang kan Marko sudah tidak perduli lagi sama anak haram ini," sahut Lidya.

"Oh iya, aku sampai lupa. Kasihan sekali ya kamu. Sekarang dicampakkan, dan Marko lebih memilih aku," kata Maya bangga.

Meski Debi mendengarnya, namun Debi tidak memperdulikannya sama sekali. Debi lebih menyibukkan dirinya dengan buku yang ia baca.

"Berani sekali kamu mengabaikan aku."

Saat Maya hendak melayangkan tangannya. Suara Debi langsung menghentikannya.

"Aku tidak pernah mengganggu kamu, tapi kamu suka sekali menggangguku. Apa kamu memang hobi membuat masalah denganku?"

"Oh, jadi sekarang kamu berani denganku ya!"

"Bukannya aku berani, tapi aku bosan terus-terusan kamu tindas. Kalau kamu suka sama Marko. Ambil saja, aku juga tidak perduli."

Debi beranjak dari duduknya. Sebelum Debi melangkahkan kakinya. Debi membawa tas miliknya.

Langkah Debi berpas-pasan dengan Marko yang saat itu hendak masuk ke dalam kelas. Marko melihat Debi. Tatapan aneh yang Marko berikan kepada Debi, membuat Debi yakin jika Marko mendengar ucapannya tadi.

"Apa mungkin tadi Marko mendengar ucapanku?" bisiknya.

Debi melihat Marko yang masih melihat kearahnya. Sudahlah, Debi tidak memperdulikan itu. Meski sebenarnya Debi mencintai Marko. Tapi sekarang bukan waktunya mengutamakan perasaannya selain fokus dengan skripsinya.

Debi melangkahkan kakinya melewati Marko yang masih berdiri di tempatnya.

"Marko."

Maya yang menyadari kedatangan Marko. Ia pun berjalan mendekatinya.

"Marko, kamu tahu. Tadi Debi menggangguku," kata Maya mengadu.

"Kamu yang diganggu atau kamu yang mengganggunya?"

"Tadi Debi yang menggangguku, Marko. Kalau kamu gak percaya, tanyakan saja sama teman-temanku. Iya kan?"

Marko melihat Maya sekilas, dan setelahnya Marko pergi meninggalkan Maya.

Tes tes tes

Di dalam toilet yang sepi. Debi menangis. Debi memang terlihat acuh. Seolah dia tak mempedulikan hubungan Maya dan juga Marko. Tapi di lubuk hati Debi yang paling dalam. Ada rasa sakit yang mengiris hatinya. Rasanya benar-benar menyakitkan, sampai membuat Debi menitihkan air matanya.

"Tidak. Kamu tidak boleh menangis Debi. Kamu harus kuat. Jangan sampai cinta menggagalkan impian kamu untuk menjadi orang sukses."

Meski Debi terus menyemangati diri, namun tetap saja rasa sakit yang dirasakannya tidak bisa dibohongi. Debi tidak suka melihat Marko bersama Maya. Debi cemburu, dan ingin rasanya Debi mendo'akan mereka agar cepat putus.

Cklek

Rafa menghentikan niatnya saat hendak masuk ke dalam toilet. Saat itu Rafa mendengar suara tangisan dari dalam toilet wanita. Rafa berjalan mendekati pintu toilet wanita. Rafa mendekatkan telinganya.

"Benar. Suaranya dari dalam sini. Siapa yang menangis ya?"

Rafa mengedarkan pandangannya. Sepi, tidak ada seorang pun yang ia lihat. Karena rasa penasaran yang begitu besar. Rafa membuka pintu toilet wanita.

Pandangan Rafa tertuju pada seorang wanita yang tengah berdiri membelakanginya. Rafa semakin dibuat penasaran. Apalagi dari belakang wanita itu mirip dengan seseorang yang di kenal.

"Apa mungkin dia ya?"

Rafa mengedarkan pandangannya kembali. Keadaan di sekitar benar-benar sepi. Karena rasa penasaran yang sangat besar. Rafa berjalan masuk ke dalam toilet wanita.

Debi terus menangis meluapkan kesedihannya. Tidak ada yang melihatnya, membuat Debi tidak berhenti untuk menangis.

Deg

Debi terkejut saat tiba-tiba ada sebuah tangan memegang pundaknya. Debi dibuat penasaran, yang membuat Debi membalikkan badannya.

"Ke-kenapa kamu bisa ada di sini?"

Debi shock mendapati Rafa tiba-tiba ada di belakangnya. Debi ingat betul jika dia tidak salah masuk toilet.

"Ka-kamu kok bisa masuk sini?"

"Kamu kenapa Debi? Kenapa kamu menangis?" tanya Rafa yang membalas pertanyaan kepada Debi.

Diingatkan oleh Rafa. Buru-buru Debi menghapus air matanya yang membanjiri wajahnya. Lagian Debi juga tidak ingin terlihat menyedihkan di depan Rafa.

"Kenapa kamu menangis Debi?"

"Tidak kenapa-kenapa kok."

"Pasti kamu ada masalah ya? Makanya kamu menangis seperti ini."

"Enggak kok, hanya masalah biasa saja."

"Bagaimana kalau kita ngemall? Siapa tahu dengan jalan-jalan ke mall bisa mengurangi kesedihan kamu."

"Enggak deh Rafa, terima kasih. Aku tidak mau terus-terusan merepotkan kamu."

"Enggak kok, aku sama sekali tidak merasa direpotkan. Lagian aku ke mall juga mau nyari kado untuk kakakku yang mau ulang tahun. Ya hitung-hitung ngajak kamu biar aku ada temennya. Itu pun kalau kamu mau sih."

Debi mempertimbangkan ucapan Rafa. Sepertinya tidak ada salahnya kalau Debi mau menerima ajakan Rafa. Siapa tahu Debi bisa mendapatkan hiburan.

"Bagaimana Debi?"

"Iya deh, aku mau."

"Ya sudah, aku kita keluar dari sini. Aku takut diamuk para wanita."

"Salah sendiri kamu masuk toilet wanita."

"Ya kan karena aku penasaran sama suara tangisan dari dalam toilet. Pas aku masuk. Eh, gak tahunya kamu."

"Ya sudah, ayo kita keluar sekarang."

"Iya."

Debi bersama Rafa berjalan keluar dari dalam toilet wanita. Mereka terus melangkahkan kaki mereka hingga parkiran kampus.

"Silakan masuk," kata Rafa membukakan pintu.

"Ini mobil kamu?"

"Iya, ini mobilku."

Debi melihat mobil sport hitam yang terparkir di depannya. Debi ingat jika Marko keluar dari dalam mobil ini tadi pagi.

"Apa kamu yakin ini mobil kamu Rafa? Mungkin mobil kamu mirip dengan mobil ini."

"Enggak Debi. Aku enggak salah mobil kok. Aku inget banget kalau mobil ini milikku."

Debi masih diam di tempatnya. Pikirannya berandai mengingat tadi.

"Kok mobil Rafa dan Marko sama ya? Apa mungkin tadi pagi mereka berangkat bareng? Kalau memang benar. Berarti Rafa dan Marko saling kenal dong? Atau mungkin mereka memiliki hubungan?" bisiknya.

Debi jadi cemas memikirkannya. Yah, bagaimana tidak. Jika Marko dan juga Rafa sampai memiliki hubungan. Itu tandanya Debi menyerahkan dirinya masuk ke dalam kandang buaya.

"Kenapa kamu bengong Debi? Ayo masuk."

"Eh, iya Rafa."

Sebenarnya Debi ragu untuk masuk ke dalam mobil itu, namun Devi berusaha positif thinking saja. Yah, siapa tahu mobil Rafa dan juga Marko memang mirip.

Setelah Rafa melihat Debi masuk ke dalam mobilnya. Rafa langsung ikut masuk ke dalam mobil.

"Kamu sudah siap?"

"Iya, aku sudah siap kok."

"Ya sudah, kita berangkat sekarang."

"Iya."

Rafa menghidupkan mesin mobilnya dan melajukannya pergi meninggalkan tempat itu.

Di dalam mobil. Debi masih terus kepikiran dengan mobil Rafa dan juga Marko yang sama. Debi benar-benar takut jika dikhawatirkannya benar.

"Kamu kenapa Debi? Kenapa dari tadi diam terus?"

"Enggak apa-apa kok Marko."

"Marko?"