webnovel

Memberikan Hukuman

Marko berlari, hingga langkahnya sampai di parkiran. Saat itu Marko mengedarkan pandangannya dan mencari Debi bersama sosok laki-laki yang membawanya.

"Di mana Debi?"

Marko terus mengedarkan pandangannya, tapi tetap saja Marko tidak menemukan keberadaan Debi. Marko semakin cemas dan juga khawatir. Marko takut jika orang yang membawa Debi adalah orang jahat yang ingin melukai Debi.

"Aku harus mencari Debi di mana lagi?"

Marko yang kelelahan dan juga bingung. Menghentikan langkahnya di tengah parkiran.

"Semua ini gara-gara Maya. Aku akan membuat perhitungan sama Maya jika terjadi apa-apa sama Debi."

Marko kembali melangkahkan kakinya untuk mencari Maya.

Cklek

Laki-laki yang menolong Debi beranjak dari kursi tunggu saat mendengar suara pintu ruangan Debi terbuka.

"Apakah dia baik-baik saja?"

"Iya Pak, pasien baik-baik saja."

"Bagaimana dengan lukanya? Apakah tidak membuat dia kesaktian?"

"Tidak Pak, kami sudah mengobatinya."

"Syukurlah kalau begitu. Apakah saya boleh bertemu dengannya?"

"Boleh Pak. Silakan masuk."

Laki-laki yang menolong Debi berjalan masuk ke dalam ruangan. Saat itu pandangannya langsung bertemu dengan Debi yang melihat kearahnya.

"Terima kasih sudah menolong saya," kata Debi.

"Iya, sama-sama," balasnya yang berjalan mendekati Debi.

"Emz, jika saya tidak salah ingat. Bukankah kamu yang mengikuti saya tadi malam?"

"Sepertinya kamu mempunyai ingatan yang sangat baik," balasnya dengan tersenyum manis.

"Berarti benar kan? Kamu yang mengikuti saya tadi malam?"

"Iya, saya yang mengikuti kamu tadi malam."

"Kenapa kamu mengikuti saya?"

"Tidak apa-apa, saya hanya kasihan saja melihat kamu berjalan sendirian. Tapi sayangnya saat saya menawarkan bantuan, kamu malah menolaknya."

"Maaf, saya pikir tadi malam kamu orang jahat yang ingin berbuat tidak baik kepada saya."

"Hal yang wajar kalau kamu berpikir sampai seperti itu."

"Iya, sekali lagi saya minta maaf."

"Tidak apa-apa. Oh iya, saya sampai lupa. Saya Rafa. Siapa nama kamu?" kata Rafa sembari mengulurkan tangannya.

"Saya Debi," balas Debi yang menerima uluran tangan dari Rafa.

"Senang berkenalan sama kamu."

"Saya juga sama."

Rafa tersenyum yang dibalas Debi dengan senyumannya.

Deg

Debi langsung panik dan bergegas turun dari ranjang tidur saat dia teringat dengan janjinya untuk bertemu dengan dosen pembimbingnya.

"Kamu mau kemana?" tanya Rafa heran.

"Saya harus kembali ke kampus. Hari ini saya ada janji dengan dosen pembimbing saya."

"Baiklah, saya akan mengantarkan kamu. Tapi kamu tunggu sebentar ya! Saya mau membayar biaya administrasi."

"Kamu mau membayarkan biaya administrasi saya?"

"Iya, memangnya tidak boleh?"

"Emz, sebenarnya saya ingin membayarnya sendiri agar tidak merepotkan kamu, tapi saya tidak punya uang untuk membayarnya," balas Debi jujur yang membuat Rafa tersenyum.

"Kamu tidak perlu membayar biaya administrasinya. Biar saya yang membayarnya," balas Rafa gemas yang mengacak rambut panjang Debi yang tergerai indah.

Debi melihat Rafa yang masih mengacak rambutnya. Jika melihat Rafa tersenyum seperti ini. Debi merasa mengingat seseorang, tapi Debi lupa siapa pemilik senyuman yang sama persis dengan Rafa.

"Saya ke kasir dulu ya! Kamu tunggu saya di sini, dan jangan kemana-mana."

"Iya, saya akan menunggu kamu di sini."

Lagi-lagi Rafa tersenyum dan setelahnya dia melangkahkan kakinya pergi.

Tap tap tap

Marko berjalan masuk ke dalam kantin. Saat itu Marko melihat Maya yang tengah ketawa bahagia bersama teman-temannya. Marko melangkahkan kakinya berjalan mendekatinya.

"Aku ingin bicara sama kamu."

Maya dan teman-temannya mengalihkan pandangan mereka saat mendengar suara seseorang.

"Marko," kata Maya kegirangan. Maya beranjak dari duduknya.

"Kamu mau bicara apa sama aku, Marko?"

"Ikut denganku."

Marko melangkahkan kakinya. Maya yang melihatnya pun berjalan mengikuti Marko.

Setelah cukup lama mengikuti Marko. Akhirnya Marko menghentikan langkahnya. Maya merasa heran melihat Marko yang menghentikan langkahnya di depan toilet.

"Marko, kenapa kamu membawaku ke sini?"

"Sebenarnya aku mau minta bantuan sama kamu."

"Mau minta bantuan apa? Kenapa harus sampai ke toilet?"

"Jadi gini ceritanya. Tadi kan aku berniat mau ngajak kamu nonton setelah pulang kuliah. Tapi saat aku ke toilet. Kunci mobilku tiba-tiba tidak ada. Aku sudah mencarinya di dalam toilet, tapi tetap saja tidak ketemu."

"Mungkin hilangnya tidak di sini."

"Bagaimana mungkin tidak di sini. Tadi jelas-jelas aku masih membawanya sebelum aku masuk ke dalam toilet, hingga aku keluar dari toilet, dan menyadari kunci mobilku sudah tidak ada. Kalau kunci mobilku sampai tidak ketemu. Kita tidak jadi nonton deh."

"Yah, jangan dong. Kita harus tetap nonton."

"Tapi kan kunci mobilku tidak ada."

"Aku akan membantu kamu untuk mencarinya."

"Benarkah?"

"Iya, pasti aku akan menolong kamu agar kita bisa nonton."

"Kalau begitu kamu cari di dalam toilet ya! Aku akan mencarinya di luar."

"Kok aku yang masuk ke dalam toilet sih? Bagaimana kalau nanti aku dikira laki-laki mau mengintip mereka?"

"Tidak akan, aku akan berjaga di luar."

"Tapi.....," balas Maya yang merasa ragu.

"Ya sudah kalau kamu tidak mau, tapi kita tidak jadi nonton."

"Eh, jangan. Kita tetap jadi nonton. Aku akan mencari kunci mobil kamu di dalam toilet, tapi kamu harus janji untuk berjaga di luar."

"Iya, aku janji."

Maya pun akhirnya masuk ke dalam toilet laki-laki, dan meninggalkan Marko di luar toilet.

Marko tersenyum senang. Akhirnya rencananya berhasil dengan sukses. Marko yakin Maya akan dalam masalah nantinya.

"Ini balasan untuk kamu yang sudah membuat Debi malu dan dimasa di depan umum."

Marko pun melangkahkan kakinya pergi. Marko tidak memperdulikan Maya yang masih ada di dalam toilet.

Setelah cukup lama menunggu. Akhirnya Debi melihat Rafa berjalan mendekatinya. Debi beranjak dari duduknya.

"Apakah kamu sudah membayar biaya pengobatanku?"

"Iya, aku sudah membayarnya."

"Kalau aku boleh tahu, habis berapa?"

"Tidak banyak kok. Hanya satu juta."

"Apa? Satu juta?"

"Iya."

"Wah, banyak sekali. Pasti uang kamu habis gara-gara membayar biaya pengobatanku. Aku janji, kalau aku punya uang, aku akan mengganti uang kamu."

"Tidak usah, aku ikhlas kok."

"Tidak. Aku tidak mau merepotkan orang lain. Aku akan tetap mengganti uang kamu."

"Baiklah, terserah kamu. Tapi dengan cara apa kamu akan mengembalikan uangku? Kita kan belum tentu bisa bertemu lagi."

"Iya-ya, kamu benar. Bagaimana ya aku bisa mengembalikan uang kamu kalau aku sudah punya uang?"

Debi berpikir keras, membuat Rafa tersenyum melihatnya.

"Bagaimana kalau kita tukar nomor saja? Nanti kalau kamu sudah punya uang, kamu bisa menghubungiku."

"Iya, ide yang bagus."

Debi mencari tasnya untuk mengambil ponselnya, tapi Debi baru menyadari jika tasnya mungkin tertinggal di kampus.

"Sepertinya tasku tertinggal di kampus deh. Nanti kalau kita sudah sampai kampus. Aku akan langsung mengambil tasku, dan memberikan nomorku kepada kamu."

"Tidak perlu, tas kamu ada sama aku kok."

"Yang bener?" tanya Debi kegirangan.

"Iya. Sekarang tas kamu ada di dalam mobilku."

"Kalau begitu, ayo kita mengambilnya."

"Iya."